Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Istri yang Menafkahi Suami

14 Agustus 2013   10:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:19 1130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Nah, kini gelombang perempuan  bekerja semakin besar sejalan dengan perubahan zaman. Mereka bukan lagi bekerja di lahan usaha rumahan, akan tetapi melaju jauh, meninggalkan anak dan suami hingga ke manca Negara. Mereka memilih menjadi buruh migran. Jutaan perempuan dari tanah air kini berada di luar negeri sebagai buruh migran. Di Indonesia jutaan perempuan harus dan memilih pekerjaan sebagai buruh di pabrik-pabrik, industry dan sebagainya. Di websitenya Program Buruh Migrant Perempuan memaparkan bawa "jumlah buruh migran perempuan jauh lebih besar daripada migran lelaki dan makin lama proporsinya semakin meningkat. Pada tahun 2006, dari 680.000 buruh migran Indonesia yang tercatat berangkat ke luar negeri, lebih dari 79%-nya adalah perempuan dan sekitar 88% perempuan tersebut bekerja di sektor informal, sebagain besar sebagai pembantu rumah tangga.

Jadi,  gelombang perempuan bekerja di rumahan atau berbisnis di rumah, di sector public, seperti di pasar, di pabrik dan industry lainnya, bahkan ke luar negeri sebagai buruh migran adalah sebuah realitas social yang kini tidak dapat dibendung lagi. Tidak perlu lagi mengatakan perempuan  tidak perlu bekerja, juga tidak perlu berkata, perempuan kelola saja apa yang dibawa pulang oleh suami. Kini  perempuan  semakin sadar bahwa lebih baik bekerja agar perempuan memiliki kemandiran ekonomi. Tangan di tas , lebih baik dari tangan di bawah yang hanya mendah saja. Ini juga diperlukan agar perempuan tidak terus bergantung pada suami. Bagaimana bisa bergantung kepada suami, bila suami tidak punya income?

Oleh sebab itu, yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana agar suami juga sadar diri dan semakin bertanggung jawab dengan isteri yang bekerja. Jangan sampai isteri bekerja keras, sementara suami hanya menikmati hasil kerinngat istri, tanpa peduli dan mau membantu istri, sebagaimana halnya isteri selalu membantu suami menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Sehingga perempuan (istri) menangung beban ganda (double burdens) sebagai ibu rumah tangga dan juga sebagai pencari nafkah. Ya menjadi istri yang menafkahi suami. Maka, sebaiknya suami bekerja sama dengan sitri mencari nafkah bersama untuk terwujudnya keluarga sakinan,mawaddah dan wa rahmah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun