Berbahagialah kita sebagai orang-orang yang diberikan kesempurnaan hidup oleh Allah yang Maha Pencipta. Sempurna dengan dengan anggota tubuh yang tidak ada kekurangan atau cacat, seperti terganggu mata yang buta atau juling, terganggu telinga menjadi pekak, atau terganggu alat bicara seperti bisu. Yang jelas, secara jasad, kesempurnaan tubuh, tidak kurang satu apa pun. Selayaknya kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kita segalanya.
Beruntung dan berbahagialah kita yang dilahirkan dalam keluarga yang secara material, finansial serba cukup. Tidak merasakan bagaimana sakitnya hidup miskin, apalagi fakir miskin. Tidak merasakan sakitnya hidup karena tidak memiliki rumah, tempat berlindung, kekurangan makan, tak punya pakaian yang serba bersih dan trendy, juga tidak merasakan kesulitan untuk membeli sesuatu yang disukai. Pokoknya, memiliki harta benda dan uang yang bisa jadi lebih dari sekedar dibutuhkan. Ya, sungguh beruntung dan selayaknya bersyukur kepada Allah yang telah melimpahkan rezeki kepada kita.
Tentu saja semakin dan sangat bahagia pula kita, selain memiliki kelengkapan segala anggota tubuh, memiliki harta dan uang yang serba cukup, bisa menjadi orang-orang yang bisa mengenyam pendidikan yang tinggi dan bahkan terus bisa semakin tinggi. Bukan hanya menjadi sarjana, tetapi meraih master, Doktor hingga Proffesor. Sungguh ini nikmat Allah yang paling besar bagi orang-orang yang diberikan kesempurnaan hidup seperti ini. Maka, sekali lagi, selayaknya orang-orang seperti ini pintar bersyukur kepada Allah.
Idealnya, orang-orang yang beruntung diberikan kesempurnaan hidup jiwa dan raga itu, bukan saja menjadi insan atau orang yang mandiri bagi dirinya dan memberikan manfaat dan syafaat bagi banyak orang. Namun, dalam realitas, orang-orang yang sudah diberikan Allah kesempurnaan jiwa dan raga, harta benda dan segalanya, banyak yang tidak bisa hidup mandiri, apalagi memiliki rasa solidaritas yang tinggi terhadap orang-orang lain yang hidupnya menderita atau serba kekurangan. Banyak yang hanya hidup menikmati sendiri semua nikmat Allah yang dilimpahkan kepada mereka. Tidak ada rasa peduli, tidak ada rasa prihatin, juga tidak mau tahu akan nasib orang-orang yang miskin. Ya, begitulah hidup ini.
Kita mungkin berbeda dengan orang-orang yang diberikan Allah sedikit perbedaan. Perbedaan yang kita sebut disabilitas, atau tidak memiliki lengkap atau sempurna seperti kita. Ini hanya sebagai contoh atau pelajaran, atau lesson learn bagi kita. Bisa pula sebagai inspirasi bagi kita.
Lelaki yang tuna rungu ini, mungkin bisa menjadi pelajaran bagi kita dan banyak orang. Banyak pelajaran yang bisa dipetik daro hidupnya yang masih relative muda. Ia masih hidup lajang, karena masih belum menikah. Bisa jadi ia sudah punya keinginan menikah, namun sering berbentur dengan kekurangannya. Banyak gadis yang menyukainya, namun kandas ketika orang tua si gadis tidak menerima karena kekuarangannya secara fisik itu.
Andri adalah remaja tuna rungu yang mandiri. Ia tidak mau tinggal bersama orang tuanya, tetapi memilih tinggal sendiri di bengkel yang dibukanya dekat dengan kantor Redaksi Majalah POTRET dan majalah Anak Cerdas.Â
Juga dekat dengan warung kopi yang selalu ramai dikunjungi orang. Kemandirian Andri, bukan saja karena ia bisa memilih hidup sendiri, tanpa membenani orang tua, tetapi juga kemandirian dalam menjalankan usaha bengkelnya. Ia masih beruntung karena ayahnya memiliki sepetak tanah di pinggir jalan  Prof. Ali Hasyimi, Pango Raya, Banda Aceh itu. Dengan modal ketrampilan sebagai tukang bengkel dan cuci motor, ia memanfaatkan bangunan kecil milik ayahnya untuk menjalankan usaha bengkel dan cuci motor.Â
Di tempat ini ia bekerja keras, gigih dan tekun. Bukan hanya itu, dilihat dari perjalanan usahanya, Andri memang rajin dan mau bekerja keras. Bahkan tergolong sangat kreatif, karena perkembangan usahanya bermetamorfosis dari hanya usaha menambal atau menempel ban, berkembang pada bengkel service sepeda motor dan cuci motor beserta ambal.
Selain itu, akhir-akhir ini ia menambah lagi usahanya dengan menjual minyak atau BBM. Jadi, ia tidak hanya bergerak pada satu bidang, tetapi terus melihat peluang yang ada. Bukan hanya itu, karena ia tinggal berdekatan dengan warung kopi Gerobak dan Cut Nun, pada malam hari ia dan kawannya mengambil peran sebagai tukang parkiran
Tinggi rasa solidaritasnya
Bayangkan saja, ia bisa mempekerjakan  4 orang tuna rungu yang bukan berasala dari kota Banda Aceh, tetapi dari luar kota Banda Aceh, seperti Muhamzirullah, Muhammad dan Nasrullah, tuna rungu yang berasal di Sigli.  Juga ada Rizky yang berasal dari Meulaboh, Aceh barat  bekerja di bengkelnya.
Ketika ditanya, mengapa ia menerima mereka bekerja di bengkelnya, dalam Bahasa isyarat ia mengatakan karena sayang melihat kawan-kawannya yang tuna rungu itu hidup miskin, tidak punya pekerjaan. Jadi ia merasa kasihan terhadap teman-temannya itu dan menerima mereka bekerja dan tinggal bersamanya di bengkel sepeda motor itu.
Kehebatan Andri, bukan saja karena ia mandiri dan memiliki solidaritas yang tinggi terhadap sesame tuna rungu, Â Andri yang masih muda itu, memilih teman tuna rungu, juga karena mereka adalah orang-orang yang rajin, mau bekerja keras. Apalagi orang tua mereka sendiri tidak mampu dan juga tidak mau membuka usaha bagi mereka.
Hebatnya lagi, ia punya teman dari luar negeri, di Inggris. Ada beberapa temannya di Inggris yang datang berkunjung ke bengkelnya dan malah menginap di bengkelnya. Apakah ia bisa berbahasa Inggris? Jelas tidak, namun karena ia punya Bahasa tersendiri, mungkin Bahasa sandi itulah yang membuat mereka berkomunikasi dan berteman.
Sayangnya, kendatipun Andri adalah remaja mandiri, setia kawan, suka bekerja keras dan punya usaha, Andri belum pernah merasakan nikmat bantuan modal usaha dari pihak pemerintah. Ia adalah sosok kaum disabilitas yang luput dari perhatian pemerintah yang katanya peduli terhadap kaum disabilitas.Â
Kendatipun demikian, ia tidak mengeluh. Andri terus menjalankan aktivitasnya bersama-sama temannya yang senasib. Selayaknya kita yang memiliki kesempurnaan malu terhadap mereka. Kita yang sempurna tidak mampu dan tidak mau menjalankan peran hidup seperti Andri. Semoga saja, pihak pemerintah, entah Dinas Sosial, maupun Dinas-dinas lainnya milik pemerintah mau membuka mata, melihat dan datang memberikan mereka motivasi dengan berbagai cara yang bisa.
Inilah mungkin apa yang dikatakan orang bijak. Seperti yang pernah dikatakan oleh HAMKA, alam terkembang adalah guru. Artinya, untuk berguru atau belajar sesuatu itu tidak harus di sekolah, tetapi bisa belajar pada alam yang terkembang. Alam yang kita diami ini memberikan banyak sekali pelajaran kepada kita, tergantung pada diri kita, apakah kita mau belajar atau tidak. Salah satu pelajaran itu adalah apa yang diperlihatkan oleh Andri Supriadi kepada kita. Mari kita belajar lagi.