Masih ingat dengan Pidie Jaya? Bisa jadi Anda tidak ingat atau bahkan tidak mengetahui nama kabupaten yang berada di wilayah pemerintahan Aceh ini. Namun, bagi yang pernah datang atau pernah tahu, Pidie jaya adalah kabupaten yang pada tanggal 7 Desember 2016 luluh lantah  dilanda bencana gempa dahsyat yang menyebabkan 103 orang meninggal dan ratusan orang mengalami luka berat dan ringan serta ribuan mengungsi.Â
Jadi Pidie jaya adalah daerah yang tak terlupakan bagi orang-orang yang pernah datang menyaksikan dan meringankan penderitaan masyarakat korban gempa saat itu.
Tulisan ini, bukan ingin mebuka luka dan derita masyarakat Pidie jaya yang diluluhlantak oleh gempa bumi, tetapi merupakan sebuah kisah perjalananku bersama dua orang teman yang mengesankan ke daerah ini pada tanggal 26 September 2016 kemarin. Perjalanan kedua dari misi pertama yang juga berlangsung pada tanggal yang sama, namun di bulan yang berbeda. Ya, pada tanggal 26 Agustus 2017 yang lalu, kami datang ke SD Negeri Kuta Bate, Pidie jaya untuk menebar cinta kepada anak-anak SD. Ya, cinta untuk berkarya.
Alhamdulilah, sebelum pukul 0.0 tulisanku yang berjudul "Sebut saja Mengemudi Sambil Pangku Anak itu Kolot" berhasil aku posting dan aku pun baru bisa tidur. Bila tidak, pikiranku pasti masih bergelayut dengan ide cerita yang harus aku ekspresikan dalam tulisan. Selain rasa kantuk yang masih menggantung, hal yang paling malas aku lakukan adalah mandi di waktu yang terlalu pagi itu. Apalagi pukul 04.30 itu saat-saat enak menarik selimut.Â
Ya, untuk wilayah Aceh pukul 04.30 itu masih sangat pagi dan belum subuh. Namun, karena panggilan jiwa untuk menebar virus literasi buat anak negeri, Alhamdulilah rasa kantuk dan malas mandi terlalu pagi itu aku bisa dilakahkan oleh semangat untuk bisa bertemu para pelajar SMP di Kabupaten Pidie Jaya pagi itu.
Usai mandi dan mengenakan pakaian, aku menghidupkan mobil Ford Everest yang ku parkirkan di depan POTRET Gallery untuk memanaskan mesinnya agar perjalanan bisa berjalan aman. Namun tak lama kemudian, azan subuh pun berkumandang Aku pun melaksanakan salat subuh dahulu. Iqbal, yang ikut menemani aku, pun datang dan melaksanakan salat subuh yang hanya 2 rakaat itu. Setelah salat subuh selesai, pikiran lega dan siap untuk tancap gas dan memulai perjalanan itu.
Aku dan Iqbal Perdana, staff di majalah POTRET naik ke mobil dan mulai berangkat serta menjemput seorang teman, Baihaqi yang menginap sekitar 100 meter dari kantor majalah POTRET. Aku sendiri yang  menyopiri mobil yang  menempuh perjalanan sekitar 3 jam yang melewati daerah berbukit di gunung Seulawah. Jarak tempuh ke kota Meureudu, ibu kota Pidie jaya itu sekitar 150 kilometer dari kota Banda Aceh. Tentu saja dengan kecepatan rata-rata antara 80-120 kilometer per jam. Alhamdulilah, pada pukul 08.20 kami sudah tiba di kota Mereudu.
Kami pun mencari warung tepat di depan kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya untuk mengisi perut yang mulai terasa bernyanyi, karena lapar. Di depan kantor Dinas Pendidikan itu kami melihat pak Syaiful, M.Pd, kepala Dinas Pendidikan Pijay melintas jalan menuju ke suatu tempat. Sementara kami, terus menikmati sajian sarapan pagi dengan lauk gulai bebek dengan nasi gurih.
Selesai sarapan, kami masuk ke kantor Dinas pendidikan yang mengundang kami untuk membing anak-anak SMP dari 25 sekolah di daerah itu. Tanpa menunggu lama, kami pamit untuk segera menuju ke SMP Negeri 1 Meureudu yang tak jauh dari kantor Dina situ. Kami disambut oleh kepala sekolah itu dan mempersilakan masuk ke ruang lab IPA yang disediakan sebagai tempat untuk menggelar acara. Tidak lama kemudian, pak Syaiful, M.Pd datang untuk membuka acara pagi itu tepat pukul 09.00 WIB.Â
Dalam pembukaan acara tersebut, Pak Syaiful sebagai kepala Dinas pendidikan meminta aku agar memotivasi anak-anak SMP di daerah ini untuk giat berkarya, salah satunya adalah lewat kegiatan menulis.Â