Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Getaran-getaran di Jembatan Ampera

14 Oktober 2016   15:58 Diperbarui: 14 Oktober 2016   16:20 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan ke Palembang bagiku sangat mengesankan, walaupun aku tidak begitu lama bisa menikmati Palembang yang kini semakin giat berbenah itu. Ya, kota ini sedang giat-giatnya membangun. Bukan saja membangun monorel yang konon akan digunakan untuk penyelenggaraan pesta olah raga terbesar, SEA Games pada tahun depan itu. Kesiapan provinsi ini menjadi tuan rumah SEA games tersebut, menjadi trigger bagi pembangunan daerah ini. Tak ayal, bila kini tumbuh bangunan-bangunan besar dan megah, termasuk fasilitas olah raga yang akan digunakan para atlet dari beberapa Negara tersebut. 

Geliat pembangunan yang begitu pesat ini, menimbulkan kesan sesungguhnya provinsi ini memiliki orang-orang hebat di Pusat yang dapat berkontribusi positif untuk membangun Palembang sebagai kota yang lebih modern. Ya, oleh sebab itu, terus terang perjalananku yang pertama ini, meninggalkan banyak kesan di dalam ingatan. Selain nikmatnya empek-empek Palembang dan kesan provinsi ini yang seakan berubah nama dari kota Palem bang, menjadi kota Sawit Bang, pada cacatan perjalanan bagian pertama, banyak sekali yang menarik untuk aku ulas lagi pada tulisan-tulisan bagian kedua ini dan juga untuk tulisan-tulisan lain pada episode yang berbeda.

Ada banyak catatan kecil yang kini masih belum diramu menjadi sebuah laporan perjalanan. Aku akan berupaya untuk bisa menuliskannya dalam beberapa tulisan ke depan. Lalu, apa yang menarik untuk kita simak pada catatan perjalanan yang kedua ini.

Ada yang menarik dan sangat mengagetkan, kalau tidak bisa dikatakan sangat memesona, kala berada di dekat jembatan Ampera. Jembatan yang panjangnya tercatat sepanjang 1.117 meter, dengan lebarnya 22 meter dan tingginya 63 meter, memiliki menara setinggi 63 meter itu. Jembatan itu memiliki banyak catatan sejarah dan daya Tarik, serta cerita. Banyak orang yang datang menikmati kota Palembang dengan mencoba meraba-raba merasakan detak serta getaran jembatan Ampera tersebut. Mungkin banyak pula orang yang tidak bisa meraakan bahwa sesungguhnya di jembatan Ampera tersebut, baik di atas, samping maupun di bawah jembatan itu, ada getaran –getaran hebat yang terjadi. Getaran-getaran tersebut, bak ibarat denyut nadi yang mengalirkan darah di tubuh kita.

Bagiku, getaran-getaran itu sangat terasa ketika aku duduk dan berjalan-jalan di tepian sungai Musi, tempat jembatan Ampera itu terbentang. Melewati sisi tebing, di kawasan belakang pasar 16, atau kala duduk di salah satu dari sekitar 100 an warung yang berada di bawah jembatan Ampera itu, kita bisa merasakan  banyak denyut dan getaran jembatan Ampera. Getaran-getaran tersebut  hanya bisa dirasakan oleh  orang-orang tertentu yang memiliki kepedulian atau insting social dan budaya. Karena getaran jembatan Ampera tersebut menjelma dalam dinamika kehidupan masyarakat di sungai Musi tersebut. Bagi mereka yang memiliki perspektif ekonomi, getaran itu menggumpal dalam bentuk aktivitas dan dinamika  ekonomi masyarakat di daerah aliran sungai itu. 

Mereka akan mampu melihat dan merasakan bagaiaman getaran aksi anak-anak jalanan yang dengan ketrampilan mereka memainkan alat music serta olah suara, membuat wilayah bawah jembatan Ampera semarak dan semakin bergetar. Walau sebenarnya aktivitas mereka mengamen sekreatif apapun mereka, tetap dilarang. Paling tidak, pinggir sungai di bawah jembatan Ampera itu memberikan getaran ekonomi bagi kelompok pengamen ini. Aksi mereka hampir tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para pengamen di kawasan Malioboro, Yogyakarta.

Bagi pengamat social dan pengamat ekonomi, atau aktivis pengembangan masyarakat, wilayah jembatan Ampera adalah wilayah yang seksi untuk pengembangan ekonomi, social, budaya dan pengembangan masyarakat. Karena di bantara sungai itu, para pedagang kecil, bisa menghidupkan keluarga mereka dengan menjajakan berbagai macam dagangan. Para pemilik warung, bukan saja bisa berjualan makanan di deretan kios yang sudah dibangun oleh pemerintah kota Palembang itu, tetapi juga ada beberapa rumah makan yang terapung-apung di air yang menambah kenikmatan santapan makan siang atau makan malam dengan sajian ikan air tawar yang menyehatkan itu.

 Getaran jembatan Ampera, jelas dirasakan denyutnya oleh para pedagang kecil, penjaja makanan dan pemilik warung yang beroperasi di wilayah itu. Sementara para buruh angkut dan para pemilik boat, getek dan speed boat yang lalu lalang melintasi sungai, bisa menikmati hasil dari banyaknya penumpang yang pulang pergi dengan menggunakan jalur sungai Musi. Pokoknya, denyut dan getaran jembatan Ampera yang berwujud dalam dinamika denyut ekonomi masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan ini, benar-benar terasa dan membawa berkah.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Lain lagi mata para pelaku wisata dan urusan traveling, seperti Traveloka dan lain-lain. Ternyata sungai Musi yang sangat lebar dan dalam serta berair keruh itu, menjadi wilayah wisata air yang juga menggerakan nadi ekonomi bagi masyarakat kota Palembang dan daerah-daerah lain yang berada di wilayah aliran sungai Musi tersebut. Jadi, sungai Musi dan jembatan Ampera itu benar-benar menjadi rahmat yang sangat besar bagi Provinsi ini. Betapa tidak. Bila kita mau telusuri lebih lama dan lebih dalam, Sungai Musi dan jembatan Ampera adalah sebuah kekayaan alam yang amat besar. Sungai dan jembatan ini menjadi penarik bagi para wisatawan, baik domestic, maupun manca Negara. Setiap hari banyak wisatawan yang datang dan ingin menikmati keindahan yang bisa dinikmati di sepanjang bantaran sungai dan di atas jembatan Ampera tersebut.

Subhanallah. Di mataku dan juga mungkin di mata banyak orang, keberadaan sungai Musi yang luas itu telah menjadi jalur transportasi air yang sangat padat. Cobalah duduk sejenak di warung-warung di tepian sungai Musi, anda akan merasakan getaran jembatan Ampera tersebut. Sungai yang luas itu dilalui oleh kapal-kapal besar dan kecil. Sungai itu menjadi sarana transportasi untuk kapal membawa batu bara dari hulu ke hilir. Sungai Musi memberikan pelajaran kepada kita bahwa dengan adanya sungai tersebut, bukan hanya menjadi sumber rezeki dalam bentuk kehidupan air yang memiliki kekayaan akan ikan dan lainnya, tetapi juga menjadi sarana ekonomi, pelabuhan dan jembatan transito bernilai ekonomi dan kesejahteraan yang sangat menggeliat.

Yang jelas, sungai Musi adalah sumber kesejahteraan bagi rakyat Palembang. Bagiku, itu tak dapat dipungkiri. Masyarakat Palembang selayaknya mensyukuri nikmat sungai Musi tersebut. Mengapa demikian? Jawabnya adalah karena sungai Musi dan jembatan Ampera telah memberikan getaran dahsyat dengan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat di kota ini. Ada banyak getaran yang  sangat menarik bisa dirasakan ketika kita berada di sungai Musi dan jembatan Ampera tersebut. Hati dan tubuh kita akan digetarkan dengan rahmat sungai yang diberikan Allah kepada masyarakat provinsi ini. Kini tinggal lagi sebijak apa pemerintah kota Palembang dan pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menjaga dan mengelola asset titipan Allah ini. Bila pemkot dan Pemda tidak bijak, bukan berarti berkah tidak akan menjadi bencana, namun bila bijak dan ramah terhadap sungai tersebut, Insya Allah berkah akan bertambah. Lalu getaran Ampera pun semakin bisa dirasakan oleh rakyat di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun