Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Seminggu di Helsinki, Semoga Bisa Kembali Lagi Nanti

22 September 2015   23:48 Diperbarui: 23 September 2015   00:21 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Memenuhi Undangan makan malam"][/caption]

Tak pernah terbayangkan kalau aku bisa terbang ke negeri yang begitu jauh dari negeriku. Menghabiskan waktu hingga lebih dari 12 jam dengan naik pesawat. Biaya untuk pesawat saja, begitu besar, apalagi biaya hotel dan akomodasi lainnya. Akan sangat tidak mungkin kalau mau ke negeri yang disebut Helsinki ini  menggunakan dana sendiri, karena pasti akan sangat mahal untuk seukuran aku yang ekonominya masih di kelas menengah ke bawah. lagi pula saat itu aku sedang berusaha bangkit dari cobaan Allah yang diberikan lewat bencana tsunami. Aku tidak mungkin bisa pergi ke Helsinki. Namun, Allah telah memberi jalan untukku. Aku bisa terbang ke Helsinki tanpa harus mengeluarkan dana sendiri. Alhamdulilah. Inilah salah satu hikmah yang ku dapati dari pekerjaanku sebagai aktivis yang aktif melakukan kegiatan pemberdayaan dan penguatan perempuan di daerahku. Aku pun dapat menikmati perjalanan ke luar negeri. Ya, aku ke Helsinki. Aku bisa ikut acara yang bergengsi, menjadi salah satu pembicara di Helsinki Universitu dan di Abo Akademi di Turku, Finlandia.

KLM, maskapai penerbangan Belanda nomor penerbangan 1167 yang aku tumpangi dari KL dan transit sekitar 1 jam di bandara Schiphol Belanda dan kemudian terbang sekitar 4 jam ke Hlesinki itu, semakin mendekati bandara Helsinki-Vantaa airport. Dari jendela terlihat bukit-bukit yang dipenuhi salju yang memutih dan ada pula bagian-bagian di antara pepohona yang berbalut salju itu kelihatan berwarna coklat. Entah itu warna tanah, entah pula warna pepohonan. Perasaan kagum terasa di dada. Aku akan segera meninginjakkan kaki di Negeri yang menjadi mediator perdamaian antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka. Tepat pukul 13.25, pesawat mendarat dengan selamat di bandara Helsinki- Vantaa airport, Finlandia itu.

 

Ketika turun dari pesawat melewati terowongan, sebut saja belalai gajah menuju pintu kedatangan (arrival gate), udara di Helsinki terasa sangat dingin, sejuk menusuk pori-pori, karena bulan Maret masih berada dalam musim dingin (winter). Untung saja, pada saat saya tiba di bandara, suhu udara tidak berada di bawah nol, tetapi pada hari Rabu tanggal 14 Maret itu, suhu udara di Helsinki berada pada 6 derajat celcius. Jadi tidak terlalu dingin. Apalagi saat itu matahari bersinar sangat cerah. Namun bagi aku yang datang dari negeri tropis, suhu 6 derajat Celsius adalah suhu yang sangat dingin. Untung saja aku membawa jaket tebal dari Aceh. Kalau tidak,aku bisa mati beku juga.

Ketika keluar dari ruang pengambilan bagasi, aku sedikit terheran karena tidak menemukan bagian kantor Imigrasi sebagaimana biasanya kita datang ke negara lain. Sehabis mengambil bagasi, aku langsung menuju pintu keluar dan di sana aku mencari Paivi, senior program manajer di CMI. Aku mencarinya, karena ia berjanji menjemputku di bandara. Tapi, aku agak sedikit terkejut,karena setelah melihat kanan dan kiri, aku tidak menemukannya. Tak berapa lama kemudian, aku mengambil handphone dari saku, lalu menelpon Paivi. Ia kaget karena aku sudah berada di bandara.   Dia minta maaf, karena di dalam pikirannya bahwa aku tiba bukan pada pukul 1.25, tetapi pada pukul 2.00 siang. Ia minta maaf berkali-kali. Padahal ia tidak perlu minta maaf sampai berkali-kali karena kesalahan kecil seperti itu.

Tak lama kemudian, lebih kurang dua puluh menit, aku melihat Paivi datang dengan langkah besar. Matanya liar mencari dimana aku berada. Aku melihatnya setelah ia melewati tempat aku berdiri menunggunya. Karena ia sudah membelakangiku, maka aku memanggilnya perlahan. Ia melihatku dan lalu menyalami dan ia minta maaf atas keterlambatan itu. Ia menyambutku dengan hangat seraya berkata, Welcome to Helsinki. Aku pun membalasnya dengan ucapan Thank you, I am happy to be here. Lho,bagaimana tidak happy ? Ini pengalaman ku yang pertama untuk menginjakkan kaki di bagian benua Eropa yang sangat jauh dari desaku, di Aceh.

Keluar dari gerbang bandara, kami menuju tempat parkir mobil. Di sana tampak sebuah taksi yang membuka bagasi untuk memasukan koper warna biru muda yang ku bawa. Sang sopir mengambilnya dari tanganku dan menyimpannya di dalam bagasi. Aku dipersilakan naik ke taxi lewat pintu sebelah kiri. Aku duduk tepat di belakang sopir, karena di Helsinki seperti di beberapa negara Eropa lainnya, sopir menyetir mobil dari sebelah kiri. Ini salah satu perbedaan kita menyetir mobil di negeri kita dengan di Eropa.

Di dalam taxi, aku diminta menggunakan sabuk pengaman (seat belt), karena ini memang keharusan bagi setiap pengguna mobil untuk menggunakannya. Taxi pun melaju ke arah pusat kota Helsinki. Dalam perjalanan menuju hotel, Paivi yang menyemputku di bandara memberikan informasi tentang bangunan dan jalan yang dilewati. Aku terasa sulit mengingatnya karena semua jalan, toko dan bangunan bertuliskan dengan bahasa Finlandia.

Sambil taxi meluncur mulus menuju hotel, mata ku sangat liar mengamati apa yang ada di sepanjang perjalanan itu. Pohon-pohon di sekitar jalan dan di bukit-bukit yang dilewati kelihatan kering dan telanjang. Ya, pohon-pohon itu tidak berdaun. Hanya tampak dahan-dahan kering, seperti pohon-pohon yang mati. Bukan hanya pohon-pohon besar, tetapi juga pohon-pohon kecil (semak belukar) dan bahkan rumputpun kelihatan coklat dan kering. Di bawah pohon-pohon nan kering itu aku melihat warna putih yang memancarkan sinar. Itu adalah salju yang saat aku datang sedang mencair. Ternyata, pohon-pohon itu kering dan tidak berdaun serta matinya rerumputan serta bunga-bunga,karena lama tertutup salju.

 

Bermalam di Hotel Arthur

Setelah lebih kurang setengah jam di pejalanan dengan menumpangi Taxi, kami tiba di hotel tempat aku diinapkan. Kami turun tepat di depan pintu hotel Arthur yang beralamat di Vuorikatu 19. FI 00100. Helsinki, Finland. Sebuah hotel yang terletak di jantung kota Helsinki. Kelihatannya hotel ini tidak begitu besar. Tetapi setelah aku masuk dan mendapatkan brosur, aku baru tahu bahwa hotel ini memiliki 144 kamar yang terdiri dari ruang keluarga dan suite. Ketika turun dari taxi, aku menyeret koper masuk ke ruang receptionist. Di sana ada pelayan hotel yang berbadan besar, namun bersuara lembut. Paivi mendekati recepsionis dan meminta aku mengisi formulir di hotel serta menandatanganinya. Di dekat receptionist desk, terdapat restaurant yang menawarkan sejumlah makanan. Paivi menginformasikan aku, kalau besok pagi you mau breakfast, ya silakan datang ke restaurant ini. Aku dan Paivi kemudian menuju lift. Kami naiki lift yang bermuatan 4 orang itu menuju lantai 7. Aku mendapatkan kamar nomor 761. Sebuah kamar yang di dalamnya ada dua tempat tidur yang dilengkapi masing-masing dua bantal. Di kamar ini ada televisi dan juga sarana telepon serta meja tempat aku bisa mengetik dan mengakses internet. Di sini tersedia fasilitas internet, tetapi harus bayar di resepsionis.

 [caption caption="Tempat bersejarah di Helsinki"]

[/caption]

Entah mengapa, komputerku, rupanya secara otomatis bisa connect langsung dengan salah satu server. Jadi tanpa harus mengaktifkan, aku bisa akses internet kapan saja. Namun, hatiku juga agak sedikit khawatir, kok bisa masuk langsung. Jangan-jangan nanti aku harus bayar lagi. Lumayan juga tu bayarannya. Apalagi bayaran tidak berlaku dalam mata uang rupiah. Di kota ini masyarakat Finland menggunakan Euro. Tiga puluh menit saja sudah 5 Euro atau sekitar Rp 60.000,-. Mahal bukan ? apalagi kalau berjam-jam.

Ada yang membuat ku agak gagap ketika pertama masuk ke kamar hotel. Aku pertama sekali memasuki kamar mandi. Aku ingin tahu bagaimana peralatan yang digunakan. Ini perlu untuk ku ketahui lebih dahulu, karena lain hotel, lain pula fasilitas mandi yang disediakan. Apalagi ini adalah hotel yang sama sekali belum pernah aku datangi. Maka,ketika pertama masuk, aku melihat shower yang sama sekali asing bagiku. Aku coba selidiki dan membaca tulisan-tulisan kecil dan sandi yang ada di setiap tombol. Lalu aku coba otak atik, hingga aku menemukan caranya. Kalau tidak begitu,ya bisa berabe lho. Kalau tidak tahu, ya bisa-bisa tidak pernah mandi. Di kamar 761, seperti di kamar-kamar lainnya,tidak disediakan termos air, seperti kita nginap di hotel-hotel di Indonesia. Aku bertanya,pada Paivi. Mengapa pihak hotel tidak menyediakan air minum dalam water pot. Paivi menjelaskan aku. Hotel tidak menyediakan itu, karena kita bisa minum air langsung dari kran air yang ada di kamar mandi. Airnya sudah sehat untuk diminum. Mau air panas atau dingin, kita bisa buka kran dan langsung minum. Hebat ya.

 

Bertemu Presiden Martti Ahtisaari

Mengingat waktuku di Helsinki tidak lama, ya hanya beberapa hari saja, tentu akan rugi kalau hanya berada di dalam hotel saja. Suhu udara yang sangat dingin di kota Helsinki di bulan Maret 2007 itu, memang membuat aku malas untuk keluar. Namun, akan sangat rugi kalau tidak menikmati setia sudut kota Helsinki itu. Kota tidak terlalu besar, aku cukup berkeliling dengan berjalan kaki, melewati jalan-jalan yang tidak padat karena kenderaan seperti sepeda motor dan mobil itu. Aku berjalan kaki dengan menggunaka jaket merah yang dipinjmkan Paivi. Aku juga berkunjung ke kantor CMI yang dipimpin oleh mantan Presiden Finlandia, Martti Ahtisaari. Di sini, aku sempat sejenak berbincang dengan sang mantan President Finlandia itu. Sebuah kesempatan emas aku bisa duduk berhadapan langsung dengan seorang Presiden Finlandia saat itu. Ini adalah sebuah kesempatan emas bagi ku yang mungkin tidak banyak orang bisa duduk saling berhadapan dengan seorang President sekaliber Martti Ahtisaari itu. Tapi aku mendapatkan kesempatan itu.

Tidak terlalu lama aku di Helsinki. Hanya beberapa hari saja. Walau hanya beberapa hari, aku sempat menikmati perjalanan naik bus kota di Helsinki, naik kereta api mewah yang mengantarkan aku pergi dan pulang dari kota Helsinki ke Turku, sekitar 1.5 jam pergi dan 1.5 jam pulang. Aku sangat menikmati perjalanku dengan kereta api dari Helsinki ke Turku tersebut. Berapa tidak sepanjang perjalanan aku tidak sekedip mata pun tertidur, kecuali menikmati pemandangan di sepanjang jalan yang dilewati. Apalagi, kepergianku ke Turku, untuk menjadi sebagai nara sumber dalam sebuah seminar tentang Aceh. Aku mempresentasikan tentang keterlibatan perempuan dan proses pengambilan keputusan di Aceh. Sebelum berbicara di Abo Academy di Turku, aku sehari sebelumnya menjadi salah satu pembicara di Helsinki University yang terletak di tengah kota Helsinki itu. Jadi di Negara yang berpenduduk lebih kurang 5 juta orang ini aku menemukan banyak keunikan. Negeri kecil yang tingkat kesejahteraannya sangat tinggi, kualitas pendidikannya juga nomor wahid.

Diundang Sahabat Makan Malam di restoran

Perjalananku ke Helsinki, ternyata mempertemukan aku dengan teman-teman yang berprofesi guru, yang pada tahun 2003 sama-sama mengikuti konferensi guru internasional di hotel Novotel Bogor di akhir September 2003 itu. pada hari kedua aku berada di Helsinki, aku mengirimkan email kepada  Mr. Erkki Lehto temanku yang saat itu masih sepagai principal of Parola school di Helsinki. Ia sangat senang mengetahui aku sedang berada di Helsinki, maka dia pu mengundangu makan malam bersama teman-temannya di sebuah restoran yang cukup terkenal di kota Helsinki. Aku pun sempat berkenalan dengan teman-temannya pada malam itu. Pertemuan itu kembali mengikat silaturahmi kami dari dua negeri. Meeka dengan sangat ramah saling memperkenalkan diri dan keluarga mereka. Mereka sajikan makan malam di restoran itu dengan gaya sajian Eropa. Aku harus belajar bagaimana menikmati makan malam dengan sahabat yang setia itu.

[caption caption="Sempat bertemu dr. Zaini Abadullah dan Malik Mahmud"]

[/caption]

Bertemu orang-orang Penting

Kunjungan singkatku ke Helsinki, di musim dingin itu, ternyata tidak membuat aku dingin dalam kebekuan salju, tetapi aku menemukan kehangatan, karena selama beberapa hari di Helsinki, aku sempat bertemu dengan orang -orang penting. Walau diriku mungkin buka berada pada kaliber orang-orang penting. Ketika aku menjadi pembicara di Helsinki University, aku bisa bertemu dengan beberap profesor di Universitas itu. Di sini juga aku sempat bertemu dengan tokoh GAM saat itu, misalnya Malik Mahmud, yang kini menjadi Wali nanggroe (WN) dan dr. Zaini Abdullah yang kini sudah menjadi Gubernur Aceh sekarang. masih banyak lagi orang-orang penting yang aku temui saat di Helsinki saat itu.

Sayangnya Finlandia sebagai Negara yang baru ku kunjungi yang terasa unik bagi ku ini hanya bisa ku sambangi dalam beberapa hari. Semoga aku bisa kembali ke Helsinki lagi nanti, kalau ada rezeki

[caption caption="Kota kecil yang ingin ku kunjungi lagi"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun