Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menyaksikan Lomba Atletik Liga Emas IAAF di Stadion Weltklassse, Zurich

11 Oktober 2015   16:31 Diperbarui: 11 Oktober 2015   16:40 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Oleh Tabrani Yunis[caption caption="Para atlit yang sedang berlomba"][/caption]

Hari itu, tanggal 19 Agustus 2005, tidak ada acara glory morning, acara untuk pemanasan tubuh yang dimotori oleh Ninoi, lelaki yang mirip seorang pembawa acara tv. Acara ini biasanya dilakukan pagi jam 9 bersama seluruh peserta dari 20 negara di dunia. Glory morning tentu saja dilakukan sebelum masuk acara workshop. Karena tidak ada acara glory morning, acara di workshop dimulai pada jam 10.15.

Tepat pada jam 10.00 kami meninggalkan rumah nomor 9 menuju schul haus, tempat workshop Designing of hand sculpture dilakukan. Tiba di pintu sekolah ini, ada 2 lelaki dan satu perempuan, memakai kaos biru bertuliskan Nokia sedang mengecat tiang veranda sekolah itu. Kami melangkahkan kaki masuk ruangan, langsung ke ruang belakang, tempat kami mengambil pembagian sepatu dan kaos kaki beberapa hari yang lalu. Di ruang itu, ada beberapa orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, sedang asyik mencetak telapak tangan symbol play for peace. Di meja dekat dinding telah dipersiapkan sejumlah design tangan itu untuk kemudian diwarnai oleh para peserta dari setiap kelompok. Di meja kerja, sudah diletakan 3 warna cat yang terdiri dari warna kuning, biru dan merah. Tidak ada warna lain, karena ketiga warna ini adalah trade mark-nya logo play for peace.

 [caption caption="Hand sculpture yang dibuat oleh masing-masing peserta di Trogen"]

[/caption]

Para peserta mulai bekerja mewarnai hand sculpture yang diletakkan di piring kertas dengan warna yang mereka sukai. Peserta bebas mengekspresikan kreativitas mereka dalam mewarnai tangan yang sudah dibuat dari adonan tepung oleh para pelatih dari Nokia Schweiz itu. Usai mewarnai, setiap peserta dipersilakan untuk mengambil souveneer berupa buku tulis, pulpen, gantungan kunci atau HP dan sejumlah permen. Lalu, menunggu giliran untuk membuat hand sculpture yang terbuat dari logam. Untuk mewarnai hand sculpture ini, peserta tidak menggunakan cat seperti tadi. Kali ini peserta diberikan masing-masing satu hand sculpture yang sangat kecil itu, lalu digosok dengan busa kanvas untuk dihaluskan bagian belakangnya. Hand sculpture tadi dibasahi dengan alcohol dan ditempatkan di atas kain serbet yang sudah disediakan, lalu digosok sedikit dan kemudian diberikan sedikit cairan lem dan diratakan dengan menggunakan kuas kecil. Lalu diletakkan di selembar kertas untuk ditaburi dengan tepung pewarna. Lalu, peserta dipersilakan memilih 3 warna tepung yakni warna kuning, biru dan merah dan menaburnya di atas hand sculpture masing-masing. Tepung itu tidak diperbolehkan dicampur dengan warna lain. Kalau mau membuat dua warna atau lebih, prosesnya harus dijalani satu persatu. Usai menaburi tepung pewarna, peserta mengangkat dan memberikan sculpture tersebut kepada 2 petugas yang bertugas membimbing dan memasukkannya ke oven. Hanya dalam hitungan menit, tangan itu sudah berwarna seseuai dengan tepung yang digunakan. Agar hand sculpture bisa digunakan, pembimbing memotong tali dan kawat untuk diadikan kalung, gelang atau cincin dengan memasang hand sculpture tadi. Acara ini berakhir pada pukul 11.50. Kami pun pulang ke rumah untuk makan siang.

Semua peserta makan siang dengan menu Eropa yang sudah diambil dari dapur oleh petugas yang sudah kami tunjuk setiap hari. Kadang diambil oleh peserta dari Sri Langka, kadang oleh peserta dari Indonesia. Siang itu, lunch yang kami nikmati adalah sphageti saja. Ada yang suka, ada pula yang tidak. Tapi ini harus dimakan, kalau tidak, pasti akan lapar. Usai makan, tepat jam 13.29, kami melaksanakan shalat dhuhur yang dijamak qasar, karena kami mau berangkat ke Zurich. Takut nanti tidak dapat melaksanakan kewajiban shalat Ashar di sana. Soalnya tidak pernah tampak satu masjid pun di sana. Walau sebenarnya di Swiss ada juga orang-orang yang beragama Islam. Tapi di sana tidak ada masjid, yang ada hanya sebuah ruangan khusus. Juga tidak pernah terdengar suara azan.

Sekitar pukul 13.35 kami bergegas meninggalkan rumah menuju bus di lembah dekat station tram di jalan raya. Kami turun berjalan kaki bersama-sama. Terasa sangat menyenangkan sambil menikmati pemandangan Swiss yang sangat indah itu. Udara dingin yang menyelimuti desa Trogen pagi itu terasa hilang karena kehangatan jalan kaki yang kami lakukan. Sekitar 10 menit lamanya, kami tiba di bus yang sudah menunggu dekat sebuah gereja yang berdekatan dengan apartemen di pingir jalan. Kami menunggu 2 bus lagi yang akan mengantarkan kami ke Zurich. Para peserta yang membawa kamera mamanfaatkan waktu dengan mengambil gambar. Sorotan kamera ditujukan pada aksi mereka di setiap sudut.

Hampir satu jam kami berada di tempat penantian bus ini. Kami naik bus bersama peserta dari Sri Lanka, Elsavador dan Columbia. Lebih kurang 1.5 jam lamanya, kami tiba di kota Zurich dan menuju stadion Weltklasse Zurich. Di luar stadion ini, bus-bus yang kami tumpangi diparkir dengan rapi. Sebelum turun dari bus, kami dibagikan gantungan kunci (badge nama) yang berwarna hitam bertuliskan Weltklasse Zurich. Mit Ihnen. Mit Uns. Produksi UBS. Kami masing-masing mendapatkan satu tiket masuk seharga CHF 40,00. Lalu turun dari bus, kami mendapatkan sebuah tas parasut berwarna hitam dan merah dengan gambar puma putih. Tas itu berisi makanan (sandwich), cocacola, air mineral, minuman merek powerade dan sebuah topi hitam dari UBS. Kami memasuki stadion dengan menunjukkan tiket. Lewat pintu masuk, kami dibagikan sebuah majalah yang menginformasikan tentang acara liga emas IAAF itu. Majalah itu ternyata berbahasa Jerman. Yonas, seorang host dari Pestalotzi Children Foundation yang duduk di samping ku menjelaskan jadwal acara itu. Kami menyamak penjelasannya.

 [caption caption="Kesempatan emas yang datang sekali "]

[/caption]

Lomba atletik liga emas IAAF itu tampak sangat seru. Sorak sorai para penonton bergemuruh di stadium Weltklasse hari itu. Ya, para penonton menyemangati para atlit yang sedang berlomba. Pokoknya, memang sangat menarik. Kami pun merasa puas menyaksikan lomba itu. Lagi pula ini adalah kesempatan emas bisa menonton atletik di stadion sekelas Weltklasse di Zurich, Switzerland itu. Bayangkan saja, semua serba gratis, hingga mendapatkan tiket dan lainnya. Hmm, memang asyik. Entah kapankah lagi bisa menikmati acara sekelas lomba atletik di Zurich itu. Rasanya, jangankan ke Zuirch, ke Jakarta saja kini susah. Ekonomi semakin sulit, maka dapat dikatakan tidak mungkin dapat menikmati acara seperti ini di luar negeri.

Hmm, perjalananku ke Swiss pada tahun 2005 itu adalah perjalanan ketigaku ke luar negeri, setelah menikmati six amazing helps kala berjalan ke Melboutne 2003 dan ke Madras, India tahun 2005. Perjalanan ke Swiss ini sesungguhnya adalah sebuah hikmah di balik bencana tsunami, dan hikmah dari pekerjaanku yang bergelut di bidang sosial masyarakat. Terima kasih kepada pihak Swiss Contact yang telah membawaku terbang mengenal dan menikmati Swiss selama 2 minggu. Semoga masih ada kesempatan kedua, walau tidak dapat menikmati atletik di Weltklasse stadium.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun