Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Dampak Gratis, Bisa Membuat Sengsara Industri Otomotif

6 Februari 2021   09:56 Diperbarui: 7 Februari 2021   04:07 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tada yori takai mono wa nai

Itu adalah ungkapan bahasa Jepang yang artinya, "tidak ada yang lebih mahal dari gratis". Dengan kata lain, gratis sebenarnya tidak gratis. Bahkan gratis, paling mahal harganya.

Meskipun ungkapan itu muncul jauh sebelum smartphone dibuat, keadaan yang terjadi saat ini mencerminkan hal tersebut. Mungkin Anda akan bertanya, bagaimana ceritanya jika sesuatu yang gratis, namun mempunyai harga mahal?

Begini penjelasannya...

Saat ini hampir semua orang punya smartphone. Coba saja Anda perhatikan sekeliling. Sebagian besar orang, pasti punya benda ajaib itu.

Di Jepang sebelum pandemi, saya pernah pernah mengecek hampir semua orang memainkan smartphone saat naik kereta. Kecuali beberapa orang asyik menikmati guncangan kereta api dengan mata tertutup (alias tidur), seperti kebiasaan saya saat pulang dari kantor.

Anda juga mungkin gemar main smartphone. Secara khusus, suka sekali menggunakan program gratis yang disediakan Google Play maupun Apple Store. 

Tetapi sebenarnya, jika diselisik lebih jauh, program yang Anda install itu tidak gratis. Tanpa disadari, pengguna harus "membayar" mahal. Tentu membayar di sini bukan dengan Rupiah, apalagi Dirham.

Kita membayar dengan dengan cara memberikan akses ke memori penyimpan atau kamera. Atau dengan cara lain, yaitu membolehkan program menyimpan, mengirim dan menggunakan semua data saat pengguna berinteraksi melalui program.

Itu adalah gambaran dampak teknis yang terjadi saat menggunakan program gratis. Mungkin terkadang kita tidak tahu, karena tidak teliti atau belum begitu "melek" teknologi.

Jika kita lihat dari sudut pandang konkret, ada harga mahal lainnya yang harus dibayar akibat menggunakan program gratis. Misalnya hubungan dalam keluarga, maupun hubungan sosial Anda bisa terganggu, bahkan buyar sama sekali karena keasyikan bermain smartphone. Lebih parah lagi kalau Anda kemudian jatuh sakit, karena sibuk memelototi layar gawai tanpa memperhatikan waktu.

Gratis memang sesuatu yang menggiurkan dan memabukkan seperti opium. Anda, bisa kecanduan.

Dalam dunia bisnis, model gratisan seperti ini disebut freemium. Sebagai catatan, freemium sebenarnya sudah dipraktikkan sejak tahun 80-an. Namun istilahnya baru muncul pada tahun 2006, diciptakan oleh Jarid Lukin.

Freemium, kenyataannya tidak sepenuhnya gratis. Sebagai bukti, saya yakin Anda pernah mengalami kejadian seperti berikut.

Suatu hari Anda merasa senang karena bisa menemukan program yang dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan suatu pekerjaan atau kebutuhan. Apalagi program itu Anda bisa unduh tanpa harus merogoh kocek alias gratis. 

Kemudian pada saat tertentu, Anda ingin fitur tambahan, misalnya untuk mempercantik tampilan foto atau video yang sudah dibuat dari program tersebut. Namun Anda kecewa, karena ternyata harus membayar biaya tambahan jika ingin menambah kemampuan dan kegunaan dari program. Saat itulah sebenarnya Anda sudah masuk jebakan freemium.

Untuk fitur dasar, memang kita bisa menggunakannya secara gratis. Namun, freemium biasanya memungut biaya, jika kita ingin menggunakan fitur yang lebih canggih.

Orang bisa dengan mudah terperangkap, karena kolaborasi erat antara teknologi digital dan model bisnis freemium. Dua hal itu ternyata seperti mata uang, yaitu mempunyai dua sisi berbeda, namun tidak terpisahkan. Dua alasan berikut lebih mempertegas hubungan keduanya.

Pertama, teknologi digital adalah katalis yang mutlak untuk mengembangkan ekonomi berbasis freemium. Sebagai catatan, freemium juga mempunyai nama lain, yaitu model bisnis era internet. Sementara kita tahu bahwa internet, merupakan basis dari perkembangan teknologi digital. Alhasil freemium dan teknologi digital memang berkaitan.

Kedua, teknologi digital bisa menjadi alat untuk pemenuhan (sebagian) hasrat orang, misalnya dalam hal hiburan. Hasilnya dapat memberikan efek kepuasan sangat besar bagi manusia. 

Efek seperti ini juga bisa dirasakan (atau berlaku) bagi orang yang "terjebak" pada saat awal menggunakan program dengan model bisnis freemium. Orang bisa mendapatkan kepuasan, meskipun sifatnya sementara. Kepuasan, adalah efek yang sama-sama dapat diperoleh melalui teknologi digital maupun freemium.

Dampak gratis tidak berhenti sampai di situ saja. Gratis ternyata bisa membawa akibat lebih serius. Salah satunya adalah, kelangkaan semikonduktor bagi pasokan industri otomotif.

Sebelum masuk kepada pembahasan, saya ingin menyampaikan bahwa kelangkaan ini bukan akibat langsung dari gratis. Situasi dan kondisi kita sekarang pada masa pandemi, mengakibatkan banyak orang yang bekerja dari rumah. Ini juga menjadi salah satu sebab.

Asumsinya, saat ini orang pada umumnya bekerja dari rumah. Sehingga selain di kantor, maka orang juga butuh komputer jenis laptop yang mudah untuk dibawa ke mana saja. Karena tidak mungkin orang harus membawa komputer yang digunakan di kantor (biasanya jenis desktop), untuk dipakai juga di rumah. 

Ditambah lagi, masyarakat lebih banyak punya waktu luang, karena tidak perlu menghabiskan energi untuk perjalanan pergi dan pulang dari kantor. Akibatnya orang cenderung berkutat dengan smartphone maupun laptop seharian, untuk mengisi waktu luang tersebut.

Untuk menunjang pertambahan drastis aktivitas orang dari rumah, maka kebutuhan server di pusat data yang berfungsi sebagai cloud, juga meningkat. 

Seiring dengan itu, kebutuhan jaringan komunikasi yang memiliki kemampuan pertukaran data besar (bahasa kerennya, bandwith) dengan sendirinya juga meningkat. Beberapa negara maju seperti Jepang, bahkan mulai menggunakan teknologi seluler 5G.

Masih berhubungan dengan pandemi, orang lebih suka menggunakan kendaraan pribadi untuk bepergian. Sebab saat ini masih riskan jika menggunakan transportasi umum.

Peningkatan kebutuhan smartphone, komputer, jaringan telekomunikasi terutama yang menggunakan teknologi baru seperti 5G, dan kendaraan yang terjadi secara bersamaan, ternyata menyebabkan kelangkaan pasokan semikonduktor, khususnya untuk industri otomotif.

Mungkin Anda bertanya, apa hubungannya semikonduktor dengan otomotif?

Mobil, juga butuh semikonduktor lho. Misalnya untuk mengatur tegangan, atau mengatur keselarasan semua komponen selama mobil berjalan maupun untuk berhenti. 

Biasanya dibutuhkan sekitar 100 sampai 200 buah semikonduktor untuk kendaraan yang menggunakan bensin/solar. Kendaraan listrik membutuhkan semikonduktor lebih banyak, yaitu 2 kali lipat dari mobil konvensional.

Namun kenyataan di lapangan, produsen semikonduktor besar seperti Renesas Electronics dan Toshiba, ternyata tidak mempunyai pabrikan sendiri untuk membuat produk akhir. Sehingga untuk proses produksi, mereka sangat tergantung pada perusahaan yang biasa disebut fab atau foundry, misalnya TSMC.

Ironisnya, foundry lebih suka membuat cip (kebanyakan produk akhir dari semikonduktor adalah cip) untuk pasokan smartphone maupun server. Alasannya, karena mereka sudah investasi besar-besaran untuk membeli peralatan yang bisa menghasilkan cip teknologi terbaru dengan ukuran pitch 5 sampai 7 nanometer. Seperti para pelaku bisnis pada umumnya, mereka ingin modal cepat kembali dong.

Cip untuk pasokan industri otomotif umumnya menggunakan pitch sekitar 28 sampai 40 nanometer. Teknologi besaran pitch seperti ini sudah ketinggalan zaman sekitar 3 atau 4 generasi.

Untuk pembahasan lebih lanjut tentang foundry, cip, semikonduktor, pitch dan sebagainya, sila baca artikel lawas berikut.

Baca juga : Matinya Hukum Moore, Lahirnya Proses 7nm dan Setelahnya 

Foundry enggan memproduksi cip jenis ini karena selain teknologinya lawas (sehingga ketersediaan mesin juga terbatas), tuntutan standarnya (misalnya dalam hal keamanan) ternyata tinggi. Kita tahu bahwa keselamatan merupakan hal utama bagi komponen mobil. Sehingga kalau mereka kebanyakan memproduksinya, rugi bandar dong.

Dilema itulah yang menyebabkan kelangkaan semikonduktor untuk pasokan industri otomotif. Akibatnya produsen mobil seperti Nissan, Honda, Toyota dan Subaru terpaksa mengurangi atau menghentikan produksinya sementara.

Contohnya Pabrik Toyota di Guangzhou terpaksa berhenti bulan November sampai Desember tahun lalu. Nissan juga terpaksa mengurangi jumlah produksi sekitar 10 ribu mobil.

Kelangkaan ini diperkiraakan masih terus berlangsung beberapa bulan ke depan.

Sebagai penutup, gratis ternyata bukan hal remeh. Kalau kita sedikit cermat, ternyata ada dampak negatif akibat sesuatu yang gratis. Walaupun umumnya sesuatu yang gratis memang gratis, tanpa menimbulkan dampak apa-apa.

Misalnya saja udara yang kita hirup saat ini gratis, dan tidak ada dampak apa pun kalau Anda mau menghirup udara sebanyak-banyaknya. Dengan catatan, mengenai ketersediaan udara bebas polusi, itu masalah lain.

Tetapi harap jangan lengah, karena ternyata ada gratis yang bisa membawa dampak negatif serius jika kita tidak berhati-hati.

Mari tetap waspada karena jebakan gratis selalu mengintai bak harimau kelaparan, terutama pada masa sulit akibat pandemi saat ini.

Selamat berakhir pekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun