Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Tokyo 2020, Antara Kodoku, Playbook dan Wajah Kita

18 Juli 2021   12:00 Diperbarui: 18 Juli 2021   16:05 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spanduk Tokyo 2020 dengan background langit cerah (dokumentasi pribadi)Spanduk Tokyo 2020 dengan background langit cerah (dokumentasi pribadi)

Lagu bertema kesepian pasti ada di setiap negara. Sebagai orang yang sedang berkelana di sini, menurut pengamatan terbatas, banyak lagu Jepang era tahun 70-an bertema kesepian. 

Indonesia juga tidak kalah, kita punya koleksi banyak lagu bertema kesepian. Dalam sejarah musik Indonesia, untuk urusan lagu bertema kesepian, maka era 80 sampai 90-an adalah jawaranya. Sebut saja nama Betharia Sonata, Iis Sugianto, Nia Daniaty, Obbie Messakh, dan banyak lagi nama lain.

Akan tetapi di antara dua negara itu, Jepang ternyata satu langkah lebih maju untuk urusan kesepian. Soalnya Jepang sudah punya menteri urusan kesepian. Sakamoto Tetsushi, ditunjuk oleh PM Suga Yoshihide sebagai Kodoku-koritsu Tantou daijin mulai tanggal 12 Februari 2021.

Sebenarnya saya kurang sreg dengan terjemahan kesepian untuk kata kodoku yang digunakan oleh media. Alasannya, kesepian itu lebih melibatkan soal perasaan. Lagi pula, kalau menggunakan bahasa Jepang, kesepian bukan direpresentasikan dengan kata kodoku, namun kodoku-kan. Akhiran "kan" mempunyai arti perasaan yang dialami seseorang.

Kodoku, lebih cocok disebut sebagai kesendirian. Orang yang sendirian, belum tentu juga mereka merasa kesepian kan? Alasannya, bisa jadi orang-orang seperti ini mungkin lebih happy (baca: tidak kesepian) dan memilih untuk hidup sendirian.

Kata kesendirian juga cocok dengan kalimat koritsu, yang berarti terisolasi. Jadi menurut saya lebih cocok mengatakan, Sakamoto Tetsushi adalah menteri yang ditunjuk untuk tugas khusus (bahasa Jepangnya tanto-daijin) mengurusi orang-orang yang sendiri dan terisolasi (bahasa Jepangnya kodoku-koritsu).

Baiklah, saya tidak akan memperpanjang perbahasan tentang istilah. Media memang lebih memilih ungkapan yang bombastis, karena itu lebih "menjual" (baca: menarik) bagi (calon) pembaca bukan?

Kita kembali ke pokok tulisan. Masalah kesendirian (selanjutnya saya tulis kodoku) ini bisa kita rasakan dengan jelas saat pandemi. Misalnya saja, dalam keadaan normal, pegawai biasanya kerja di kantor bersama dengan rekan. Namun saat ini, kebanyakan orang bekerja kodoku dari rumah. 

Contoh lain, seorang atlet biasanya berlaga di lapangan dan ditonton oleh banyak pengunjung. Teriakan penggembira bisa menambah semangat atlet yang bertanding.

Akan tetapi, arena pertandingan olimpiade di Tokyo dan sekitarnya sudah dinyatakan tertutup untuk penonton. Sehingga atlet harus bertanding kodoku, tanpa sorak-sorai penggembira.

Penonton pertandingan pun, ada pada keadaan kodoku. Karena masyarakat tidak bisa melihat dan merasakan langsung suasana pertandingan, apalagi merasakan kesatuan (kebersamaan) dengan penggembira lain yang menonton pertandingan sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun