Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Para Pelajar Pelanggar Lalu Lintas yang Paling Dominan di Aceh

23 September 2015   18:23 Diperbarui: 23 September 2015   19:38 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Semakin banyak pelajar yang melanggar lalu lintas"][/caption]“Jangan biarkan anak-anak yang masih di bawah umur mengendarai sepeda motor”. Begitulah bunyi sebuah pesandi  baliho besar yang terletak di Simpang Surabaya, Banda Aceh. Pesan di baliho besar itu tampaknya baru dipasang beberapa hari lalu, saat Dinas Perhubungan Aceh merayakan hari Perhubungan Nasional ( Harbupnas) pada bulan September ini.

Peringatan ini sangat penting, mengingat saat ini jumlah pengendara sepeda motor yang masih berusia di bawah umur, kian hari kian bertambah, sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah kenderaan bermotor roda dua. Tak dapat dipungkiri saat ini kebutuhan akan sepeda motor oleh setiap keluarga sudah semakin tinggi sebagai moda transportasi anak-anak ke sekolah, karena tidak tersedianya angkutan umum massal yang bisa mengangkut anak-anak ke sekolah- sekolah. Di samping itu, selama ini hampir setiap rumah tangga, kecuali yang paling miskin, memiliki sepeda motor di setiap rumah. Bahkan, satu rumah memiliki lebih dari satu atau dua, dan bahkan 3 dan 4 sepeda motor. Karena dalam satu keluarga yang terdiri dari hanya 3 anak saja, mereka bersekolah di sekolah yang berbeda, maka dalam satu keluarga tersebut memiliki tidk kurang dari 2 sepeda motor. Banyaknya sepeda motor yang dimiliki oleh masyarakat kita saat ini, karena mudahnya cara untuk mendapatkan sepeda motor ridak dua dan bahkan roda empat. Kemudahan tersebut, karena banyaknya jasa pelayanan leasing atau penyedia jasa keuangan untuk kredit sepeda motor. Bayangkan saja, beberapa saat yang lalu, seseorang yang hanya punya uang Rp 500.000, bisa membawa pulang sepeda motor lewat pelayanan kredit kenderaan. Kemudahan ini, membuat jumlah sepeda motor yang dibeli oleh masyarakat sangat besar.

Berambah banyaknya sepeda motor di dalam keluarga, akan berbading lurus dengan jumlah pengguna sepeda motor tersebut. Orang tua, yang memiliki anak berusia di bawah 17 tahun, tidak bisa dan bahkan tidak peduli bahwa anak usia di bawah 17 tahun itu, belum boleh mengendarai sepeda motor, karena secara hukum mereka belum diberikan hak untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Orang tua dengan tanpa beban dan tanpa takut akan sangsi hukum, membeli sepeda motor untuk anak-anak mereka yang tidak memiliki SIM. Dengan kondisi ini, banyak anak usia bawah 17 tahun tersebut mengendarai sepeda motor, karena juga sudah diajarkan oleh orang tua mereka. Mereka bisa mengendarai sepeda motor, tetapi tidak mengetahui arti rambu—rambu atau aturan lalu lintas. Sehingga pada umumnya, mereka melanggar aturan lalintas. Bayangkan saja, mereka hanya mengenal satu warna lampu lalulintas atau traffic lights itu, yakni hanya warna hijau. Artinya kalau pun ada warna merah dan kuning, mereka tetap akan menerobosnya. Banyak lagi rambu-rambu dan aturan lalulintas yang dilanggar mereka dan orang tua mereka tidak pernah mau peduli akan hal itu.

Terkait hal itu, Dirlantas Polda Aceh, Kombes Pol Kilat Purwoyudo usai acara peringatan HUT ke-60 Lalu Lintas Bhayangkara di Mapolda Aceh, Selasa (22/9). menyebutkan, saat ini menurut data yang dimiliki pihaknya, anak sekolah baik pelajar SMP maupun siswa SMA tercatat sebagai pelanggar lalu lintas paling dominan. “Makanya kita terus mengimbau kepada guru, yang belum bisa miliki SIM tetap tidak dibolehkan menggunakan sepeda motor,” kata Kilat.

Selain itu, selama ini hasil operasi para pengguna sepeda motor sering tidak disipilin pada malam hari. Banyak warga yang tidak memakai helm dan sering menerobos traffic light pada malam hari. “Oleh karena itu ada dua hal yang akan kita giatkan ke depan, pertama penertiban anak-anak sekolah kedua operasi lalu lintas pada malam hari. Semoga semuanya akan tertib,” sebut Kombes Kilat Purwoyudo. Demikian diberitakan harian Serambi Indonesia, 23 September 2015.

Nah, merujuk pada pernyataan Ditlantas Polda Aceh, Kombes Kilat Purwoyudo tersebut di atas, bahwa anak sekolah baik pelajar SMP maupun SMA adalah pelanggara lalu lintas yang paling dominan, menjadi hal yang menarik untuk diulas dan dikaji lebih lanjut. Pertanyaan kita mengapa para pelajar atau siswa tersebut menjadi pelanggar yang paling dominan? Benarkah para pelajar dan siswa SMA sederajat yang sangat doniman? Bagaimana pula dengan para mahasiswa yang juga pelanggar lalulintas? Lalu, salahkah bila mereka para pelajar merupakan pelaku pelanggaran yang dominan?. Mengapa pula para pelajar dan siswa menjadi kelompok yang paling dominan?

[caption caption="Pelanggar yang masih di bawah umur"]

[/caption]

Terlepas dari benar atau tidak, valid atau tidaknya data tersebut, kita memang harus akui bahwa selama ini, anak-anak yang masih bawah umur 17 tahun sangat banyak yang melanggar aturan lalu lintas. Kita bisa saja menghitungnya dari jumlah anak yang saat ini menggunakan sepeda motor ke sekolah. Bila satu sekolah memilki murid atau siswa sebanyak 500 orang, maka lebih dari setengah jumlah itu adalah pengguna sepeda motor. Nah, kalau ada 18 SMP ditambah dengan 16 SMA dan sekolah sederajat lainnya yang menggunakan sepeda motor dan mereka belum memiliki SIM, maka dapat dipastikan bahwa jumlah pelanggar aturan lalu lintas itu sangat besar. Namun, pertanyaannya adalah apakah mereka bisa disalahkan mentah-mentah? Jawabnya tidak. Kesalahan mereka, adalah kesalahan orang tua mereka yang membeli dan memberikan sepeda motor kepada anak yang masih di bawah umur. Secara hukum itu sudah salah. Namun, semua sekarang sudah salah kaprah.

Selain factor tersebut di atas, banyak factor lain yang membuat anak-anak menjadi pelanggar aturan lalu lintas yang dominan itu. Mereka tidak mempunyai sosok yang bisa diteladani dalam berlalu lintas. Banyak orang tua, yang sejak anak dalam kandungan sudah diajarkan melanggar rambu-rambu lalu lintas. Ketika seorang ibu sedang mengandung, orang tuanya sering menerobis lampu lalu lintas, juga mengambil jakur jalan yang salah dan sebagainya. Bukan hanya, itu boleh dikatakan mereka tidak bisa belajar disiplin di jalan raya, karena tidak ada teladan yang bisa mereka ikuti, termasuk polantas yang katanya berdisiplin itu. Banyak aparat polisi yang juga melanggar aturan lalu lintas. Jadi, sulit sekali mendidik anak bangsa ini untuk menjadi manusia disiplin di jalan raya.

[caption caption="Polisi harus mulai kerja keras"]

[/caption]

Oleh sebab itu, bila ingin melakukan perubahan perilaku berlalu lintas, maka harus dimulai dari diri sendiri, dari keluarga dan baru ke sekolah. Kalau ini belum dilakukan, maka mustahil bangsa ini akan menjadi bangsa yang berdisiplin di jalan raya. Mari kita renungkan dan mereformasi diri, Mulailah dari diri kita sendiri, keluarga dan kemudian baru kepada orang lain. Begitu juga dengan polisi lalu lintas, polantas tidak akan bisa membuat rakyat sadar dalam berlalulintas, bila polantas sendiri masih banyak yang tidak sadar. Penegakan hukum lalu lintas akan berjalan dengan baik, bila kita mulai dari diri kita, juga dari diri masing-masing polisi lalu lintas. Ingatlah, penegakan hukum di bidang lalu lintas tidak akan bisa dicapai engan paradigm razia. Itu akan membuat pengguna jalan main kucing-kucingan dengan polisi. Sekali lagi, mari kita mereformasi diri menjadi lebih baik dan berdisiplin di jalan raya.

Oleh Tabrani Yunis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun