Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudah Penuh Peluh, Masih Menulis

14 September 2017   22:24 Diperbarui: 14 September 2017   22:33 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka, pada awal kegiatan itu, aku mengajak anak-anak bernyanyi lagu. Ada lagu wajib nasional, ada pula lagu-lagu bebas, termasuk lagu bahasa Inggris, seperti if you are happy, baby finger dan lainnya.  Semangat anak-anak pun semakin memuncak. Lalu sesi motivasi untuk mengajak dan mendorong anak-anak berkarya sejak dini pun dimulai. Ketika ditanya, siapa di antara kalian yang selama ini sudah sering menggambar dan gambar itu dipajang di mading sekolah? Ya, karena yang ditanya gambar, maka banyak anak yang tunjuk tangan.

 Karena banyak yang tunjuk tangan, lalu agar mereka termotivasi, aku memberikan meeeka pujian. Wah bagus, hebat dan pantas mendapat penghargaan. Sekali lagi, mereka semakin bersemangat. Oleh sebab itu, agar mereka tetap semangat aku meminta mereka mengumpulkan gambar, agar nanti diseleksi untuk dimuat di majalah Anak Cerdas. 

Usai memberikan mereka motivasi dalam hal karya gambar atau lukisan, aku melanjutkannya pada tataran kemampuan mengekspresikan pikiran, perasaan dan bahkan emosi ke dalam puisi. Cukup lumayan juga. Caranya, ya dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan dan ungkapan yang memotivasi. Nah, karena waktu yang relatif singkat dan suasana panas di bawah tenda makin terasa, anak-anak diajak menulis. Mereka harus mulai menulis. 

Namun, ada yang berani bertanya, menulis apa? Juga ada yang berkata, aku tidak bisa menulis pak. masih banyak lagi uangka[pan-ungkapan kesulitan di mulut anak.  dalam kondisi semacam ini, aku mulai meminta mereka menceritakan tentang diri mereka sendiri. Mulailah mereka membuat pulpen menari-nari di atas kertas. Aku pun terus memacu mereka dengan semangat menulis. ternyata dalam waktu singkat mereka sudah menulis hampir dua halaman. 

Oleh sebab itu, sebagai bentuk apresiasi terhadap keecepatan meeka menulis, aku mengumpulkan 5 tulisan tercepat. Lalu, aku memberikan hadiah berupa paket majalah Anak Cerdas. Tentu saja mereka sangat berbangga.

Usai menulis tulisan pertama tentang diri mereka, lalu tugas kedua adalah menulis tentang orang-orang yang mereka sayangi. Misalnya ayah, ibu, kakak atau abang dan sebagainya. Tugas yang kedua ini adalah tugas yang lebih sedikit berat bagi meeka karena mereka harus mengumpulkan informasi tentang orang yang akan meeka ceritakan. 

Kendati agak berat, ada saja jalan bagi mereka untuk memaparkan kisah tentang orang-orang yang mereka sayangi tersebut. Hal yang begitu menakjubkan aku adalah ketika semangat meeka untuk menulis semakin tinggi, suasana panas yang semakin terik membuat suasana di bawah tenda semakin panas pula. Panasnya suasana di bawah tenda, ternyata tidak membuat semangat anak-anak ini menurun atau surut, malah ada yang sudah bermandikan peluh atau keringat di bawah panasnya hawa tenda itu. 

Namun mereka malah terus bersaing dengan teman-teman mereka menulis hingga dua halaman, karena bagi meeka yang cepat selesai dua halaman, akan langsung mendapat hadiah berupa satu majalah Anak Cerdas. Jadi jangan heran, kalau dengan cara ini ternyata bisa mendorong anak-anak menulis dengan mudah. 

Itulah suasana latihan menulis sekitar dua jam bersama anak-anak SD Negeri Kuta Bate, Pidie jaya pada tanggal 26 Agustus 2017 yang lalu.  Para guru di sekolah sebenarnya bisa melakukan hal yang sederhana ini. Sayangnya para guru seperti banyak yang kehilangan cara atau metode untuk mengajarkan anak-anak menulis. Andai saja para guru mau melakukan hal yang sederhana ini, insya Allah semnagat gemar berkarya sejak usia dini di kalangan anak-anak kita bisa terbangun. Sehingga persoalan literasi dan rendahnya minat baca akan teratasi. Selamat hari Aksara sedunia. Mari kita bangun gerakan literasi lebih giat lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun