Akhir Januari tahun ini pernyataan mengejutkan dari Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiawandana di hadapan komisi III DPR . Dia mengatakan bahwa kini ada pergeseran sumber dana dari kegiatan terorisme.
Jika dulu seringkali para terorisme melakukan kejahatan untuk membiayai kegiatan radikal dan terorisme yang dia lakukan namun kini hal itu berubah. Sumber pembiayaan terorisme kini berasal dari hasil himpunan dari dana masyarakat yang berkedok amal untuk kemanusiaan atau untuk yayasan yatim piatu.
Jika kita ingat komplotan terorisme bom Bali I awal era 2000-an yang dimotori oleh Imam Samudra , Amrozi dan lain-lain merampok toko emas di daerah Banten untuk mendanai sebagian kegiatan itu. Saat itu mereka memakai sebuah mobil untuk mengangkut bom yang dibuat sendiri di daerah Lamongan. Artinya sumber dana yang mereka pakai untuk kegiatan itu diperoleh dengan ilegal. Ini mirip dengan perampokan di sebuah bom di daerah Medan yang akhirnya hasil rampokan itu dipakai untuk melakukan kegiatan terorisme.
Lalu pada tahun lalu, kita dihebohkan dengan ratusan kotak amal yang ditemukan di beberapa rumah di beberapa wilayah di tanah air. Kotak-kotak amal yang terlihat di televisi itu sering kita lihat di sekeliling kita seperti di warteg, di warung padang atau di mie solo. Tidak dinyana bahwa dana yang dikumpulkan secara legal itu (diklaim sebagai sumbangan untuk korban bencana alam atau untuk yayasan yatim piatu atau pembangunan masjid --yang sering tidak kita ketahui tempatnya-) ternyata dipakai untuk biaya operasional kegiatan radikal yang dilakukan oleh sang pelaku.
Di sisi lain kita pernah juga mendengar pengakuan atau pelaporan masyarakat ke pihak aparat  soal kegiatan radikal dan menjurus ke terorisme. Aparat kemudian mendalami laporan masyarakat itu dan kemudian memang terbukti bahwa pihak yang mereka curigai adalah para pelaku terorisme.
Dari ilustrasi ini bisa kita dapatkan gambaran bahwa persoalan terorisme yang menakutkan itu selalu dan harus melibatkan banyak pihak, dari pemerintah sendiri (PPATK, Densus 88, BNPT atau Kemendagri dll) lalu ada pihak swasta misal bank, pelaku usaha. Peran media juga tidak bisa kita lupakan karena mereka memberikan informasi soal bagaimana jejaring ini bekerja dan pemberitaan akan korban kejahatan yang dilakukan oleh para pelaku.Kita juga tidak bisa melupakan peran beberapa pihak lain seperti dunia pendidikan, Â organisasi kemasyarakatan sampai pelaku seni dan masyarakt umum. Setidaknya ada lima komponen yanng bisa disinergikan oleh yang berwenang untuk menanggulangi radikal dan terorisme ini.
Pelibatan multipihak ini sangat penting agar masyarakat terbebas dari rasa takut karena radikalisme dan terorisme. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H