[caption caption="Hanya Bergeming"][/caption]
Â
Raut wajah sejumlah guru yang ikut konferensi guru Internasional ( International Teachers Conference ) di hotel Novotel Bogor, yang dilaksanakan pada 28 September- 2 Oktober 2003 saat itu tampak sangat bahagia dan penuh suka cita. Betapa tidak, para peserta yang merupakan guru yang datang dari belahan dunia, Asia dan Eropa tersebut merasa tersanjungi karena mendapat kesempatan untuk bisa datang ke President Palace, atawa istana negara yang letaknya di Jakarta Pusat.Dalam perjalanan yang mengguankan sekitar 3 bus itu, para tamu yang datang dari berbagai negara di Asia, seperti Malaysia, Sinagapore, Thailand, Philipine, Vietnam, Kamboja dan lain-lain hingga ke Jepang, juga dari beberapa negara di Eropa, seperti Finlandia, Jerman, Denmark dan lain-lain, merasa gembira ketika dalam perjalanan itu peserta dari Indonesia memberikan penjelasan tentang tempat-tempat yang dilewati hingga sampai tiba di Istana Negara di Jakarta Pusat itu.
Rasa lelah menempuh perjalanan dari Novotel Bogor ke Istana negara dengan menumpang bus yang sudah disediakan pantia itu, terasa hilang, karena kegembiraan dan semangat besar untuk bisa bertemu Presiden di Istana negara saat itu.Sudah pasti, bagi setiap orang, untuk bisa masuk ke Istana Presiden atau wakil Presiden tersebut adalah sesuatu yang sangat membanggakan. Karena, jarang-jarang orang bisa masuk ke istana Presiden, apalagi kalau mau masuk sendiri untuk bisa bertemu. Emangnya siapa kamu? Mungkin begitu ungkapan yang akan terlontar kalau kita mengatakan mau bertemu Presiden.
Selain semangat bergelora untuk bisa bertemu Predisen RI saat itu, hal yang membanggakan adalah ketika rombangan kami dikawal oleh Polisi lalulintas hingga ke Istana. Sehingga perjalan kami terasa sangat lancar. Tentu saja, karnea perjalanan kami dari Bogor ke Istana negara saat itu, dikawal oleh polisi di depan bus, agar rombongan guru Internasional ini bisa tiba di Istana negera tetap waktu. Ya, karena ingin bertemu Presiden, haruslah bisa tepat waktu. Bila tidak, ya acara protokoler yang sudah dibuat bisa kacau.
Setiba di Istana negara, pada hari Kamis tanggal 2 Oktober 2003 tersebut, kami dipersilakan masuk ke ruangan pertemuan yang sudah disediakan saat itu. Satu persatu masuk ke ruangan. Tentulah sebelumnya sudah mengalami pemeriksaan, segala bawaan saaat itu. Sebagai tamu, kami sabar menunggu Presiden yang masih belum tampak saat itu. Ya, banyak peserta yang tampak tidak sabar menunggu sang Presiden keluar, menemui para tamu yang merupakan perwakilan guru dari sekolah-sekolah di Asia dan Eropa. Ada sejumlah guru dari Finlandia, Denmark, German, Indonesia, Malaysia, Philipines dan lain sebagainya.
Lalu, beberapa saat kemudian, sang Presiden dan Menteri Pendidikan dan kebudayaan saat itu Dr. Malik Fajar, menyambut kedatangan kami dengan mengatakan welcome to Indonesia. Pak Mentri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu menyampaikan ceramahya dalam bahasa Inggris, karena umumnya peserta konferensi Guru Internasional ini berbahasa Inggris. Oleh sebab itu, agar peserta tidak terbeongong-bengong, maka Pak Malik Fajar waktu itu menggunakan bahasa Inggris ketika berkomunikasi dengan pihak kami datang dari berbagai negera tersebut. Para peserta pun antusias mengikuti kuliah atau ceramahnya pak Malik Fajar saat itu. Namun, harapan peserta yang datang bertandang ke Istana Kepresidenan itu, berharap Sang Presiden saat itu juga menyampaikan sepatah-dua patah kata. Paling tidak, akan ada ungkapan Welcome to Indonesia, and welcome to the palace, I am very happy to welcome you etc.
Ternyata, hingga akhir acara pertemuan dengan Sang Presiden waktu itu, Presiden hanya duduk manis, kalem, tak bicara sepatah katapun. Para peserta pun kaget dan berkata, kita tidak mendengar suara presidennya. Tidak ada sepatah kata pun yang ia ucapkan atas kehadiran kita. Maka, pada akhir pertemuan tersebut, sambil berdiri menuju pulang kembali ke Novotel di Bogor, seorang teman dari Finlandia bertanya pada saya, " Presiden Mu Bisu ya?". Saya terkaget mendengar pertanyaan itu, lalu saya menjawab, tidak.Presiden kami tidak bisu. Kalau tadi dia tidak bicara sepatah kata pun, mungkin Presiden kami sedang tidak enak badan atau juga tidak bisa berbahasa Inggris.
Akhirnya, dalam perjalanan pulang ke Novotel saat itu, para peserta yang rindu mendengar suara sang Presiden itu, banyak yang menertawakan sikap Presiden kita saat itu. Mereka mengatakan, we hope she said something, at least welcome and thank you. But there is no words came out from her mouth. Speechless.
Sebenarnya, sudah lama ingin menulis tulisan ini, namun khawatir. Namun penting sebagai pembelajaran. Bahwa ketika tamu datang ke tempat kita, mereka ingin mendegar kita bicara, ingin berkomunikasi dan bertanya jawab, namun karena kebisuan yang ditemukan, maka wajar mereka bertanya, apakah Presiden anda bisu?
Oleh: Tabrani Yunis