Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Paskah 2020 yang Istimewa dan Titik Nol

12 April 2020   07:00 Diperbarui: 12 April 2020   08:26 3036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Live Streaming Misa Minggu Palma dari Gereja Katedral Jakarta (dokpri)

Perayaan pra Paskah dan puncaknya pada misa perayaan Paskah tahun ini bukan hanya berbeda. Menurut saya, Paskah 2020 adalah istimewa.

Umat kristiani biasanya beribadah tiap minggu di gereja, yang merupakan tempat persekutuan orang percaya kepada Kristus, penyelamat umat manusia. 

Walaupun tidak selalu harus ada dalam wujud fisik, namun gereja juga mempunyai arti bangunan untuk ibadah persekutuan umat yang beriman kepada Kristus.

Dengan pertimbangan keadaan saat ini akibat pandemi COVID-19, maka umat dihimbau untuk tidak datang ke gereja. Pastor dan petinggi gereja seperti uskup, menyarankan agar umat mengikuti misa dari rumah. 

Bagi saya sendiri, perayaan Rabu Abu adalah misa terakhir di gereja yang saya ikuti. Setelah itu, semua perayaan misa pada masa pra Paskah sampai puncaknya dengan perayaan Misa Paskah, hanya bisa diikuti melalui live streaming (di Indonesia bisa juga melalui siaran langsung televisi).

Perayaan Misa Paskah, melalui live streaming. Bukankah ini sesuatu yang istimewa? 

Ini adalah keistimewaan pertama Paskah 2020 yang saya rasakan.

Selain istimewa, menjalani masa pra Paskah, dan ikut misa perayaan kebangkitan Kristus yang merupakan inti dari iman kristiani melalui live streaming, sekaligus juga merupakan pengalaman pertama saya dalam seumur hidup.

Keistimewaan kedua Paskah 2020 adalah, saya bisa mengikuti perayaan misa masa pra Paskah sekaligus misa Paskah dalam Bahasa Indonesia, melalui live streaming dari Gereja Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga (kita lebih mengenalnya dengan nama Gereja Katedral) di Jakarta. 

Karena biasanya, saya mengikuti misa dengan Bahasa Indonesia hanya ketika sedang mudik tiap akhir tahun.

Kemudian, saat ini untuk mencegah penularan virus corona, masyarakat di berbagai negara dianjurkan untuk menjaga jarak sosial (social distancing) dan jarak fisik (physical distancing).

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya anjuran ini agak ironis. Karena sebelum terjadinya pandemi, jarak sosial sebenarnya sudah terjadi.

Coba saja kita ingat lagi keadaan sebelum COVID-19 menyerang dunia.

Sebelum terjadinya pandemi pasti Anda sering melihat sekumpulan orang yang sedang kongko di cafe, maupun sedang makan di restoran, dengan masing-masing anggotanya sibuk melihat atau memainkan gawai. 

Bahkan kita bisa melihat, mereka duduk bersama namun masing-masing berdiam diri sambil terus memainkan gawai. Meskipun kemudian mereka sesekali berbicara satu sama lain, tetapi mata dan tangan tetap sibuk dengan gawai, tanpa punya waktu untuk memandang mata lawan bicara.

Di rumah pun, anggota keluarga sibuk dengan hape nya masing-masing, baik ketika sedang duduk bersama di ruang tamu, sedang menonton televisi, maupun ketika sedang duduk menikmati makan malam.

Secara fisik, mereka mungkin berdekatan. Namun, setiap anggota keluarga sibuk dengan lingkungan "sosial"nya masing-masing. 

Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa tidak ada ikatan sosial yang terjadi antara kelompok orang yang kongko di cafe, maupun antara anggota keluarga yang saya tuliskan pada paragraf sebelumnya. 

Bahkan untuk berkomunikasi dengan rekan/anggota keluarga yang ada di depan mata pun, tidak jarang mereka lebih suka menggunakan gawainya.

Lain dengan perilaku orang-orang tersebut, misa dengan cara live streaming karena situasi dan kondisi yang terjadi saat ini, tentu harus diartikan sebagai upaya untuk mencegah penularan virus dalam kelompok besar (istilah teknisnya adalah mencegah terciptanya cluster baru). 

Penting untuk diingat bahwa misa dengan cara live streaming bertujuan untuk menjaga jarak sosial dan jarak fisik, bukan untuk meniadakan ikatan sosial.

Lalu kita juga tahu bahwa teknologi tidak melulu merugikan (menimbulkan efek negatif). Semuanya tergantung dari bagaimana dan apa tujuan kita menggunakan teknologi.

Contoh yang kita bisa lihat/alami sendiri adalah, perkembangan teknologi telekomunikasi dan hardware (terutama perangkat utama gawai yaitu cip) yang dimanfaatkan untuk mengikuti misa melalui live streaming, ternyata bisa menyatukan kita yang secara sosial dan fisik berjauhan.

Orang-orang yang terpisah secara geografis di seluruh bagian dunia, justru bisa bersatu pada jam yang sama untuk menyambut dan menyantap Tubuh dan Darah Kristus dalam rupa roti dan anggur. 

Live Streaming Misa Minggu Palma dari Gereja Katedral Jakarta (dokpri)
Live Streaming Misa Minggu Palma dari Gereja Katedral Jakarta (dokpri)
Melalui live streaming misa Paskah 2020, kita bersama-sama bisa menyambut Komuni Kudus.

Sebagai catatan, biasanya umat Katolik menerima hosti (roti tanpa ragi yang digunakan dalam perayaan ekaristi) pada bagian dari misa yang disebut komuni, dan menyantapnya langsung. 

Namun, secara fisik itu tidak mungkin dilakukan pada misa melalui live streaming. Sehingga sebagai gantinya, umat menerima komuni batin (saya lebih memilih untuk menyebutnya sebagai komuni spiritual).

Ini merupakan keistimewaan ketiga Paskah 2020, karena melalui komuni spiritual, kita bersama-sama menyambut Kristus sendiri kedalam hati kita.

Melalui komuni spiritual, maka umat berharap agar Kristus datang secara rohani dalam hati, sehingga kita bisa bersatu secara utuh dan tidak bisa terpisahkan dengan-Nya.

Dasar dari komuni spiritual ini adalah surat edaran/amanat (Gereja Katolik menyebutnya ensiklik) Bapa Santo Yohanes Paulus II yang berjudul "ECCLESIA DE EUCHARISTIA", diterbitkan pada tanggal 17 April tahun 2003.

Bunyi dari kalimat dalam ensiklik yang menyebut komuni spiritual adalah "Keberadaan Kristus bermula dari upacara mengucap syukur atas pengorbanan Kristus, kemudian kita memuji-Nya, baik dalam bentuk sakramen maupun dengan cara spiritual" (saya terjemahkan bebas dari versi Bahasa Jepang).

Keadaan akibat pandemik COVID-19 kian mencekam di berbagai belahan dunia. 

Di Tokyo, jumlah orang yang terjangkiti virus corona bertambah dari hari ke hari. Empat hari terakhir tercatat jumlah orang terjangkiti naik terus. Pada hari Sabtu tanggal 11 April, jumlah orang yang positif corona terbanyak dengan jumlah 197 orang. Sehingga total orang yang positif corona di Tokyo berjumlah 1902 orang. 

Hal ini dapat membuat hati orang menjadi masygul. Tentu ini lumrah, karena kita sebagai manusia normal, selalu melihat fakta dan keadaan yang terjadi di sekeliling kita.

Saya mengumpamakan keadaan hati yang masygul ditambah dengan ketakutan itu, membawa kita kepada titik nol.

Kalau saya boleh bercerita sedikit mengenai nol, penemuan angka ini berangkat dari pemikiran atau filsafat yang menggambarkan ketiadaan, atau keadaan yang kosong tidak ada apa-apanya. Dalam Bahasa Jepang, keadaan itu biasa disebut sebagai kuukyo (atau kyomu). 

Keadaan tidak ada apa-apa itu bisa menjadi titik awal. Sesuai namanya, dari titik awal ini maka semua keadaan, wujud, bentuk atau apapun akan dimulai.

Kemasygulan karena keadaan yang terjadi saat ini, boleh saja menyeret kita sampai ke titik nol. 

Namun, jangan sampai keadaan ini menjadikan Anda terseret ke titik jauh dari nol, yaitu ke titik yang bernilai negatif.

Perayaan Paskah untuk menandakan kebangkitan Kristus hari ini, hendaknya juga menjaga kita agar bisa tertahan di titik nol, titik awal perjalanan hidup kita.

Dengan kembalinya kita kepada titik awal, mudah-mudahan bisa membantu kita untuk berpikir lebih jernih, dan mendorong kita kembali merenungkan dengan sungguh-sungguh, tentang apa sebenarnya makna dari sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus untuk kita umat manusia semua.

Titik nol ini juga seyogianya dijadikan sebagai titik balik, atau titik perubahan. Titik yang menjadikan kita terlahir kembali sebagai manusia baru.

Momen Paskah harus bisa membuat kita berhenti sejenak dan introspeksi diri. Misalnya saja, apakah dalam kehidupan selama ini, banyak dari perbuatan kita menyebabkan saudara-saudara lain jadi menderita.

Keistimewaan terakhir yang saya rasakan dari Paskah 2020 ini adalah, titik nol ini sangat nyata dan bisa kita rasakan dalam kehidupan kita sekarang.

Kita percaya bahwa dengan kebangkitan Kristus yang kita rayakan pada ekaristi hari ini, maka hanya ada satu jalan bagi kita untuk beranjak dari titik nol. 

Yaitu jalan terang dari Kristus, yang akan menuntun kita semua bergerak ke arah positif.

Jalan terang itu bisa membuat kita yakin bahwa kekhawatiran bisa dikalahkan. Dan pada akhirnya, jalan terang itu bisa membawa kita semua kepada kemenangan melawan pandemi COVID-19.

Mungkin ada beberapa orang sadar bahwa akibat keadaan yang terjadi saat ini, membuat orang tidak bisa melihat sesuatu walaupun mudah terlihat. Misalnya saja, abai keadaan saudara-saudara kita yang sedang kesusahan.

Sehingga, bukan hanya tangan kita yang harus dicuci bersih. Dengan keberadaan kita pada titik nol saat ini, sekaligus juga merupakan momen yang tepat bagi kita semua untuk mencuci bersih hati dan pikiran. 

Harapannya agar kita bisa menjadi lebih peka terhadap keadaan orang-orang di sekeliling. Menjadikan mata hati kita melihat, terutama kita menjadi sadar bahwa banyak yang membutuhkan uluran tangan saat ini. 

Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

Selain kita tidak bisa melihat apa yang sebenarnya kita lihat, keadaan saat ini sebaliknya juga menjadikan kita dapat melihat apa yang selama ini tidak kelihatan.

Misalnya saja, bagi orang yang sebagian besar waktunya dihabiskan di luar rumah (karena beragam alasan), dengan selalu berada di rumah saat ini, maka kita bisa tahu bagaimana kesibukan suami, istri, orang tua, anak-anak, maupun anggota keluarga lain di rumah sehari-hari.

Dengan begitu maka diharapkan kerja sama, saling mengasihi dan menghormati, kerukunan dan persatuan antar anggota keluarga bisa lebih ditingkatkan.

Saat ini, selain memakai masker jadi yang umum dijual maupun masker dari bahan kain, kita juga perlu memakai masker rohani roh kudus.

Sehingga kalau masker kain melindungi kita secara fisik, maka masker rohani membuat kita bisa terhubung dan menyatukan diri dengan sesama. 

Terutama yang terpenting adalah, dengan masker rohani maka kita bisa terkoneksi, menyatukan diri kita dengan Kristus yang telah wafat dan bangkit bagi kita semua.

Melalui terang dan cahaya kebangkitan Kristus, semoga kita dapat melihat dan merasakan penderitaan orang sakit, yang tertimpa kemalangan karena keadaan, terutama merasakan penderitaan orang-orang yang tersisihkan.

Sehingga kita kemudian dapat membantu mereka dengan cara kita masing-masing. Seperti tertulis pada Injil Lukas 10, jangan meniru sikap orang Lewi. Tetapi kita harus meniru perbuatan orang Samaria, yang membantu korban perampokan.

Sebagai penutup, saya ingin agar kita bisa bertanya pada diri kita masing-masing :

Apa yang bisa kita lakukan
Untuk melindungi diri, keluarga dan masyarakat di sekeliling kita

Apa yang dapat kita lakukan
Untuk membantu orang-orang yang saat ini rela meluangkan waktu dan pikiran
Bergulat dengan maut dalam menunaikan tugas menyelamatkan nyawa umat manusia

Mungkin bisa dengan ucapan terima kasih
Yang cara dan bentuknya bisa dilakukan
Menurut kemampuan kita masing-masing

Stay Home, Stay Safe and Pray from Home.
Selamat Paskah 2020.

Alleluia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun