Â
Selama dua dekade ini kita berhadapan dengan  ideologi transnasional yang sejatinya bersifat politik namun berlindung di balik agama. Ideologi transnasional berlindung dibalik Hisbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mengajarkan ideologi yang sering menerjemahkan ayat di Al-Quran secara terpisah atau keluar dari konteks.
HTI sejatinya adalah sebuah organisasi politik yang didirinkan di Yordania. HT global menganut pan Islamisme yang ingin membentuk kekhalifahan baru setelah Otsmani runtuh di Turki. Mereka ingin membentuk negara Islam kesatuan dan bukan federal.
Banyak negara yang melarang adanya HT di negara mereka antara lain, Jerman Rusia, Cina, Mesir, Turki dan Indoensia. Alasan pelarangan negara-negara itu karena organisasi dan organisasi turunannya banyak terlibat pada politik yang mengumbar kebencian, melakukan praktik intoleransi yang memberikan pembenaran seakan-akan kekerasan direstui oleh agama. Organisasi ini juga kerap memanggil pelaku bom bunuh diri sebagai martir dan beberapa sikap dan pandangan politik mereka yang kontroversial dan cenderung membenturkan islam dengan agama lainnya.
Pembubaran HTI di Indonesia, menunjukkan ideologi transnasional seperti mereka sangat bertentangan dengan filosofi negara kita yaitu Pancasila. Secara historis, negara kita memang dibangun di atas perbedaan keyakinan, perbedaan bahasa, perbedaan etnis, perbedaan warna kulit dan lain sebagainya. Â Sehingga jelas kita bisa lihat bahwa Indonesia sendiri tidak disatukan dengan alasan politik saja, tapi juga saling terikat oleh akar budaya dan sosial. Sehingga jika dihadapkan dengan organsasi berkedok agama seperti HTI akan berbenturan dan tidak cocok dengan sifat bangsa kita.
Pada peringatan kemerdekaan Indonesia ke 79 ini, aspek historis perlu kita tengok lagi baik dari sisi kebangsaan maupun dari sisi sejarah agama. Jika kita tilik aspek penyebaran agama, Indonesia atau dulu disebut dengan Nusantara punya histori yang cukup unik. Dahulu penduduk Nusantara banyak yang menganut aliran kepercayaan lokal dan agama Hindu Budha yang memang sudah masuk ke Nusantara lebih dulu dibanding yang lain.
Kemudian Islam masuk dan berkembang mula-mula di Jawa dan Sumatera. Kita mengenal wali songo yang menghargai kekayaan budaya lokal. Karena sifat lentur  dan inklusif itulah kemudian Islam berkembang dengan baik di Nusantara yang kemudian disebut Indonesia.
Histori dari sisi kebangsaan juga begitu. Para pendiri bangsa juga memperhitungkan keberadaan para penduduk non muslim yang banyak di Bali, di papua , NTT dll, sehingga menghilangkan syariat Islam di konsep pancasila.
Karena itu, mari kita selalu mengingat histori atau sejarah itu untuk persatuan sebagai bangsa. Persatuan atau bersatu penting untuk kemajuan dan kebaikan kita bersama. Penting juga membuang pengaruh-pengauh negatif seperti ideologi transnasional itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H