Mohon tunggu...
tabiinaalfirohmah
tabiinaalfirohmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Tabi'ina Alfi Rohmah, biasanya dipanggil Alfi. Saya suka menulis dan membaca buku, saya suka mengamati permasalahan yang tengah ramai diperbincangkan oleh masyarakat khususnya permasalahan politik maupun sosial. Hobi saya sedari SD adalah menulis, saya memiliki cita-cita yang besar yaitu ingin menerbitkan setidaknya satu buku.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

PPN Naik 12%, Benarkah Rakyat Kecil Makin Tercekik

13 Desember 2024   21:42 Diperbarui: 14 Desember 2024   16:43 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak dari setiap pertambahan nilai konsumsi dari barang maupun jasa. Melansir dari kompas. com pertambahan dari nilai barang ataupun jasa didapatkan dari akumulasi biaya dan laba selama proses produksi sampai proses distribusi yang mana meliputi modal, upah, biaya sewa, listrik, dan pengeluaran lainnya. PPN sama seperti dengan pajak-pajak yang lain yaitu untuk menambah pemasukan negara serta untuk membiayai keperluan-keperluan pemerintah.

PPN merupakan pajak tidak langsung dan bersifat objektif artinya orang yang membayar pajak tidak langsung membayar pajaknya ke negara. Setelah melakukan transaksi jual beli pembeli akan membayar PPN ke pengusaha atau pedagang atas barang yang sudah mereka beli setelahnya pedagang ataupun pengusaha inilah yang melaporkan dan menyetorkan PPN nya ke negara. Konsumen akhir wajib untuk membayar PPN.

Indonesia menerapkan kenaikan pajak pertambahan nilai sejak 1 April 2022 dari 10% menjadi 11% rencananya pada per Januari 2025 akan mengalami kenaikan lagi sebesar 12%. Dikutip dari CNN Indonesia, Indonesia akan menempati tarif pajak pertambahan nilai paling tinggi se ASEAN dengan posisi kedua menyusul Filipina yang lebih dulu menerapkan pajak pertambahan nilai sebesar 12% juga. Setelahnya disusul oleh Malaysia, Laos, Vietnam, Kamboja yang nilai pajaknya sebesar 10%. Kenaikan pajak pertambahan nilai menjadi hal yang sangat krusial karena berimbas kepada masyarakat Indonesia sendiri. 

Kenaikan PPN beriimbas pada daya beli masyarakat Indonesia yang menurun karena biaya pajak yang dikeluarkan sangat mahal terutama pada rakyat menengah ke bawah yang ikut kena imbasnya, hal tersebut juga berdampak pada pelaku UMKM kecil karena menyesuaikan dengan tarif kenaikan yang sudah ditentukan. Adanya kenaikan PPN ini memengaruhi harga produk sehingga harga barang akan naik. Kenaikan sejumlah 12% terdampak pada barang elektronik, barang fashion, barang otomotif, tanah dan bangunan, perabotan rumah tangga, makanan olahan kemasan. Selain menurunkan daya beli masyarakat kenaikan sebesar 12% membuat pemangkasan karyawan terjadi secara masif, ibaratnya sebuah toko yang menyediakan barang kemudian masyarakat tidak ada yang membelinya otomatis toko tersebut akan memikirkan karyawan nya sedangkan di sisi lain tidak ada pemasukan. Maka dari itu pemangkasan jumlah karyawan menjadi solusinya.

Pemangkasan jumlah karyawan akan meningkatkan tingkat pengangguran yang ada di Indonesia, dalam masalah ini tidak hanya lapangan pekerjaan yang semakin sempit tetapi juga dihadapkan dengan angka pengangguran yang semakin meluas. Sebenarnya kenaikan pajak ini untuk mensejahterakan masyarakat atau mencekik masyarakat. Masyarakat banyak kehilangan pekerjaan sedangkan tetap diperas untuk membiayai pajak yang mana pajak sendiri adalah pemasukan terbesar untuk APBN sedangkan APBN dikeluarkan oleh pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan serta hakikatnya.

