Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Membawa Potret ke Penjuru Dunia

30 Oktober 2017   00:21 Diperbarui: 30 Oktober 2017   00:36 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

POTRET, kata yang terpampang di depan toko yang bersambung dengan POTRET Gallery itu, sering membuat orang-orang yang lewat di depan toko itu salah kira. Banyak yang berhenti dan masuk ke toko untuk mencetak foto. Banyak pula yang berhenti untuk minta difoto atau minta jasa pemotretan pada pesta. Ya, pokoknya mereka mengira kantor POTRET itu segala sesuatu yang berkaitan dengan photografi. Tentu tidak salah, karena ketika melihat atau membaca kata POTRET itu konotasinya memang pada fotografi. Apa lagi, memang kata POTRET itu sendiri aslinya dalam bahasa Inggris disebut Potrait, yang berarti foto.

Selain terpampang di papan nama toko, tulisan POTRET juga ada di stickers yang melengket di badan atau dinding mobil. Malah ada tulisan tentang POTRET yang membuat orang semakin bertanya- tanya mengapa tidak boleh dibaca? Ya, karena di belakang mobil ada tulisan " Awas POTRET Jangan (hanya) dibaca. Jelas saja, kalau kalimat ini mengundang tanda tanya banyak orang, bahkan banyak yang mengingat dan menyebut- nyebut kalimat itu. 

Padahal, itulah cara kami membuat orang mengingat POTRET. Biasanya orang ( masyarakat) kita kalau dilarang, akan bertanya " mengapa tidak boleh? Wajar saja, setiap kali aku bertemu orang-orang yang sudah mengenal POTRET, banyak yang berkata, Awas POTRET. Ya, bagiku itu menarik. Bagaimana tidak ya, kata dan kalimat itu sudah mengendap dalam pikiran atau ingatan banyak orang. Pokoknya, POTRET sudah semakin banyak dikenal orang. Bukan saja di Aceh, tetapi juga di luar Aceh.

Apa lagi setelah dipasang papan nama dengan POTRET Gallery, orang- orang mengira di dalam POTRET Gallery tersebut terdapat banyak pajangan foto seperti di Gallery foto yang ada di museum atau pasar seni dan sebagainya. Sama sekali tidak begitu.
Kendati banyak orang yang salah kira atawa saah sangka, sebenarnya juga menguntungkan bagi POTRET Gallery. Salah sangka itu juga menimbulkan rasa ingin tahu orang. Dengan rasa ingin tahu, mereka singgah ke POTRET yang langsung bisa melihat barang-barang yang ada di POTRET Gallery. Bahkan menyempatkan diri untuk belanja di POTRET Gallery. Jadi, bisa mengenal POTRET Gallery lebih dekat. Begitu juga dengan majalah POTRET dan Anak Cerdas. Karena majalah ini juga tersedia di POTRET Gallery.

Terlepas dari itu semua, POTRET yang berasal dari bahasa Inggris itu, bukanlah seperti apa yang dikira banyak orang. POTRET yang satu ini adalah nama sebuah majalah perempuan yang mulai digagas penerbitannya pada tahun 2000, lalu baru bisa terbit pada tahun 2003, setelah mendapat dukungan dari sebuah LSM di Jerman saat itu. Peluncuran edisi perdana yang masih berbentuk newsletter ditetapkan sebagai hari pertama terbit pada tanggal 11 Januari 2003, walaupun sebenarnya proses penerbitan edisi pertama sudah jauh lebih lama dari waktu launching. 

Biasalah, menerbitkan media alternatif yang tidak memiliki kekuatan pendanaan yang kuat seperti media mainstream lainnya. Maka, POTRET sebagai majalah perempuan yang lahir dari sebuan keprihatinan terhadap masalah literasi di kalangan perempuan, terutama perempuan akar rumput (grassroots) di Aceh yang miskin secara intelektual itu, terbit agak terlambat saat itu.

Hal itu tidak jadi masalah, apalagi karena tidak ada yang memaksa agar segera diluncurkan. Namun keberadaannya sangat penting bagi upaya pemberdayaan perempuan secara intelektual. Ya, olehsebab itu POTRET memang hadir sebagai media belajar bagi perempuan, karena lewat penerbitan majalah ini perempuan dapat menjadikan majalah POTRET sebagai wadah untuk belajar merangkai kata, merangkai kalimat menjadi tulisan-tulisan yang mencerahkan.  Menjadi penting kehadiran majalah ini, karena majalah POTRET menjadi tempat bagi perempuan, terutama perempuan akar rumput mengekspresikan pikiran, perasaan dan masalah-masalah yang sedang menreka hadapi. 

Bukan hanya itu, tetapi juga untuk mengekspresikan rasa suka dan harapan serta hal lain yang mereka inginkan. Selain itu, dengan adanya majalah POTRET ini, para perempuan bisa ikut mempromosikan potensi diri serta usaha-usaha kecil yang mereka lakoni dipromosikan di majalah POTRET. Tentu tidak kalah penting pula bahwa majalah POTRET adalah majalah yang memiliki fungsi advokasi, dimana segala macam masalah yang dihadapi kaum perempuan akar rumput bisa diadvokasi lewat tulisan di majalah ini. 

Maka, wajar kalau pada mulanya, majalah ini menggunakan tagline, media perempuan Aceh dan kemudian setelah terus berkembang, menggantikan tagline dengan yang lebih nasional, yakni media perempuan kritis dn cerdas. Jadi semua orang bisa menjadi bagian dari majalah yang satusatunya  majalah perempuan yang terbit di Aceh dan beredar nasional.

Sebagai media atau majalah alternative,  kelahiran majalah ini memang untuk memberdayakan perempuan miskin dan marginal di Aceh, bukan untuk kepentingan bisnis yang berorentasi mencarui uang dalam artian business oriented or profit oriented, tetapi untuk mencapai mimpi membangun gerakan menulis di kalangan perempuan. 

Keberadaan  POTRET ingin memotret kehidupan perempuan akar rumput yang marginal dan miskin. Apalagi pada saat itu, di tahun 1990 an kondisi kehidupan kaum perempuan masih sangat sarat dengan perlakuan diskriminatif yang kemudian kita kenal dengan persoalan ketidakadilan gender, ketidaksetaraan gender dan sebagainya itu, ditambah lagi dengan suasana konflik Aceh, kondisi perempuan Aceh semakin buruk. Bahkan bila saat itu kita melihat angka kemiskinan, maka bisa jadi 90 persen dari angka atau jumlah orang miskin di Aceh itu adalah perempuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun