Setelah mengunci pintu, saya bernyanyi dalam hati sambil berjalan di lorong apartemen, lagu yang dipopulerkan oleh Sakamoto Fuyumi. Judul lagunya "mata kimi ni koi shiteru", atau terjemahan bebasnya "jatuh cinta lagi kepadamu".
Lagu ini pas sekali untuk menggambarkan suasana musim gugur seperti sekarang. Mengapa bisa begitu? Alasannya, suasana musim gugur itu ngangenin.
Agar lebih jelas (walaupun saya tahu Anda pasti pernah merasa kangen), jika memakai analogi, gambarannya kira-kira seperti bertemu pacar. Meskipun tiap hari bertemu, namun tidak ada rasa bosan. Bahkan Anda makin sayang padanya bukan?
Pemandangan musim gugur dengan dedaunan berwarna-warni tidak membuat bosan, bahkan sebaliknya.Â
Musim gugur membuat saya jatuh cinta sekarang, dan pasti akan membikin jatuh cinta lagi setiap tahun berikutnya.
Angin dingin bertiup agak kencang saat saya berjalan menuju pintu keluar. Untuk menghangatkan badan, saya menarik ritsleting mentok ke atas, agar jaket bisa menutupi leher.
Kebetulan ada orang yang baru saja masuk lewat pintu utama, sehingga hawa dingin ikut menyelinap terbawa angin. Biasanya angin pada musim seperti ini disebut kogarashi, artinya angin membuat daun menjadi kering.
Meskipun dingin, namun suhu udara saat musim gugur terasa nyaman. Sehingga saat seperti ini, pas dinikmati dengan aktivitas jalan-jalan.
Saya selalu memanfaatkannya untuk bepergian, entah sekadar berjalan di sekitar tempat tinggal, atau ke lokasi agak jauh menggunakan bus atau kereta api.
Tokyo sebagai kota megapolitan memang terkesan sibuk dan sedikit angker.Â
Ya, Tokyo kelihatan menyeramkan. Jika Anda pernah berada di Tokyo saat jam kerja, kita dapat melihat dan merasakan orang tidak ada habisnya lalu lalang. Sebagian besar berjalan secara bergegas, bahkan tampak tanpa ekspresi di wajah.
Belum lagi jika berbicara tentang kehidupan amat kompleks di kota yang dahulu bernama Edo. Mulai dari kesibukan bekerja tak kenal waktu alias "P4" (pergi pagi pulang petang), sampai pada kehidupan orang per orang yang sangat tertutup.
Akan tetapi di balik kehidupan kerasnya, Tokyo juga mempunyai sisi keindahan. Sayangnya hanya saat musim gugur saja Anda bisa menemukan dan merasakan keindahan ini. Â
Jika hanya mengunjungi spot wisata di daerah sibuk seperti Shinjuku, Shibuya, Harajuku atau tempat keramaian lain, mungkin kita tidak pernah tahu ada keindahan yang tersembunyi.
Di Tokyo terdapat seratusan lebih taman. Ada taman dengan area luas, kebanyakan dikelola oleh dinas pertamanan pemerintah Tokyo. Untuk menyebut beberapa contoh misalnya Koishikawa Kourakuen, Rikugien, Showa Kinen Kouen, Shinjuku Gyoen, Kiyosumi Teien dan lainnya.
Selain itu ada taman kecil, yang namanya pun Anda mungkin tidak pernah dengar. Taman-taman ini umumnya jauh dari pusat keramaian, meskipun masih berada di Tokyo.
Nah, di taman seperti inilah Anda bisa menemukan keindahan. Saya lebih suka mengunjungi taman dengan skala sedang dan kecil, lebih-lebih yang jauh dari keramaian. Hakikatnya, selain keindahan, di taman jenis ini kedekatan dengan alam bisa lebih kita rasakan.
Berjalan di antara pepohonan pada musim gugur, mengingatkan kita pada banyak hal. Terutama kita dapat merasakan alam ingin menunjukkan, bahwa keindahan yang dilambangkan dengan daun bewarna-warni, sifatnya hanya sementara belaka.
Alam mengingatkan kepada kita, bahwa roda kehidupan itu berputar.
Pucuk daun muda yang tumbuh di awal musim semi, kemudian berkembang menjadi warna hijau cerah.Â
Pada musim panas warna daun menjadi agak hijau gelap. Akhirnya warna berubah menjadi merah, oranye, kuning, coklat, sebelum jatuh kemudian lenyap ditelan bumi.
Proses itu terjadi berulang-ulang setiap tahun. Kita bisa belajar keseimbangan pada alam.
Daun jatuh lama-kelamaan menjadi kompos, lalu menjadi sumber energi bagi mikrob. Nantinya ini akan memudahkan akar menyerap zat-zat esensial untuk menunjang pertumbuhan pohon.
Burung-burung bisa memanfaatkan daun atau ranting jatuh untuk membuat sarang, dimana burung dapat menjaga kelangsungan hidup piyik yang kelak dilahirkan. Daun yang jatuh (baca: tak berguna), ternyata masih bisa dimanfaatkan (baca: berguna).
Dedaunan pada musim gugur, sebenarnya berubah warna karena menyesuaikan dengan alam.
Saat musim gugur, matahari lebih cepat terbenam dibandingkan dengan musim lainnya. Akibat singkatnya durasi pohon menerima pancaran sinar matahari, maka warna hijau akan terdekomposisi.
Bersamaan dengan itu, lipatan terbentuk pada ujung daun yang menempel di batang pohon. Lipatan ini semakin lama semakin menghambat jalannya nutrisi ke daun. Akibatnya warna daun berubah. Lama-kelamaan setelah perubahan warna, daun akan jatuh.
Kita tinggalkan urusan daun. Saya mau bercerita kembali tentang jalan-jalan di musim gugur.
Saat musim gugur, saya gemar berjalan-jalan di taman, teristimewa saat hujan turun rintik-rintik.Â
Sebagai catatan, biasanya cuaca musim gugur memang kebanyakan mendung dan sering turun hujan. Ini merupakan pengaruh suhu udara dingin dari utara yang merangsek ke kepulauan Jepang, kemudian bercampur dengan suhu udara lembap dari arah selatan.
Anda boleh percaya atau tidak, bahwa aroma daun basah yang terbawa angin, menambah romantisme suasana musim gugur. Ini juga menjadikan kita makin dekat pada alam.
Bangsa Jepang memang terkenal akrab dengan alam. Anda mungkin tahu bahwa rumah tinggal di Jepang kebanyakan menggunakan cat warna tembok tidak mencolok.
Salah satu alasannya, agar orang bisa menikmati keindahan alam sekitar. Mereka berusaha untuk tidak mengganggu keharmonisan warna-warni alam dengan warna cat rumah. Tempat tinggal dibuat sedemikiana rupa agar "menyatu" dengan alam secara serasi.
Kedekatan dengan alam bisa kita selisik juga dari penamaan warna dalam bahasa Jepang yang banyak mengadopsi warna-warna alamiah.
Kita tahu bahwa di alam sekitar, warna hijau dedaunan ada berbagai macam. Sehingga pada penamaan warna di Jepang, jika kita ambil satu warna biru maupun hijau pun, tergantung kepekatannya, memiliki nama berbeda.
Jadi jangan kaget jika dalam bahasa Jepang, warna hijau mempunyai kurang lebih 10 nama berbeda, masing-masing warna diberi nama berdasarkan kepekatannya.
Untuk mendapatkan warna-warna tersebut contohnya saat mewarnai kain, orang Jepang membuatnya dari alam. Secara konkret, mereka membuatnya dari tanaman ai (Persicaria tinctoria).
Di taman pada umumnya disediakan bangku. Sehingga kita bisa duduk sambil mendengarkan kicauan burung dan orkestra suara gesekan daun kering.
Anda juga bisa melakukan kemenungan di bangku taman, ketika musim gugur.
Saat menengadah, kita bisa melihat riuh tarian dedaunan, melayang di udara terbawa oleh angin dingin yang tiba-tiba berembus.
Biasanya saya duduk sambil makan ubi bakar (dalam bahasa Jepang disebut yaki-imo). Makanan ini memang banyak dijual, bahkan ada yang menjualnya dengan mobil berkeliling di area perumahan.
Oh ya, musim gugur di Jepang mempunyai banyak julukan.
Orang biasa menamai musim gugur dengan minori-no-aki. Artinya musim gugur adalah saatnya menikmati makanan (hasil alam) enak dan melimpah.
Misalnya ubi bakar tadi, kemudian ada berbagai macam jenis buah jeruk, apel, kesemek (kaki), hasil laut misalnya ikan dan tiram (bahasa Jepangnya kebetulan sama dengan kesemek yaitu kaki, namun tulisan kanjinya berbeda), jamur matsutake, dan banyak lagi lainnya.
Ada juga julukan supootsu-no-aki, yaitu musim yang pas untuk melakukan kegiatan olahraga. Lazimnya di sekolah-sekolah, terutama TK dan SD, diadakan lomba olahraga. Jalan-jalan juga salah satu olahraga yang cocok dilakukan saat musim gugur.
Nama lain yang sering digunakan orang Jepang untuk musim gugur adalah bungaku-no-aki. Yaitu saat kita bisa menikmati karya kesastraan.
Saya setuju dengan penamaan tersebut. Jika merasa capai setelah jalan-jalan di taman saat musim gugur, biasanya saya duduk sambil membaca.
Bacaan pas pada situasi itu adalah karya-karya Dazai Osamu, novelis yang namanya sudah tidak asing lagi di Jepang.
Kebanyakan novel karangan Dazai mengungkapkan sisi gelap dan terkadang misterius manusia. Sehingga jika kita membaca novelnya di taman saat musim gugur, suasana sekitar bisa menambah keasyikan dan membangkitkan imajinasi akan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah kita pikir maupun rasakan.
Kalau diizinkan, maka saya punya julukan sendiri bagi musim gugur, yaitu musim imajinasi.
Seperti saat melantunkan lagu yang telah saya bahas diawal tulisan. Imajinasi tentang jatuh cinta berkali-kali, entah mengapa saat musim gugur terasa seperti kejadian nyata.
Akhirnya saya ingin menutup tulisan dengan puisi pendek karya penyair bernama Takahama Kyoshi.Â
Kompleksitas keromantisan musim gugur dan rasa jatuh cinta berkali-kali dalam suasana musim gugur yang senyap, menurut saya digambarkan dengan singkat, namun dalam, sehingga membangkitkan kemenungan dan tentunya apik.
"Sehelai daun momiji/jatuh/dalam kesunyian".
Selamat berakhir pekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H