Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Budaya Jeruk Minum Jeruk

18 Desember 2015   08:37 Diperbarui: 18 Desember 2015   10:47 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Salah satu contoh iklan jeruk minum jeruk yang sedang melanda"][/caption]Oleh Tabrani Yunis

Akhir-akhir ini, masyarakat kita, pemimpin kita baik di pusat hingga ke daerah sedang dilanda budaya narsis. Bagi masyarakat yang mengikuti perkembangan zaman, mengikuti perkembangan dan kemajuan teknologi, masyarakat, terutama yang melek teknologi senang bernarsis ria lewat media sosial yang sedang trend sejak hadirnya berbagi fasilitas bernarsis seperti facebook, instagram, linkedin, twitter dan lain-lain. Lewat media sosial ini, yang selayaknya bisa berbagi nasihat dan sebagainya, aksi narsis-narsisan banyak dilakukan orang, misalnya memampangkan photo-photo pribadi dari wajah hingga propreti dan soal segala kegiatan yang dilakukan.Hal ini bisa dilakukan dengan instens dan massal, karena fasilitas ini tidak mahal seperti halnya penggunaan media lain, seperti di majalah, surat kabar, televisi, radio dan media lain seperti halnya media promosi lainnya yang harus mengeluarkan biaya yang sangat besar. Maka, aksi narsis, show off, pamer, mengiklankan diri dan beriklan atau bepariwara, snobisme dan apalah namanya,  dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, asalkan memiliki akun media sosial yang didukung oleh fasilitas smart phone dan internet. Ya, namanya saja media sosial, bisa gratis, tanpa bayar dengan biaya yang tinggi.

Nah, aksi narsis, budaya show off, snobisme itu, juga sangat melekat erat di jiwa dan raga para penguasa negeri ini, mulai di pusat hingga ke daerah. Berbeda dengan apa yang dilakukan orang di media sosial itu. Apa yang terjadi di kalangan pemerintah kita saat ini, tampak dengan jelas bahwa pemerintah memang suka narsis, suka pamer atau show off dan snobis akan apa yang mereka lakukan sehari-hari dalam memberikan " pelayanan" kepada rakyat. pemerintah harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk melakukan aksi narsis, snobis dan show off atau apalah namanya itu. Pemerintah yang sedang berkuasa, lebih cendrung melakukan aksi iklan, sepertihal iklan-iklan produk yang dibuat oleh berbagai perusahaan atau korporasi. Kalau perusahaan-perusahaan atau korporasi beriklan untuk tujuan pemasaran produk, maka pemerintah yang berkuasa di semua level itu beriklan untuk memamerkan bahwa semua yang sudah dibangun atau dibuat, ya karena kami. Ya, kamilah yang membuatnya. Ini hasil kerja kami. Kalau bukan karena kami, ya tidak ada pembangunan itu. Kira-kira begitulah maknanya.

Tentu tidak semuanya salah. Karena penggunaan spanduk, baliho, surat kabar, majalah, media elektronik memang berfungsi sebagai media komunikasi. Pemerintah, bisa berkomunikasi dengan rakyatnya lewat semua media tersebut. Namun, budaya show off, snobisme dan budaya pariwara semakin menjadi sebagai sebuah cara untuk mendapatkan mencapai puncak libido kekuasaan para penguasa di negeri ini. Media komunikasi seperti yang disebutkan di atas, selama ini digunakan oleh pemerintah, sama halnya seperti apa yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan atau korporasi yang akan memasarkan produk mereka. bedanya dengan pemerintah adalah memamerkan hasil jasa dari tugas dan tanggung jawab kepada publik.

Idealnya pemerintah cukup menggunakan media komunikasi atau menggunakan instansi pemerintah untuk menyampaikan informasi kepada publik. Namun, selama ini pemerintah lebih cendrung menggunakan media iklan untuk menyampaikan pesan kepada publik. Misalnya lewat spanduk, baliho, iklan (yang dalam istilah yang lebih halusnya pariwara) yang mereka sampaikan di berbagai media cetak dan elektronik. Bagi para pemilik media tentu hal ini sangat positif, karena bisa mendukung usaha atau bisnis media.

Lalu, apa gerangan yang menjadi persoalan ketika pemerintah sekarang suka narsis, lebih berbudaya pamer atau show of atau cendrung snobisme? Barangkali, anda, para pembaca senang atau suka mengagamati segala gejala yang ada di ingkungan masing-masing. Cobalah amati di pinggir-pinggir jalan, atau di mana saja. paling kurang, kita akan menemukan spanduk dan baliho milik pemerintah, pusat maupun daerah. Apa yang menarik dari spanduk dan baliho tersebut adalah hampir semua spanduk dan baliho itu memamerkan wajah pemimpin atau penguasa. Seakan-akan kalau tidak ada photio mereka, maka spanduk itu tidak bisa dipasang. Padahal pesannya mungkin sepele, tetapi photo pemimpin atau penguasa itu harus ada. Sehingga bila kita berjalan mengelilinigi kota, seperti halnya di kota Banda Aceh, kita setiap hari akan disuguhi dengan foto-foto para pemimpin, mulai dari kepala daerah seperti Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wali kota dan wakilnya, hingga ada pada photo kepala desa. Itulah beberapa contoh budaya narsis, show off atau snobisme yang kini sedang berkembang di kalangan pemerintah kita saat ini. Soal positif atau negatif, sangat tergantung dari sudut mana kita melihatnya, sangat tergantung pada penilaian dan perspektif kita masing-masing.

Budaya Jeruk minum jeruk

Hmm, sebenarnya, jeruk tidak memiliki budaya, hanya manusia yang punya budaya. Karena budaya itu adalah hasil kerja atau daya cipta manusia. namun mengapa sekarang ada sebutan budaya jeruk? Ya jeruk minum jeruk? Itulah istilah yang sering muncul di tengah masyarakat kita untuk menunjukkan sebuah sikap di masyarakat yang sedang terjadi. Lalu, apa hubungannya dengan pemerintah dan para pemimpin atau penguasa negeri ini?

Jawaban sederhananya adalah bahwa pemerintah kita, dari pusat hingga ke daerah-daerah, saat ini sedang dilanda budaya jeruk minum jeruk. Walau ada yang berkata, lho masak iya sih jeruk minum jeruk?  Ya, sebenarnya memang tidak ada tuh jeruk minum jeruk, karena bagaimana mungkin jeruk sendiri yang meminum jeruk. Tetapi begitulah istilah sekarang yang lagi ngetrend terhadap perilaku seseorang yang suka ingi memamerkan diri, terutama terhadap sejumlah perilaku para penguasa di negeri ini saat ini.

Ada fenomena, bahkan sebut saja sebagai sebuah realitas yang sedang terjadi di kalangan para pemimpin kita saat ini, kala ada diberlakukan penilaian terhadap kinerja pemerintah, ya kinerja para pemimpin atau para penguasa itu. Saat ini ada yang namanya penghargaan yang didapatkan dalam bentuk award. Ada legitimasi status daerah dengan hasil penilaian wajar tanpa pengecualian (WTP) dan sejumlah perolehan penghargaan lainnya. Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota pun berlomba-lomba mengejar award, mengejar status WTP. Hmm, ini bagus, sebagai motivasi untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan. Namun, apa yang terasa aneh dan membuat kita merasa menutup muka adalah ketika sebuah daerah mendapatkan award, mendapatkan status WTP, maka agar masyarakatnya tahu bahwa mereka memperoleh hadiah atau award, maka anehnya, mereka sendiri yang mengucapkan selamat kepada hasil kerja mereka lewat iklan di media. Idealnya, yang mengucapkan selamat atas perolehan award dan status WTP itu adalah orang lain, atau katakanlah Gubernur yang mengucapkannya, tetapi yang terjadi adalah pemerintah daerah itu sendiri yang menyampaikannya. Inilah yang dikatakan dengan jeruk minum jeruk. Lalu, apakah ini buruk? Bagi penulis, itu tidak elok. tetapi bagi pembaca? ya terserah bagiamana melihatnya. Anda setuju atau tidak setuju, silakan ditanggapi. Saya senang menanti tanggapan anda.

Namun, akan lebih indah dan elegan bila ingin memasang iklan ucapan terima kasih tersebut,  pemasang iklan dari kalangan pemerintah di daerah atau wilayah sendiri tersebut dengan membuat iklan terima kasih kepada seluruh masyarakat yang telah mendukung dan membawa pemerintah daerahnya meraih penghargaan atau award. Dengan cara ini, tidak ada penilaian orang bahwa pemerintah sedang membuat iklan jeruk minum jeruk. jadi lebih elegan dan tidak terkesan jual diri ya kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun