Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerakan Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Kejahatan terhadap Anak

3 Oktober 2015   01:17 Diperbarui: 3 Oktober 2015   09:46 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Tiga kasus kekerasan dan kekejaman yang dialami oleh 3 orang anak di Aceh pada bulan September 2015 yang lalu, yakni kasus meninggal Ayu Azahra (6 tahun) yang disebut-sebut dilempar dengan lampu teplok dan membakar dirinya, lalu dirawat di rumah sakit dan akhirnya meninggal. Kasus kejahatan kedua pengeroyokan terhadap Nurul Fatimah ( 11 tahun) yang dilakukan oleh anak-anak yang masih berstatus murid Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN Keunaloe, Seulimum Aceh Besar, menyebabkan Nurul meninggal serta kasus ketiga nasib seorang anak SD (sebut saja namanya M) yang diperkosa seorang lelaki berusia 42 tahun di Pidie, Aceh, mengingatkan kita pada banyak kasus kejahatan terhadap anak yang selama ini terjadi di Indoneisa.

Berbagai kasus kejahatan terhadap anak sudah sering terjadi. Kasus yang sering sekali mencuat adalah kasus kekerasan terhadap anak. Di antara sekian banyak kasus kekerasan yang menyayat hati kita adalah kasus kejahatan seksual. Secara umum di tanah air, kasus kekerasan seksual dan kejaharan terhadap anak semakin marak terjadi di dalam masyarakat kita di Indonesia. Setiap hari, ada saja kasus kejahatan dan kasus kekerasan seksual diberitakan di media, baik cetak maupun elektronik.  Hingga tulisan ini ditulis, kasus kejahatan seksual terhadap anak masih terjadi dan diberitakan di media cetak dan media elektronik.  Sungguh memilukan dan mengkhawatirkan masa depan anak- anak Indonesia kini dan di masa yang akan datang.  Betapa tidak, bila kita merunut pada banyak kasus di tahun lalu, kita ingat bahwa sepanjang tahun 2014 ini saja, banyak sekali kasus kekerasan seksual dialami anak di berbagai daerah di Indonesia. Saat itu, ada kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh petugas kebersihan di sekolah yang berlabel Internasional ( Jakarta Internasional School, atau JIS), lalu diikuti oleh kasus yang dilakukan oleh Emon,paedofil di Sukabumi, yang diduga sudah melakukan pencabulan terhadap lebih dari 100 anak.  Selain dua kasus yang menggemparkan itu di berbagai kota besar, seperti Jakarta, Bandung dan lainnya, kasus serupa juga terjadi Aceh dalam beberapa tahun ini.

Bukan hanya itu, di Aceh pada saat itu juga marak terjadi kasus kekerasan dan kekejaman terhadap anak. Padahal daerah ini dinayatakan sebagai daerah yang berstatus Syariat Islam. Tak dapat dipungkiri, di daerah ini pun kasus kekerasan seksual terjadi bahkan berujung dengan pembunuhan. Masih segar dalam ingatan kita, kasus yang dialami oleh Betaria Sianturi, bocah 6 tahun yang masih duduk di kelas I SD di Aceh Tenggara. Lalu ada lagi d kasus pelecehan dan kejahatan seksual terhadap dua murid sekolah dasar (SD) di Banda Aceh yang melibatkan seorang oknum polisi. Oknum polisi berpangkat brigadir yang diduga memiliki kelainan jiwa dan perilaku seks menyimpang itu. Tidak cukup itu, Diana, gadis yang masih sangat belia, mengalamai nasib serupa yang berakhir dengan kematian. Tahun 2014 tampaknya menjadi tahun yang menyedihkan bagi anak-anak kita.

Memang tahun 2014 yang lalu itu menydikan, karena bila kita merujuk pada data angka kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak- anak yang dikeluarkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) saat itu, seperti ditulis dalam Repulika.co.id, 21 Mai 2014 bahwa KPAI terus mendapatkan laporan dan pengaduan dari masyarakat mengenai kasus hukum yang mengakitakan anak-anak. Jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.

“Hingga saat itu KPAI setiap harinya menerima laporan dan pengaduan dari masyarakat hingga 15 kasus,” ujar Maria Ulfah Anshor, Komisioner KPAI Bidang Sosial dan Bencana, kepada ROL, Sabtu (19/4/14).  Bahkan menurut Maria bahwa, wilayah Sumatra Utara menjadi wilayah dengan kasus hukum yang mengkaitkan anak-anak tertinggi sepanjang dua bulan terakhir ini. Tercatat dalam tiga tahun terakhir ini terdapat 3.500-3.600 kasus yang ditangani oleh KPAI dari seluruh Indonesia.

Maraknya terjadi kasus kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia, mendorong beberapa daerah dan juga secara nasional, saat itu menetapkan kondisi darurat kejahatan seksual terhadap anak. Kita masih ingat dengan Kalimantan Barat dan mungkin juga beberap provinsi lain. Bahkan di tataran nasional,  kondisi darurat anak sudah ditetapkan di. Jakarta sebagai respon terhadap merebaknya kasus kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia. Dengan ditetapkan kondisi darurat tersebut, konsekwensinya adalah kasus ini harus segera menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah, maupun masyarakat dan orang tua.

Mengingat kasus tindak kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak yang meningkat dan sangat membahayakan masa depan anak- anak Indonesia, Banyak pihak yang telah menunjukan kepedulian sebagai reaksi terhadap kasus ini. Para aktivis yang selama ini  peduli dan bekerja di bidang perlindungan anak di Indonesia merasa semakin geram. Tentu bukan saja mereka yang aktivis, para orang tua, kerabat sanak saudara korban pasti sangat geram dan marah sekali. Sejumlah aktivis yang concern terhadap anak, bahkan telah dan terus melakukan advokasi untuk mengantisipasi dan menghentikan tindakan kekerasan dan kekejaman terhadap anak, terutama kejahatan sesual itu.

 
Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  yang pada tahun lalu itu saat masih menjabat sebagai Presiden Indonesia juga telah menggelar rapat terbatas membahas soal kejahatan seksual terhadap anak pada hari  Rabu (14/5/2014). Di dalam rapat itu, Presiden SBY saat itu mengundang sejumlah elemen masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak. Presiden mengaku ingin melibatkan sejumlah kalangan mulai dari komisi terkait, organisasi perempuan, psikiater, dunia usaha, komunitas pers, dan relawan. Lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya memutuskan sebuah gerakan nasional pencegahan dan pemberantasan kejahatan seksual terhadap anak. Keputusan ini diambil Presiden SBY seusai melakukan rapat dengan menteri-menteri terkait di kantor kepresidenan, Kamis (8/5/2014). Lebih lanjut, menurut SBY  gerakan anti-kejahatan seksual terhadap anak itu harus mencakup persoalan edukasi dan sosialisasi yang masif dan terus-menerus. "Kita akan lakukan agresif, masif, dan berkelanjutan," katanya.

Begitu hebat tekad untuk mencegah dan memberantas kejahatan terhadap anak, terutama kejahatan seksual terhadap anak menggema di tahun 2014. Namun sayangnya, sejalan dengan terjadinya prosesi pergantian Presiden, gerakan nasional pencegahan dan pemberantasan kejahatan seksual terhadap anak itu, kemudian hilang seperti hilangnya SBY dari puncak kekuasaan sebagai Presiden Indonesia. Gaung gerakan itu, tidak pernah terdengar lagi. Padahal, seiring dengan kemajuan zaman dan semakin lihainya para pelaku kejahatan terhadap anak, ancaman berupa kekerasan dan kekejaman terhadap anak bisa semakin meningkat.

tak dapat dipungkiri pula bahwa di era berkembangnya industri alat informasi dan komunikasi yang semakin canggih, dengan tersedianya fasilitas internet, pemberitaan itu semakin mudah kita bisa simak. Keberadaan media jejaring sosial, seperti facebook, twitter, linkedin, integram dan lain-lain, telah membuat penyebaran informasi dalam berbagai bentuk semakin cepat dan mudah serta murah. Di samping tingginya tingkat penggunaan internet oleh masyarakat global, internet selama ini banyak digunakan untuk kepentingan kejahatan, termasuk kejahatan seksual. Sebagai contoh apa yang dilakukan oleh Don Weku lewat ketrampilannya melakukan rayuan gombal di dunia maya (cyber) yang telah berhasil mengibuli dan merampas harta dan juga melakukan hubungan seksual terhadap korbannya yang dalam analisis para ahli disebut dengan PSK kelas tinggi serta yang lainnya itu.

Terbukti pula bahwa kasus kejahatan seksual pun kini gencar dilakukan lewat jejaring sosial, bukan saja menjadikan perempuan dewasa atau para perawan yang masih remaja, tetapi juga anak-anak, baik anak perempuan maupun anak laki-laki. Anak-anak menjadi objek atau target untuk diekspolitasi secara seksual. Dalam hal ini, anak-anak bisa dijadikan sebagai objeks seks oleh para paedofil dan para germo, serta para pelaku kejahatan seksual lainnya yang mengeksploitasi anak dan diperdagangakan  untuk seks. Jadi,sangat berbahaya bukan?

Memang anak-anak kita saat ini sedang berada dalam kondisi yang sangat rawan dan berbahaya. Sewajarnya kita takut bila mereka menjadi korban kejahatan seksual yang bukan hanya dilakukan oleh para paedofil dan germo, tetapi dalam banyak kasus di tengah masyarakat kita dilakukan oleh orang- orang dekat di dalam keluarga. Bahkan kejahatan seksual terhadap anak tersebut sering dilakukan oleh ayah tiri, abang, paman dan bahkan ayah kandung. Kasus kejahatan seksual terhadap anak, yang dilakukan di kalangan terdekat tersebut adalah kasus incest, dan melacurkan anak sendiri untuk bisnis seks.

Nah, maraknya kasus kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak pada tingkat lokal, nasional dan global dewasa ini, seharusnya membuat kita semakin peduli dan waspada terhadap ancaman buruknya praktek kekerasan dan kekejaman terhadap anak tersebut. Kita harus sadar dan peduli serta terpanggil untuk menyelamatkan anak-anak Indonesia dari segala bentuk tindak kekerasan dan kekejaman terhadap anak-nak, seperti prostitusi anak, pornografi anak dan perdagangan anak untuk seks komersil anak di sekitar wilayah keluarga, masyarakat kita. Kepedulian dan kewaspadaan ekstra sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan anak-anak kita dari tindakan kejahatan seksual yang dilakukan oleh para predator seks dan para paedofil yang menjadikan anak- anak sebagai target bisnis seks mereka. Kita sangat berharap agar tumbuh kesadaran dan kepedulain bersama serta segera melakukan tinbakan pencegahan dan pemberantasan terhadap semua bentuk tindkan kekerasan dan kejahatan terhadap anak tersebut.

Diakui atau tidak, kepedulian dan kewaspadaan bersama untuk mencegah terjadinya kejahatan seksual terhadap anak menjadi sebuah kebutuhan bersama saat ini. Semua orang baik pada level pribadi, keluarga, warga dan masyarakat secara luas harus berperan aktif untuk mencegahnya. Karena sesungguhnya mencegah ( preventif) itu jauh lebih baik dibandingkan dengan penyembuhan atau recovery. Dikatakan demikan, karena bila sejak awal terus diantisipasi atau dicegah, maka anak sebagai target korban tidak mengalami tindak kejahatan seksual. Sebab apabila dibiarkan terjadi lebih dahulu, akan sangat sulit dalam melakukan penyembuhan. Oleh sebab itu, sangat dibutuhkan kepedulian, kewaspadaan dan keikutsertaan semua stakeholder untuk mencegahnya.

Agar kepedulian, komitmen dan tekad untuk mencegah terjadinya tindakan kekerasan dan kekejaman terhadap anak dalm segala bentuk bisa terorganisir sebagai geralan bersama, maka gerakan Nasional untuk mencegah dan memberantas tidak kekerasan dan kekejaman terhadap anak yang sudah dicanangkan oleh SBY saat itu, harus diaktifkan dan difungsikan lagi. Ini sangat penting. Karena upaya untuk membangun Jaringan atau koalisi masyarakat peduli nasib anak bangsa dari tindak kekerasan kejahatan sesksual terhadap anak di berbagai level, saat ini semakin diperlukan.

Kita selayaknya juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk melihat kembali gerakan nasional mencegah dan pemberantasan praktek kekerasan dan kekejaman seksual terhadap anak tersebut, agar bisa dilanjutkan lagi agar anak-anak genarasi bangsa ini bisa terselamatkan dari segala macam bahaya akibat tindak kekerasan dan kekejaman terhadap anak. Kini, kita sewajarnya bertanya pula dimanakah gerangan gerakan nasional untuk mencegah dan memberantas tindak kekerasan dan kekejaman (seksual) terhadap anak terjadi lagi. Mengapa gerakan itu tidak dihidupkan sebagai langkah menyelamatkan anak-anak Aceh dan Indonesia dari kondisi buruk yang selalu mengancam anak-anak tersebut? Mari kita melihat kembali. Semoga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun