Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Membangunkan Pariwisata Aceh Selatan dari Tidur Panjang

16 November 2015   12:14 Diperbarui: 16 November 2015   22:24 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Salah satu potensi wisata Aceh Selatan yang terabaikan"][/caption]

Oleh Tabrani Yunis

Sudah lebih seminggu saya tidak menulis, berkontribusi di Kompasiana. Bukan tidak ada yang akan ditulis. Banyak sekali bahan yang ada di kepala dan juga yang ada di sekitar pekerjaan yang bisa ditulis dan perlu ditulis. Namun, karena ada hal yang membuat aktivitas menulis itu tidak terlaksana. Sebenarnya saya tidak perlu membuat alasan ini dan itu. Tapi ya sudahlah. Kali ini saya menyerah. Saya memang harus katakana bahwa kesibukan lain memeras waktu yang saya punya. Apalagi beberapa hari, waktu saya habis di perjalanan. I make a journey. Ya begitulah salah satunya, selain juga ikut menghadiri acara-acara lain yang menjadi bahan untuk ditulis dan dibagikan.

I make my jouney. Hari itu, tanggal 11 November 2015. Pada pukul 14.30 saya sudah siap-siap untuk berangkat. Saya sudah menaikan sejumlah majalah POTRET dan majalah Anak Cerdas ke mobil. Kedua majalah itu akan dijadikan sebagai souvenir ketika ada kesempatan untuk mengunjungi sekolah dasar dan sekolah menengah pertama (SMP) untuk melakukan aksi gerakan gemar berkarya sejak dini di sekolah-sekolah di Tapaktuan.

Ya karena saya mengadakan sebuah perjalanan ini dengan makksud untuk berbagi ilmu pengetahuan, berbagi informasi dan bahkan sekaligus untuk mengajak anak-anak untuk berkarya sejak dini. Maka saya juga ingin membagikan sejumlah bacaan yang bisa mereka gunakan sebagai contoh karya yang bisa mereka lahirkan kelak, setelah dilakukan kegiatan itu.

Perjalanan ke Tapaktuan bukan untuk kepentingan itu, saya ke sana untuk menjadi nara sumber untuk kegiatan Bimbingan Teknis Pengembangan system sadar wisata dan Sapta Pesona di Tapaktuan pada tanggal 12-13 November 2015. Acara itu menghadirkan dua kelompok peserta masing-masing dari lintas instansi di Aceh selatan dan hari kedua untuk para pelaku usaha, peserta Himpunan Pemandu wisata dan masyarakat lainnya.

Nah, agar saya bisa melakukan kedua aksi tersebut, maka saya melakukan perjalanan dengan mengendarai mobil sendiri. Perjalanan yang tidak terlalu jauh. Ya, hanya sekitar 400 kilometer. Tidak terlalu jauh bukan? Tidak. Namun lumayan melelahkan. Apalagi harus mengemudi di malam hari, karena saya dan tiga teman masing-masing Akmal, Saiful dan Khairul dari Dinas Pariwisata Provinsi Aceh baru berangkat pada pukul 16.00 sore.

Kendatipun sudah sore, kami bisa mencapai puncak Geureute pada pukul 5.30 sore. Tentu banyak yang bisa dinikmati di puncak gunung ini, terutama pesona pantai yang menggoda terlihat dari jarak kami duduk. Duduk, beristirahat sejenak di puncak gunung Geureute yang bisa menyegarkan badan. Di sini, kita bisa terus ingin menikmati keindahan alam yang dianugerahi oleh Allah kepada kita. Kami tidak ingin melewati puncak gunung Geureute begitu saja.

Oleh sebab itu kami coba nikmati dengan beristirahat sejenak dan menikmati sajian mie Aceh sambil menatap pesona pemandangan alam yang sangat indah dan asri itu.

[caption caption="Tempat Persinggahan di kala lelah"]

[/caption]

Usai menikmati minuman kelapa muda dan sajian mie Aceh, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Tapaktuan. Tidak berapa lama setelah turun dari puncak Geureute, di perjalanan kami mendengar suara azan magrib. Saatnya bagi kami untuk menunaikan ibadah salat magrib. Oleh sebab itu kami memutuskan untuk melaksanakan salat magrib di mushala SPBU Lamno. Lamno yang dikenal dengan gadis-gadis bermata biru, keturunan Portugis itu.

Agar tidak terlalu malam di jalan, usai salat magrib kami melanjutkan lagi perjalanan. Laju kecepatan kenderaan tidak terlalu kencang, ya hanya berkisar antara 80-110 kilometer per jam. Kami pun tiba di kota Teuku Umar, yakni Meulaboh pada pukul 10.45 dan mencari warung kopi yang menyajikan racikan kopi Arabika Gayo. Kopi yang kini sedang ngetrend di Aceh. Kami hanya menemukan satu warung kopi yang memanjakan pengunjungnya dengan kopi Arabika Gayo di kota itu.

[caption caption="Trend minum kopi Arabika Gayo saat ini"]

[/caption]

Hmm, ternyata pengunjungnya banyak orang muda. Warung itu ditata seperti kafe-kafe yang pernah saya lihat di Eropa dan Negara-negara lain. Kami pun menikmati sajian black coffee dan sanger serta sajian dimsum durian dan rumput laut. Lumayan lama kami berada di warung ini. Paling kurang kami menghabiskan waktu hingga satu jam setengah. Lalu, karena warung mau tutup, kami akhirnya melanjutkan perjalanan ke Tapaktuan yang jarak tempuhnya sekitar lebih kurang 3-4 jam itu.

Sekitar pukul 03.20 kami tiba di kota Tapaktuan yang dijuluki dengan kota naga tersebut. Kami segera mencari hotel Pante Cahaya yang terletak di jalan Merdeka no.1 Tapaktuan itu. Wow, ternyata lokasinya sangat strategis untuk menikmati panorama kota Nag, Tapaktuan itu. Karena dekat dengan bukit atau gunung, juga sangat dekat dengan laut. Lalu, saat sarapan pagi, kami menuju di café hotel yang terletak di lantai 3 hotel itu. Hmm,, dari café itu, sambil sarapan, kami bisa memandangi pesona alam Tapaktuan.

Its amazing. Kota yang memberikan saya pesona alam yang sangat indah. Walau kota dari ibu kota Aceh Selatan ini adalah kota yang terasa sangat kecil. Namun, pesona alamnya begitu indah.

Aceh Selatan, sebuah kabupaten yang terletak di wilayah pantai barat- selatan, provinsi Aceh itu memiliki potensi wisata yang sangat besar. Diperkirakan ada 127 objek wisata yang terdapat di wilayah Aceh Selatan ini. Jumlah ini pasti akan sangat besar bila kabupaten Aceh Selatan ini tidak dipecah belah oleh praktek pemekaran wilayah. Bayangkan saja kabupaten Aceh Selatan ini terpecah menjadi 4 kabupetan, yakni Kabupetan Aceh Barat Daya, kabupaten Singkil,  kota Subulusalam dan kabupaten induknya Aceh Selatan.

Konon, Aceh selatan pun kini sedang dihadapkan dengan tuntutan untuk dimekarkan lagi. Hmm, tampaknya selera masyarakat untuk memecah belah wilayahnya masih sangat besar. Padahal, pemekaran wilayah itu hanya akan menguntungkan segelintir orang. Masyarakat kecil hanya dapat rasa bangga saja. Ironis sekali. Tapi itulah kenyataannya.

[caption caption="dari lantai 3 hotel Pante cahaya, pemandangan ini bisa diabdikan"]

[/caption]

Okay, kembali pada persoalan pengembangan wisata di Aceh Selatan, selain potensi wisata yang besar, baik wisata bahari, agro wisata, eko wisata, dan juga potensi alam di darat yang begitu besar. Semua objek wisata itu terbentang mulai dari kecamatan Labuhan Haji, hingga ke perbatasan Aceh selatan dan kabupaten Singkil serta Subulusalam, yakni kecamatan Trumon dan Bakongan.

Kekayaan pesona pantai tersebut juga beragam, hamparan pantai yang diwarnai oleh pasir - pasir putih, pantai yang berbatu, juga pantai yang landai. Semuanya menyatu dalam keindahan dan pesona pantai. Bukan hanya pantai, bukit-bukit hijau yang menyimpan sejumlah air terjun skala-skala kecil, serta sungai-sunagi yang sejuk itu menjadi anigerah Allah yang sangat besar untuk rakyat dan pemerintah Aceh selatan.

Potensi budaya masyarakat Aceh selatan yang beragam, ditambah dengan sikap dan sifat  ramah, sopan santun masyarakat ini juga menjadi potensi yang mendukung upaya pengembangan wisata Aceh selatan. Belum lagi kekayaan kulinernya. Aceh Selatan benar-benar memiliki potensi yang sangat besar di bidang pariwisata. Namun sayang, potensi yang kaya itu belum termanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintah kabupaten Aceh selatan.

Objek-objek wisata itu belum dikelola dengan baik dan bijak, apalagi secara optimal. Belum, ya belum lagi. Akibatnya, objek wisata yang ada di Aceh selatan itu belum menjadi sebagai sektor andalan dan menjadi prospek untuk peningkatan pendapatan asli daerah ( PAD) dan pendapatan masyarakat local. Padahal,  sektor pariwisata adalah sektor yang bisa menggenjot naiknya PAD dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Karena bagi Indonesia sendiri, pariwiata adalah sumber devisa terbesar ketiga seteah minyak dan gas.

Tak dapat dipungkiri pula bahwa, ketika sektor wisata tersebut belum diolah secara optomal, maka hasilnya juga belum memuaskan. sebab, ketika  objek wisata tidak dioptimalkan, maka konsekwensinya adalah pada jumlah pengunjung dari objek wisata tersebut. Jumlah pengunjungnya hanya banyak dari masyarakat lokal, bukan dari masyarakat luar domestik. Seharusnya bisa diramaikan oleh pengunjug dari daerah lain dalam lingkup domestik dan dalam lingkup global, yakni masyarakat dunia. Ini baru akan terwujud, bila pemerintah kabupaten Aceh Selatan memberikan perhatian lebih besar pada sektor yang bisa menyerap banyak tenaga kerja ini.

[caption caption="Di sini kita bisa nikmati indahnya sunset"]

[/caption]

Nah, karena sektor ini memang belum menjadi prioritas, maka secara nyata kita bisa melihat kondisi real dunia wisata di daerah ini. Beberapa fakta tersebut bisa diukur pada beberapa hal. Pertama adalah terkait jumlah pengunjung yang masih relatif sangat rendah. Kedua, terindikasi pada miskinnya atraksi dan kegiatan wisiata. ketiga, Tidak tersedianya transportasi umum yang aman juga membuat sektor ini loyo. Tampak tidak ada angkutan untuk melayani para pengunjung seperti layaknya di daerah lain yang meletakkan prioritas  pada pembangunan wisata tersebut.

Ke empat, akomodasi juga masih relatif sangat terbatas dan lain-lain. Pokoknya segalanya masih serba terbatas. Oleh sebab itu, para peserta meminta dan mendorong pemerintah kabupaten Aceh selatan untuk memberikan perhatian, bahkan memberikan priorotas pembangunan di sektor pariwisata, karena dengan mengelola sektor pariwisata dengan bijak, akan banyak membawa manfaat bagi daerah dan juga bagi masyarakat local. Pembangunan pariwisata secara bijak akan melahirkan dan menumbuhkan usaha ekonomi kreatif di tengah masyarakat.

Oleh sebab itu, kini saatnya Aceh Selatan bangkit membangun sektor wisata. Untuk itu, semua pihak harus terlibat dan melibatkan diri mengelola seluruh objek wisata yang ada di Aceh selatan dengan optimal. Dengan demikian, Objek wisata alam di Aceh selatan akan banyak memberi kontribusi kesejahteraan bagi masyarakat Aceh selatan.

Harapan masyarakat Aceh Selatan kepada Pemkab untuk memperhatikan dan memprioritaskan pembangunan pariwisata itu hal yang positif, mengingat rakyat saat ini membutuhkan lapangan pekerjaan, bukan bantuan karitatif yang membuat rakyat tergantung dengan bantuan pemerintah. Sudah saatnya rakyat diberikan kail, bukan ikan. Begitu kan?

Banda Aceh 16 November 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun