Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudah Penuh Peluh, Masih Menulis

14 September 2017   22:24 Diperbarui: 14 September 2017   22:33 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Majalah Anak Cerdas

Oleh Tabrani Yunis

Malam ini, tiba-tiba aku teringat pada sebuah kegiatan yang menarik yang aku dan kawan-kawan lakukan dalam membangun gerakan literasi di sekolah-sekolah.  Aku bersyukur. Alhamdulilah, pukul 07.30 mobil Ford Ranger tahun 2002 yang aku sopiri  sendiri dari kota Banda Aceh ke Trienggadeng, Pidie Jaya aku parkirkan di depan sebuah warung kopi di pasar Trienggadeng. 

Turun dari mobil, aku bersama staf layout majalah POTRET dan majalah Anak Cerdas masuk menuju warung dan bertanya, bila ada nasi untuk sarapan. Ternyata tidak ada dan kami mencari warung lain yang tidak jauh dari warkop itu dan ada sebuah warung yang di depannya menjual nasi untuk sarapan pagi. Kami pun, pak Bayhaqi, Iqbal dan aku, menyantap sajian kari bebek ala Pidie Jaya itu, ditambah segelas kopi.

Dok. Anak Cerdas
Dok. Anak Cerdas
Sarapan pagi itu, ya cukuplah sebagai pengganti energi yang dihabiskan karena mengemudi mobil sejak pukul 04.30 pagi dari Banda Aceh ke Treinggadeng, Pidie jaya. Tentu saja, mengisi kampung tengah di kala pagi itu dimaksudkan agar jangan nanti ketika acara atau kegiatan berlangsung, perut bernyanyi meminta segera diisi. Jadi, dengan sepring nasi gurih dan sepotong daging bebek itu cukuplah tenaga untuk beraktivitas sampai saat makan siang. Ternyata memang benar.  

Usai sarapan pagi di passar Trienggadeng, Pak Bayhaqi yang menjadi penghubung dengan pihak kepala SD Negeri Kuta bate, Pidie jaya itu mengajak kami bergerak menuju sekolah yang dituju, yakni SD Negeri Kuta Bate. Aku naik ke mobil dan menghidupkan mesin, sementara Iqbal dan bayhaqi masih di belakang menuju mobil dan kemudian naik ke mobil. Aku mulai bermain dengan stir dan memutar arah menuju sekolah. Sesampai di pintu gerbang sekolah, kami sudah melihat ada sejumlah anak SD dari SD Negeri 2 Trienggadeng,  didamping oleh seorang guru yang kemudian dikenal namanya dengan bu Dessy yang akan ikut mendamping anak-anak  dalam acara yang akan kami gelar itu.

Selain bu Dessy dengan sejumlah anak dari sekolah SD Negeri 2 Trienggadeng tersebut, kami dipermukan dengan guru-guru SD Negeri Kuta bate. Bahkan saat aku parkir mobil di pekarangan atau halaman sekolah, kepala SD Negeri Kuta bate, Nurhayati langsung menghampiri kami dan mempersilakan masuk ke ruangan guru. Namun, kami lebih memilih berada di luar, sekalian mengamati gedung sekolah yang pada  tanggal 7  Desember 2016 lalu diguncang gempa dengan kekuatan 6,5 SR.

 Di beberapa bagian bangun sekolah tersebut terlihat ada yang retak-retak, namun masih digunakan. Sementara di halaman sekolah itu juga ada sebuah kelas yang dibuat dari tenda. Tenda ini menjadi kelas sementara, sambil menunggu dibangunnya bangunan kelas lain.  Tenda itu kemudian kami pilih sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan dengan lebih kurang 150 anak.

Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Anak-anak yang akan ikut acara, sudah menempati tikar atau karpet yang dikembangkan di bawah tenda tersebut. Mereka tampak sangat antusias untuk mengikuti acara itu. Dengan sangat teratur mereka tempati ruang-ruang kosong di atas tikar yang sudah dibentang itu.  Ya, mereka seakan ingin cepat dapat mengetahui bagaimana jalannya acara. Agar suara yang mengisi acara bia didengar oleh semua peserta, Iqbal Perdana membantu memasang soundsystem dan mengopereasikan laptop untuk menampilkan bahan yang akan disajikan kepada anak-anak tersebut.

Untuk memulai acara, aku meminta kepala sekolah untuk membuka acara tersebut. Kebetulan pula pada hari itu ikut hadir kepala Dinas Pendidikan Pidie Jaya, Saiful M.Pd. Maka, usai pengantar diberikan oleh kepala sekolah, dilanjutkan dengan wejangan dari kepala Dinas kepada anak-anak. dalam arahannya, kepala Dinas Pendidikan Pidie jaya ini, berusaha memberikan motivasi kepada anak-anak bahwa semua hal bisa ditulis, semua orang bisa menulis. yang paling penting adalah mau. 

" Anak-anak yang cerdas", ujar pak Kadis. Kalian sehari-hari sepulang sekolah, apa yang kalian lakukan? Anak-anak ada yang menjawab, mencari ikan di kolam pak. Nah, bisakah kalian ceritakan secara tertulis tentang kegiatan mencari ikan tersebut. Yang lain? tanya pak Kadis? Seorang anak menjawab, saya pulang sekolah bermain bola dengan teman-teman. Nah, kamu bisa ceritakan tentang main bola ya, tukas kadis. Anak-anak mengangguk.

Kepala Dinas Pendidikan, Saiful M.Pd menjadi semakin bersemangat ketika melihat anak-anak yang semakin antusias mengikut acara setengah hari belajar berkarya lewat tulisan, lukisan/gambar, menulis puisi dan lain-lain. Namun, karena keterbatasan waktu, Kadis Disdik, menyerahkan forum kepadaku. 

Maka, pada awal kegiatan itu, aku mengajak anak-anak bernyanyi lagu. Ada lagu wajib nasional, ada pula lagu-lagu bebas, termasuk lagu bahasa Inggris, seperti if you are happy, baby finger dan lainnya.  Semangat anak-anak pun semakin memuncak. Lalu sesi motivasi untuk mengajak dan mendorong anak-anak berkarya sejak dini pun dimulai. Ketika ditanya, siapa di antara kalian yang selama ini sudah sering menggambar dan gambar itu dipajang di mading sekolah? Ya, karena yang ditanya gambar, maka banyak anak yang tunjuk tangan.

 Karena banyak yang tunjuk tangan, lalu agar mereka termotivasi, aku memberikan meeeka pujian. Wah bagus, hebat dan pantas mendapat penghargaan. Sekali lagi, mereka semakin bersemangat. Oleh sebab itu, agar mereka tetap semangat aku meminta mereka mengumpulkan gambar, agar nanti diseleksi untuk dimuat di majalah Anak Cerdas. 

Usai memberikan mereka motivasi dalam hal karya gambar atau lukisan, aku melanjutkannya pada tataran kemampuan mengekspresikan pikiran, perasaan dan bahkan emosi ke dalam puisi. Cukup lumayan juga. Caranya, ya dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan dan ungkapan yang memotivasi. Nah, karena waktu yang relatif singkat dan suasana panas di bawah tenda makin terasa, anak-anak diajak menulis. Mereka harus mulai menulis. 

Namun, ada yang berani bertanya, menulis apa? Juga ada yang berkata, aku tidak bisa menulis pak. masih banyak lagi uangka[pan-ungkapan kesulitan di mulut anak.  dalam kondisi semacam ini, aku mulai meminta mereka menceritakan tentang diri mereka sendiri. Mulailah mereka membuat pulpen menari-nari di atas kertas. Aku pun terus memacu mereka dengan semangat menulis. ternyata dalam waktu singkat mereka sudah menulis hampir dua halaman. 

Oleh sebab itu, sebagai bentuk apresiasi terhadap keecepatan meeka menulis, aku mengumpulkan 5 tulisan tercepat. Lalu, aku memberikan hadiah berupa paket majalah Anak Cerdas. Tentu saja mereka sangat berbangga.

Usai menulis tulisan pertama tentang diri mereka, lalu tugas kedua adalah menulis tentang orang-orang yang mereka sayangi. Misalnya ayah, ibu, kakak atau abang dan sebagainya. Tugas yang kedua ini adalah tugas yang lebih sedikit berat bagi meeka karena mereka harus mengumpulkan informasi tentang orang yang akan meeka ceritakan. 

Kendati agak berat, ada saja jalan bagi mereka untuk memaparkan kisah tentang orang-orang yang mereka sayangi tersebut. Hal yang begitu menakjubkan aku adalah ketika semangat meeka untuk menulis semakin tinggi, suasana panas yang semakin terik membuat suasana di bawah tenda semakin panas pula. Panasnya suasana di bawah tenda, ternyata tidak membuat semangat anak-anak ini menurun atau surut, malah ada yang sudah bermandikan peluh atau keringat di bawah panasnya hawa tenda itu. 

Namun mereka malah terus bersaing dengan teman-teman mereka menulis hingga dua halaman, karena bagi meeka yang cepat selesai dua halaman, akan langsung mendapat hadiah berupa satu majalah Anak Cerdas. Jadi jangan heran, kalau dengan cara ini ternyata bisa mendorong anak-anak menulis dengan mudah. 

Itulah suasana latihan menulis sekitar dua jam bersama anak-anak SD Negeri Kuta Bate, Pidie jaya pada tanggal 26 Agustus 2017 yang lalu.  Para guru di sekolah sebenarnya bisa melakukan hal yang sederhana ini. Sayangnya para guru seperti banyak yang kehilangan cara atau metode untuk mengajarkan anak-anak menulis. Andai saja para guru mau melakukan hal yang sederhana ini, insya Allah semnagat gemar berkarya sejak usia dini di kalangan anak-anak kita bisa terbangun. Sehingga persoalan literasi dan rendahnya minat baca akan teratasi. Selamat hari Aksara sedunia. Mari kita bangun gerakan literasi lebih giat lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun