Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Strategi Jitu Jadi Headline di Kompasiana

26 Mei 2017   19:58 Diperbarui: 22 Agustus 2017   18:07 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Tabrani Yunis

Dulu, ketika fasilitas internet belum ada,  orang-orang yang suka dan mau menulis umumnya mencoba mengirimkan tulisan ke media cetak. Ya, mereka   memublikasi tulisan atau karya tulis di surat kabar, majalah, buletin, newsletter atau juga ke jurnal. Bahkan untuk kalangan sekolah, madrasah, dari tingkat sekolah  dasar,  banyak yang  memajang karya tulisa, lukisan dan sebagainya  di mading, alias majalah dinding. Mading adalah media publikasi yang sifatnya sangat terbatas dan tingkat seleksinya juga bisa dikatakan tidak ada. Apalagi keberadaan mading adalah sebagai alat untuk memotivasi anak-anak senang atau suka berkarya. Jadi kebutuhannya, sebatas bisa menampilkan dan bisa dibaca orang-orang. Minimal bisa dibaca oleh orang-orang di sekitar lingkungan sekolah saja.  Jadi kalau ingin dibaca oleh orang-orang di luar lingkungan sekolah, tidak akan terjadi, kecuali banyak orang yang datang berbondong ke mading. Itu jelas tidak mungkin. Karena mading memang bukan  untuk konsumsi publik. 

Nah, sangat berbeda dengan publikasi di media cetak yang sering disebut sebagai media mainstream atau media publik itu. Menulis di media cetak, seperti surat kabar, majalah dan jurnal itu, tantangannya juga berbeda-beda, tergantung tingkat dan popularitas media tersebut. Semakin besar dan luas pengaruh dan jangkauannya, maka semakin sulit bisa masuk. Untuk media terbitan Jakarta, yang sering disebut media nasional, tingkat kesulitan menembus media tergolong tinggi. Itu juga masih dilihat dari pengaruh dn kaliber medianya. Kalau kita mengambil contoh harian Kompas misalnya, tentu banyak orang yang merasa sangat sulit untuk bisa tembus di Kompas. Sehingga banyak yang mengatakan ya,  berat dan bahkan ada yang sangat berat. Dikatakan berat, karena tidak sembarangan orang bisa tembus, ya tidak semua orang bisa memuat tulisan atau karya mereka. Karena untuk pemuatan sebuah karya tersebut ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi. Mungkin banyak yang tidak percaya dikatakan sangat sulit. Menjadi sangat sulit, sebenarnya bukan karena mereka buat menjadi sulit. Namun, sulit karena kita tidak bisa memenuhi kriteria yang sudah mereka buat. Misalnya, salah satu syarat adalah tulisan itu harus singkat dan padat. Lalu, aktual dan  menarik dibaca. Tidak bertele-tele. Analisisnya mendalam dan sebagainya. 

Kriteria seperti ini tentu tidak hanya di Kompas, tetapi juga di media lain seperti Republika, Suara pembaruan, Media Indonesia, dan lain-lain. Namun, tingkat kesukaran itu akan dirasakan oleh masing-masing penulis. Ada yang merasa sangat sulit menembus ke harian Kompas, namun mudah di media lain seperti Republika. Namun, di media masa seperti media nasional yang populis itu memang tidak mudah. Namun, sebagai penulis kita tidak boleh menyalahkan pihak media tersebut dengan mengatakan bahwa agar tulisan kita bisa dimuat, kita harus kenal dengan orang dalam. Mungkin pula banyak yang beranggapan bahwa penulis di media tersebut hanya untuk kalangan tertentu, yang kualitasnya belum tentu bagus dan sebagainya. Ada baiknya, kita sebagai penulis mempelajari dengan benar dan sungguh-sungguh kriteria yang dikeluarkan oleh setiap media tersebut. Bila kita bisa memenuhi kriteria tersebut, Insya Allah kita bisa tampil di media tersebut. Kuncinya, terus berupaya meningkatkan kualitas tulisan, lalu jangan pernah putus asa dan merasa patah hati karena tulisan kita tidak diumuat. Bisa jadi sampai lebih dari 20 kali mengirim tulisan dan tidak dimuat, namun ada kemungkinan tulisan itu dimuat.

Ketika tulisan kita dimuat, pasti rasa bangga, rasa suka itu akan membuat kita merasa terlambung-lambung, apalagi bila ada yang menelpon dan menyampaikan bahwa tulisan anda dimuat di koran ini. Wah., selamat ya. Pokoknya, ketika tulisan kita dimuat, maka rasa kecewa yang dirasakan berkali-kali tersebut akan terobati. Apalagi di media nasional seperti Kompas tersebut, ketika tulisan kita dimuat di Opini, maka hasil jerih menulis itu memang lumayan menggembirakan. Walau sebenarnya, tujuan banyak penulis bukan karena mendapat honor tulisan semata, tetapi bisa masuk ke media tersebut adalah sebuah kepuasan batin yang tiada taranya.  Tentu saja tidak salah, bila mendapat honor tulisan, karena honor itu adalah sebuah penghargaan terhadap sebuah tulisan yang lolos dari sebuah penilaian yang valid dan berkualitas tersebut. Maka, wajar saja, kalau banyak orang yang berusha mampu menulis dan berupaya tembus masuk ke media nasional.

Kini, setelah keberadaan sarana internet dan berbagai fasilitas komunikasi yang semakin canggih, media massa cetak banyak yang beralih ke media online. Namun media yang kuat dan besar, masih tetap bertahan dengan edisi cetaknya, sembari mengantisipasi perkembangan teknologi media masa dengan menambah fasilitas Online. Bukan saja media cetak beralih ke dunia maya, tetapi memang banyak media yang sejak awal tumbuh dan berkembang atau memilih media online. Majalah POTRET, media perempuan kritis dan cerdas, yang terbit di Aceh pun memilih online dengan situsnya www.potretonline.com. Apalagi media di jakarta yang tingkat persaingannya sangat besar. Namun salah satu media online yang sangat besar warga penggunanya adalah  www.kompasiana.com . Media ini  menempatkan diri sebagai media warga yang  memberi ruang yang sangat besar kepada masyarakat untuk menulis lewat pendekatan sistem citizen journalism. Setiap orang yang terdaftar sebagai anggota warga Kompasiana  bisa mengisi ruangan yang disediakan. Di sini, tidak ada yang secara detail melakukan editing dan menolak tulisan kita. Kecuali mengatur, mana yang akan masuk sebagai tulisan  artikel pilihan, serta menjadi headline. Jadi, jangan berharap nanti ada yang akan melakukan koreksi terhadap kesalahan ketik, atau huruf besar dan kecil dan segala hal kecil-kecil itu. Artinya tulisan anda akan menjadi tanggung jawab anda.

Lalu, apa yang menarik dan membuat para penulis terus berharap ketika menulis di Kompasiana? Mau honor? jelas-jelas tidak ada honor. Lalu, apa pula yang diharapkan? yang jelas, setiap penulis, di arena Kompasiana, ingin tulisannya masuk sebagai tulisan atau artikel pilihan. Sangat diharapkannya bisa tampil sebagai headline. Bukan hanya itu, menjadi kebanggaan bagi setiap Kompasianer untuk masuk dalam kategori terpopiler, nilai tertinggi, gress dan juga featured.  Tentu tidak semua orang, tidak semua tulisan akan bisa masuk ke ranah itu. Banyak tulisan yang hanya bertengger di artikel terbaru, tanpa singgah di deretan artikel pilihan. Padahal, harapannya kalau tidak masuk jadi headline, ya  masuk di jajaran artikel pilihan.

Tampaknya, tidak banyak penulis yang mengetahui rahasia untuk bisa bertengger di artikel pilihan dan naik ke headline. Oleh sebab itu, selayaknya setiap warga Kompasianer memeng harus belajar dan mempelajari strategi apa agar tulisannya bisa berada di deretan artikel pilihan dan masuk ke headline. yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya, apa strategi jitu untuk masuk jadi headline. Pasti para anggota sedikit banyaknya sudah tahu apa rahasianya. Tidak salah dan tidak berdosa bila para penulis lain bisa berbagi tips dan pengalaman ini. Ayo kita berbagi.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun