Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Perhatian! Jepang akan Berlakukan Keadaan Darurat Covid-19 di 7 Kota Ini

6 April 2020   23:24 Diperbarui: 7 April 2020   13:18 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PM Jepang Abe Shinzo berbicara pada konferensi pers sore, 6 April 2020 bahwa dia akan menetapkan keadaan darurat secara resmi untuk 7 kota, dengan jangka waktu satu bulan (sampai 6 Mei 2020).

Kota-kota itu adalah Tokyo, Kanagawa, Saitama, Chiba, Osaka, Hyogo, dan Fukuoka.

Pemerintah bisa mengeluarkan pernyataan keadaan darurat berdasarkan undang-undang tentang tindakan khusus pandemi influenza yang baru saja diperbaharui.

Ada dua alasan Abe untuk mengumumkan keadaan darurat, selain karena adanya usulan dari dewan penasehat yang beranggotakan para ahli dari berbagai bidang. 

Pertama, untuk membatasi ruang gerak atau pertemuan antar orang dengan jumlah besar yang bisa mengakibatkan penularan virus. Kemudian kedua, untuk membenahi dan mempersiapkan sistem pelayanan kesehatan.

Lebih jauh lagi, pengumuman keadaan darurat harus memenuhi dua syarat berikut. 

Syarat pertama, jika ada hal atau kejadian (dalam hal ini wabah) yang bisa menimbulkan akibat (negatif) serius bagi kehidupan dan kesehatan manusia. Kedua, jika penyebaran wabah terjadi dengan amat cepat sehingga bisa berdampak buruk bagi kehidupan dan perekonomian nasional.

Kalau keadaan darurat diumumkan, berarti orang tidak boleh keluar rumah. Sehingga mungkin banyak dari Anda berpikir, 7 daerah itu jadi seperti kota mati bukan?

Tetapi tunggu dulu.

Keadaan darurat di Jepang, lain dengan lockdown yang dilakukan oleh beberapa negara. Jadi tidak sepenuhnya 7 daerah itu akan menjadi kota mati.

Perbedaan yang mencolok antara pengumuman keadaan darurat di Jepang dan lock down adalah, orang hanya diimbau tidak keluar rumah kalau tidak perlu dan kalau bukan untuk keperluan yang sangat penting. 

Tidak ada hukuman atau denda bagi orang yang kedapatan berkeliaran di luar rumah. Apalagi orang tetap bisa keluar rumah untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, atau misalnya kalau mau memeriksakan diri di klinik maupun rumah sakit.

Pengecualian keadaan darurat diperlakukan bagi pekerja yang menangani bidang penting seperti pegawai medis, perbankan, transportasi, dan infrastruktur komunikasi sehingga sarana transportasi seperti kereta api, bus, dan taksi tetap beroperasi seperti biasa.

Kemudian bank, kantor pemerintah seperti kelurahan, toko yang menyediakan bahan kebutuhan sehari-hari, apotek juga tetap buka. 

Mungkin para pekerja pada bidang itu harus bekerja dengan rotasi, dan juga harus membersihkan segala sesuatu yang digunakan atau dipegang oleh orang banyak seperti keranjang untuk menaruh belanja, tombol, atau pegangan pintu masuk dan sebagainya.

Tidak ada pemblokiran jalan, baik jalan utama maupun jalan untuk masuk ke kampung. 

Langkah konkret yang akan diambil setelah pengumuman, diserahkan sepenuhnya pada setiap gubernur di 7 kota tersebut.

Secara garis besar, gubernur bisa meminta (kalau perlu memerintahkan) misalnya kepada pemilik gedung atau tanah kosong untuk dipinjamkan sebagai tambahan bagi sarana kesehatan darurat.

Gubernur juga bisa meminta penyedia jasa transportasi untuk mendistribusikan keperluan kesehatan dan makanan.

Perusahaan pembuat makanan dan obat-obatan juga bisa diminta untuk menjual produknya kepada pemerintah (daerah) untuk stok maupun memenuhi kebutuhan. Kalau ada perusahaan yang menolak, maka gubernur bisa meminta penjualan dengan paksa.  

Jika kedapatan ada perusahaan yang menyembunyikan (menumpuk) produknya, bisa dikenakan hukuman kurung maksimal 6 bulan atau denda maksimal sebesar 300 ribu Yen (sekitar 45 juta Rupiah).

Gedung tempat berkumpul orang dengan jumlah besar seperti bioskop, teater pertunjukan, pusat perbelanjaan, convention hall, sekolah, diminta untuk menutup fasilitasnya.

Sebenarnya beberapa hal di atas seperti imbauan untuk tidak keluar rumah, sudah diumumkan oleh Gubernur Tokyo Koike Yuriko jauh-jauh hari. Namun kelihatannya orang masih keluar rumah pada akhir pekan, maupun pergi ke tempat dengan populasi orang yang besar dan ruangan yang tertutup (berventilasi buruk) seperti live house, karaoke dan bar. 

Namun perkembangan terakhir, jumlah orang yang terjangkiti virus corona di kota besar seperti Tokyo per hari menembus angka tiga digit yaitu 143 orang pada tanggal 5 April. Total jumlahnya sampai hari ini 1040 orang, yang merupakan jumlah terbesar di Jepang. 

Sedangkan jumlah total pasien positif COVID-19 di Jepang saat ini berjumlah 3569 orang, dengan jumlah orang yang meninggal dunia 73 orang.

Yang mengkhawatirkan akhir-akhir ini adalah, banyak dari pasien baru positif COVID-19 tidak diketahui bagaimana dia bisa tertular.

Sebaran orang yang positif corona di seluruh Jepang. Makin besar gelembung maka jumlahnya makin banyak (sumber :www.asahi.com)
Sebaran orang yang positif corona di seluruh Jepang. Makin besar gelembung maka jumlahnya makin banyak (sumber :www.asahi.com)
Anda tahu bahwa orang Jepang itu workaholic bukan? Sehingga memang ada beberapa orang yang termasuk "bandel", misalnya beberapa teman saya bahkan sampai minggu kemarin masih ada yang masuk kantor.

Hal seperti itulah yang mendorong Abe untuk mengumumkan keadaan darurat, agar orang lebih patuh dan pergerakan orang bisa dikendalikan.

Selain pengumuman keadaan darurat, pada bidang ekonomi, Abe Shinzo juga akan menggelontorkan dana sebesar 108 triliun yen (sekitar 16 biliun Rupiah). Tahu tidak bahwa jumlah ini adalah 20 persen dari GDP (Gross Domestic Product) Jepang lho!

Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk bantuan kepada orang maupun badan usaha yang terkena efek pandemi Covid-19. 

Misalnya memberikan uang tunai sebesar 300 ribu yen (sekitar 45 juta Rupiah) kepada orang yang penghasilannya berkurang sampai 50 persen, kemudian memberi suntikan dana untuk membantu para pengusaha kelas kecil dan menengah, maupun untuk membantu orang yang tidak bisa membayar pajak.

Saat ini, sebagian besar pekerja dianjurkan untuk bekerja dari rumah (dalam bahasa Jepang lebih populer dengan sebutan Tele-work). 

Saya sendiri mulai minggu lalu sudah bekerja dari rumah. Selama kurang lebih seminggu ini, kalau melihat berita televisi, memang terlihat tidak banyak ada kerumunan orang. 

Seperti terlihat kereta Yamanote Line yang biasanya selalu padat karena menjadi jalur utama di Tokyo yang menghubungkan pusat bisnis, pusat hiburan, dan lainnya, terlihat sepi.

Saya juga tidak pergi ke mana-mana selama akhir pekan. Saat membeli kebutuhan sehari-hari di toko terdekat, saya juga tidak bertemu dengan banyak orang.

Walaupun akan diumumkan keadaan darurat, namun siaran televisi menyatakan bahwa stok bahan makanan sehari-hari cukup dan distribusi juga tidak akan terganggu. Tujuannya tentu agar masyarakat tidak panik.

Hari ini saya tidak berbelanja karena sudah mempunyai stok makanan di rumah, walaupun tidak banyak. Mudah-mudahan tidak ada orang melakukan panic buying seperti peristiwa habisnya tisu kotak dan tisu toilet akhir bulan Februari lalu.

Mungkin saya perlu cek lagi toko terdekat besok.

Selamat beristirahat dan stay safe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun