Ketika Anda mengadakan perjalanan atau bertandang ke Aceh, pernahkah anda mendengar, atau melihat gadis-gadis cantik, berkulit putih dan keturunan Portugis yang bermata biru? Mungkin saja Anda tidak pernah mendengarnya, apalagi melihat langsung perawakan gadis-gadis cantik bermata biru tersebut. Konon lagi, kalau ke Aceh, anda hanya berada di Kota Banda Aceh, atau melewati jalur pantai timur, tentu gadis-gadis cantik keturunan Portugis itu tidak pernah anda temukan. Mengapa? Ya, karena mereka memang tidak berdomisili di daerah itu, tetapi mereka selama ini dikenal berada di daerah pantai barat, di Kecamatan Lamno, Aceh Jaya.
Keberadaan mereka kini pun bagai sebuah teka-teki saja. Menjadi tidak mudah, karena ternyata memang tidak mudah untuk mencari mereka. Namun, banyak orang yang berusaha mencari tahu akan pesona gadis-gadis cantik bermata biru itu ke tempat mereka berdomisili, yakni Lamno. Sekitar 30 tahun lalu, harian Kompas, Jakarta terbitan 15 Februari 1986 pernah menurunkan artikel berjudul "Mencari si Mata Biru di Lamno".Â
Adakah mereka? Tentu saja ada, namun sekali lagi, semakin sulit mencarinya, apalagi setelah bencana gempa dan tsunami yang dahsyat menghantam daerah pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu. Selain itu, bisa saja keberadaan mereka sudah berpencar-pencar. Jadi, memang semakin menarik untuk mencari tahu keberadaan mereka.
Pagi ini, Selasa 10 Oktober 2017, setelah menunaikan ibadah salat subuh, seperti biasa aku bersama Iqbal Perdana, staf yang mengerjakan pekerjaan layout majalah POTRET dan majalah Anak Cerdas, ditemani dua orang teman Bayhaqy dan Pak Rusydi Adi memulai perjalanan dari Banda Aceh ke Lamno. Perjalanan kali ini, seakan menjadi sebuah perjalanan yang istimewa.Â
Dikatakan istimewa, karena kami seakan sedang mengejar dan mencari jejak tentang gadis-gadis bermata biru itu. Misi kami ke Lamno, tentu bukan itu, namun kami juga berharap bisa bertemu dengan mereka. Siapa tahu, kami bisa merayu mereka. Ya, merayu yang positif.
Perjalanan dari Banda Aceh ke Lamno, sebenarnya tidak banyak memakan waktu, karena jarak tempuhnya hanya 80 Km. Namun, karena medan yang dilewati, harus melewati tiga gunung, perbukitan yang berkelok-kelok dan tajam atau curam, waktu tempuhnya bisa lebih dari 1 jam perjalanan. Ya, katakanlah sekitar 2 jam.Â
Kami berangkat dari kota Banda Aceh pada pukul 06.15 dan alhamdulilah bisa pukul 07.45 kami bisa tiba di kota Lamno. Tentu setelah mengarungi 3 pegunungan yang kondisi jalannya sangat menantang nyali. Ya, aku berusaha mengendalikan setir mobil double cabin, Ford Ranger keluaran tahun 2002 itu dengan sigap. Walau ketiga teman yang ikut bersamaku ada yang ngorok selama di perjalanan. Aku bersemangat dan hati-hati di belakang setir mobil dan tetap merasa bahagia bisa tiba dengan selamat dan tepat waktu.
Nah, perjalanan ini seperti ku utarakan di atas, bukan perjalanan mencari gadis-gadis bermata biru itu, tetapi sebuah perjalanan social edukasi yang mengusung misi yang sama seperti yang kami lakukan di SD Negeri 1 Kuta Bate, Tieng Gadeng Pidie Jaya, atau ketika mengadakan perjalanan ke kecamatan di Kota Meureudu, Pidie jaya, yakni misi membangun gerakan literasi anak negeri.Â
Kebetulan, kali ini, aku dan teman-teman diminta membantu mengajak, menyemangati dan membimbing anak-anak dari 7 sekolah dasar di kecamatan Indra Jaya dan Jaya, Lamno, Aceh jaya, untuk menulis dan berkarya. Kepala SD Negeri Indra Jaya, bu Kasriati, S.Pd, perempuan yang tergolong visioner membangun kemajuan pendidikan di sekolah dan daerahnya, mengharapkan kedatangan kami. Alhamdulilah, pagi ini, aku dan kawan-kawan datang tepat waktu.
Ketika mendekati lokasi SD negeri 1 Indra Jaya, tempat kegiatan pelatihan menulis bagi anak-anak SD dari 7 SD di gugus Indra Jaya dan Jaya, Lamno ini, ternyata kampong tengah alias perut, sudah tidak dapat diajak berdamai lagi, rasa haus dan lapar, karena belum sarapan pagi, memaksa kami mencari warung untuk mengisi perut yang lapar. Kami berusaha mencari warung di beberapa tempat dan akhirnya bertemu dengan warung yang menyajikan sajian nasi bebek. Ya, kami pun mengamankan dulu kampong tengah itu.Â