Keputusan kenaikan PPN ini dinilai tidak mempertimbangkan segala hal, karena acuan dari kenaikan PPN ini adalah negara-negara Eropa seperti Hungaria serta Swedia yang PPN nya sebesar 27% dan 25% tentunya ini sangat tidak apple to apple apabila jika dibandingkan dengan pendapatan yang ada di Indonesia. PPN sebesar 12% dinilai tidak napak tanah dan sangat memberatkan, apalagi yang menjadi acuan adalah negara Eropa yang mana kondisi ekonomi nya stabil sedangkan apabila dibandingkan dengan Indonesia kondisi ekonomi nya mengalami penurunan semenjak pandemi Covid-19.

Hungaria sendiri yang PPN nya sebesar 27% dimanfaatkan untuk mendanai layanan publik, pengelolaan sistem kesehatan dan pendidikan, dukungan untuk program kesejahteraan sosial, pembiayaan infrastruktur publik, dan stabilitas ekonomi makro. Sedangkan di Swedia PPN 25% dimanfaatkan untuk pendanaan sistem kesejahteraan sosial yang komprehensif, pendidikan gratis hingga tingkat universitas, layanan kesehatan dengan kualitas tinggi, infrastruktur publik yang modern, serta program lingkungan berkelanjutan. Masyarakat Hungaria dan Swedia dengan nyata menikmati hasil PPN nya, namun jika melihat Indonesia sendiri belum tentu PPN sebesar 11% rakyat Indonesia bisa menikmati segala fasilitas yang diberikan seperti negara Hungaria dan Swedia. Kemungkinan untuk membayar PPN nya saja mereka merasa kurang karena tidak sesuai dengan pendapatan.

Hal tersebut menjadikan sebuah tanda tanya yang besar karena seperti tidak memikirkan risiko rakyat menengah ke bawah. Seperti halnya Malaysia mereka hanya menerapkan PPN sebanyak 6% namun pertumbuhan ekonomi nya masih di atas Indonesia. Sangat tidak masuk akal apabila PPN naik sebesar 12% sedangkan gaji yang ada di Indonesia masih di bawah rata-rata, mengutip dari sahamtalk Indonesia diturunkan oleh bank dunia sebagai negara menengah ke bawah dengan upah minimum yang termasuk tiga terendah di Asean dan enam terendah di dunia.

Kenaikan PPN sebesar 12% juga harus dipertimbangkan dengan urusan kenaikan pendapatan rakyat juga. Hal ini yang banyak terkena imbasnya adalah lagi-lagi rakyat menengah ke bawah karena  penghasilan yang mereka dapatkan cukup untuk kebutuhan makan. Namun ketika ingin membeli keperluan lain serta diberatkan dengan pajak sebesar 12% sama saja mereka mengeluarkan biaya setara dengan kebutuhan makan yang selalu mereka keluarkan sehari-hari, karena kebutuhan seperti pembelian barang elektronik, barang fashion, barang otomotif paling banyak pembelinya adalah rakyat kelas menengah.Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sangat memberatkan kelas menengah ke bawah, rakyat diperas dan dimanfaatkan hanya untuk kepentingan semata. 

Pada dasarnya pemerintah ingin menyejahterakan atau menindas rakyat karena setiap keputusan tidak melibatkan suara rakyat. Kenaikan PPN sebesar 12% sangat menimbulkan dampak yang begitu besar bahkan sebelum diterapkan sekalipun, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang sangat fatal bahkan jika diterapkan nanti Indonesia akan mengalami inflasi. Sehingga kenaikan PPN sebesar 12% harus dipertimbangkan secara matang-matang untuk menghindari dan mengatasi risiko besar yang terjadi setelah diterapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun