Pada pilpres, kanban jelas sangat menguntungkan. Jika seorang artis, anak pejabat bahkan anak presiden mencalonkan diri, tentu dia tidak perlu bersusah payah untuk membangun persepsi positif masyarakat mulai dari nol. Sebagai catatan, saya disini tidak sedang membicarakan putusan MK yang menjadi polemik.
Begitu juga di kompasianival. Jika Anda orang "terkenal" dalam berbagai arti tentunya, itu adalah sebuah nilai plus yang amat membantu untuk menggondol salah satu award.
Ikut kegiatan misalnya kopdar, menjadi anggota berbagai komunitas, melakukan sesuatu yang berbeda, akan sangat membantu untuk mendongkrak posisi kanban Anda.
Walhasil, kanban menjadi "dongkrak antik" untuk mengantar Anda naik podium di kompasianival nanti.
Terakhir adalah kaban. Ini arti harfiahnya tas. Boleh tas yang Anda pakai saat pergi ke sekolah, ke kantor, saat kondangan, ketika kencan, bepergian, atau sekadar untuk mejeng di mal.
Akan tetapi, dalam konteks ini, kaban artinya dukungan finansial alias duit. Politisi kita kadang menyebutnya dengan istilah kardus, sapi, apel, duren, dan lainnya. Apa pun istilahnya, artinya fulus.
Kaban di pilpres jelas diperlukan. Kalau cuma modal dengkul, pasti nggak bisa lah ferguso.
Eh, tapi kabar burung ada yang ikutan kontestasi pilpres hanya dengan modal dengkul (plus bibir alias omongan) lho. Benar atau tidaknya, sila tanya pada rumput yang bergoyang. Lagipula, itu bukan topik bahasan tulisan.
Bagaimana dengan kompasianival? Tidak perlu disebutkan lagi bahwa kaban juga merupakan unsur penting. Kalau nggak punya doku (duit) buat beli pulsa atau bayar WiFi, bagaimana mau ikutan kompasianival?
Artinya sebagai kompasianer tentu butuh kaban untuk akses kompasiana bukan? Akses merupakan satu-satunya jalan menuju kontestasi kompasianival.
Apalagi jika Anda tidak mau terganggu oleh iklan panu, obat kuat dan iklan lain, butuh rogohan lebih dalam lagi ke saku, untuk berlangganan layanan premium.