Karena topografinya, maka seperti sudah saya ceritakan, labirin yang menyebar dari jalur utama kebanyakan berupa jalan menurun dari jalan utama, yang merupakan area paling tinggi dibanding daerah sekitar. Dalam bahasa Jepang, topografi jalan seperti ini disebut onemichi.
Pada jalan utama yang letaknya di ketinggian bila dibandingkan dengan jalan labirin di sekitar, ada dua kuil utama yang sering dikunjungi orang. Yaitu Fushimi Inari Hibuse Jinja dan Zenkoku-ji (atau Bisyamonten). Dua kuil ini ramai dikunjungi, terutama oleh para geisha pada saat era kejayaan mereka di zaman Meiji dan Taisho.
Para geisha, umumnya mandi di tempat pemandian umum ini. Kemudian sebelum pergi ke tempat tamu yang mengundangnya, mereka biasanya mengunjungi kuil yang telah saya sebutkan di atas.
Saya kira perjalanan geisha menapaki tangga dari labirin menuju ke kuil, bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Ada beberapa alasan tentang itu.
Geisha yang umumnya memakai kimono, tentu agak sulit berjalan menapaki tangga. Karena kita semua tahu, jika orang memakai kimono, maka berjalan di jalan datar pun bukan perkara mudah.
Kemudian saya membayangkan, mungkin geisha itu mengalami pergolakan batin saat naik tangga menuju kuil, kemudian setelah itu turun tangga menuju ke tempat tamu menunggu.Â
Ah, saya kok jadi penasaran bagaimana cara mereka mengubah suasana hati dan pikiran saat naik tangga untuk pergi ke kuil, kemudian mengubahnya lagi nanti saat turun tangga menuju tempat tamu yang menunggu.
Ini persis seperti kehidupan. Adakala kita terperangkap di kehidupan duniawi di bawah, namun sesekali mungkin orang juga ingat akan hal sakral yang bisa mendekatkan jarak kepadaNya. Manusia sering kali mondar-mandir antara dua hal itu, seperti seorang geisha.