Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mereka Mengadakan Festival Dosa

12 Mei 2017   20:40 Diperbarui: 12 Mei 2017   21:14 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Tabrani Yunis

Lain lubuk, lain ikannya. Lain Padang, lain pula belalangnya. Begitulah kata pepatah lama yang pernah diajarkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia, ketika masih duduk di bangku sekolah. Pepatah yang mengingkat kita bahwa sesungguhnya lain tempat, akan lain pula orang dan perilakuknya, lain pula bahasa dan budayanya, lain pula agama dan kepercayaannya dan sebagainya. Jadi, masing-masing tempat, masing-masing akan saling berbeda dalam berbagai hal, termasuk Bahasa dan maknanya.

Indonesia saja, contohnya. Negara yang kaya dengan suku bangsa, Bahasa dan adat istiadat, serta perbedaan agama dan kepercayaan, membuktikan bahwa pepatah di atas itu sangat relevan bagi kita. Ya, Indonesia yang multi cultures, multi religions, multi languages, multi races, namun bersatu dalam  satu bangsa, Negara dan Bahasa. Begitu pula dalam hal keragaman bahasa, masyarakat Indonesia juga memiliki ratusan Bahasa yang berbeda. Perbedaan itu, bisa secara minor, maupun secara mayor. Bukan saja perbedaan, tetapi juga terkadang banyak kesamaan.  Perbedaan dan kesamaan itu, sering membuat kita tertawa, karena terkesan lucu dan bahkan ada yang bila disandingkan dengan Bahasa kita, ada hal-hal yang terkesan porno, tidak senonoh, atau malah tidak tepat dan malah lucu yang membuat kita tertawa terkekeh-kekeh.

Penulis teringat dengan kekagetan suatu ketika di tahun 2005, di bulan Februari. Pada saat itu, sebenarnya penulis masih dalam keadaan kalut dan tidak stabil, karena mengalami musibah bencana tsunami. Tiba-tiba, dalam kekalutan itu, penulis mendapat kesempatan  dan tawaran untuk terbang ke India. Ke India dalam rangka berkunjung dan belajar tentang child help line, sebuah metodologi penangan kasus-kasus kekerasan terhadap anak di India.  Tawaran itu diberikan oleh sebuah organisasi Internasional yang concern pada isu anak, yakn Plan International. Penulis  bersama sejumlah sahabat yang bekerja untuk isu anak-anak, dibawa oleh Plan Internaional yang berkantor di Jakarta.

Organisasi social di India bagian selatan itu sudah lama memiliki pengalaman dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Oleh sebab itu, kami mendapat kesempatan untuk mempelajari tentang cara-cara penagangan kasus yang menimpa anak- anak di India. Pada waktu yang bersamaan ada wilayah dekat pantai di Nagatipatinem yang dihantam dahsyatnya gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 itu.

 Kesempatan ini, sangatlah berguna dan berharga, karena ketika penulis saat itu masih diselimuti trauma tsunami. Apalagi keguncangan jiwa masih sangat berat,  karena kehilangan anak dan isteri serta harta benda Alhamdulilah, penulis bersyukur  mendapatkan kesempatan untuk bisa berangkat ke India. Kesempatan itu penulis niatkan pula  untuk bisa mencari orang-orang kesayangan, yang dicintai yang hilang dalam bencana tsunami saat itu. Siapa tahu, atas kekuasaan Allah, salah satu dari mereka ada yang terdampar di sana. Maka, ketika penulis ditelpon oleh pihak Plan Internaional pada saat itu, aku langsung memberikan jawaban yang menyatakan bersedia, walau pada saat itu, penulis sudah tidak memiliki passport lagi. ya sudah hanyut dibawa tsunami. Namun,  disanggupi dan  penulis mengurus passport baru di Lhok Seumawe, Aceh. Alhamdulilah prosesnya cepat dan  kembali memiliki passport yang memudahkan langkah bisa berjalan ke luar negeri.

Perjalanan ke India, dilalui lewat Jakarta, setelah bertemu dengan teman-teman yang akan berangkat bersama, mendapatkan pembekalan, kami berangkat lewat Bandara Soekarno- Hatta, Cengkareng, lalu transit di KL dan melanjutkan perjalanan ke India. Kota tujuan kami adalah Chennai, Madras, India. Perjalanan dari KL ke Chennai, mungkin sekitar 3 jam ya. Jadi lupa, karena sudah lama. Ini adalah perjalanan pertama penulis ke luar negeri pasca bencana tsunami. Walau sebelumnya di bulan Juni 2003,  pernah mendapat kesempatan mengikuti acara konferensi Internasional di Melbourne Uni, di Melbourne Australia. Perjalanan ke India kali ini, juga menjadi perjalanan pertama ke negeri Indira Gandhi ini

Perjalanan saat itu menjadi sangat menarik, teman-teman yang berangkat bersama bukan hanya dari satu daerah, tetapi mulai dari Surabaya, Jakarta, Medan dan Aceh. Keberagaman teman dan juga latar belakang, karena ada 3 polisi, dan praktisi LSM yang bekerja untuk isu anak itu, membuat penulis mendapat kawan baru. Mereka sanga peduli dan mengerti dengan kondisi penulis yang sedang galau dan drop saat itu. Jadi, sangat banyak hal menarik, unik dan mengesankan dari perjalanan ke Chennai, Madras saat itu

Menikmati Kari India

Perjalanan ke India, tentu tidak sama seperti kita mengadakan perjalanan ke Swiss, Helsinki atau ke Benua Australia dan Amerika. Seperti dipaparkan di atas, lain lubuk, lain ikannya, lain padang, lain pula belelangnya. Bagi orang kita Indonesia, akan menemukan perbedaan pada sajian makanan India yang serba kari itu. Walau sebenarnya di Aceh juga banyak pengaruh budaya India dalam hal makanan kari. Namun kari di India terasa sangat pekat. Nah, mengenal, masakan India, penulis asih ingat dengan Idli, sambar dan beberapa lainnya. Usai makan nasi kari India, bau di tangan akan lama hilang. Sehingga seusai makan, bila menggunakan tangan, tidak pakai sendok, maka jangan segan-segan cuci tangan dengan sabun.

Festival Dosa

Setelah dua hari berada di Chennai, belajar di ruangan pertemuan di sebuah hotel di Chenai Madras, India itu, pada hari ke tiga, kami menngunjungi sebuah LSM di Nagatipatinem, yang terletak di pinggir pantai Samudra India itu. Daerah yang juga dihantam bencana tsunami saat itu. Buktinya, banyak kapal besar dan kecil yang dihempas bencana tsunami saat itu, juga banyak rumah pendudukan yang hancur.

Nah, dalam perjalanan ke Nagatipatinem itu, kami bermalam semalam di Madurai. Perjalanan dari Chenai ke Madurai memakan waktu lebih kurang satu jam dengan pesawat. Madurai, adalah sebuah kota kecil yang penduduknya ada banyak yang muslim. Namun, ketika pagi, saat kami mau berangkat ke Nagatipatinem dengan menumpang mobil sewa, tiba-tiba kami terperangah melihat sebuha pengumuman di kaca, dekat resepsionis hotel itu.

Ya, terperangah membaca  tulisan “Festival dosa”. Wah, aneh sekali kota ini. Mengapa masyarakatnya membuat acara festival dosa? Ini, benar-benar keterlaluan, begitu dalam pikiran penulis. Bagaimana bisa ya, mereka memfestivalkan dosa? Ya, ini benar-benar keterlaluan.

Nah, karena rasa ingin tahu terus berkecamuk di pikiran, maka penulis bertanya kepada resepsionis hotel. Dengan kemampuan Bahasa Inggris, cukup makan, penulis bertanya. “ Tabrani : Excuse me, Miss. Would you please tell me what festival is it?”

Receptionist : Oh, sure. Dosa festival is a festival of food. Dosa is a kind of food in India.

Tabrani Yunis : Really? I thought it was a festival of sin. Ha ha ha

Ya, ternyata penulis keliru memahami tentahg festival itu. Nah, bagaimana dengan anda? Pernahkah anda mendengar atau menyaksikan festival Dosa? Pasti anda akan bertanya juga, lho kok ada festival dosa? Masa iya sih dosa difstivalkan? Ya, bisa saja sejumlah pertanyaan akan mencuat di fikiran kita saat mendengar ada pengumuman atau selebaran tentang festifal dosa tersebut. Kita pasti akan berkata, ah gila, ada -asa saja manusia sekarang, dosa saja sudah difestivalkan. Ini benar-benar kerjaan orang gila. Ya begitulah sejumlah ungkapan yang muncul dari mulut kita.  Namun, setelah dicari jawaban, festival dosa adalah festival makanan sejenis kerupuk. Ha ha ha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun