Lagipula kamera jenis ini ringan untuk dibawa ke mana-mana. Sehingga saya tidak perlu menempel salonpas di pundak sehabis berburu sakura seharian, seperti ketika saya memakai kamera analog buatan Soviet.
Salah satu alasan (lagi) yang membuat saya masih menggunakan (atau lebih tepatnya masih gemar) kamera analog adalah, dia bisa menangkap momen yang susah untuk direkam dengan kamera digital.
Saya bukan ingin berpolemik tentang perbandingan kamera analog dengan digital disini. Karena secara teknologinya saja, jelas kamera digital lebih unggul karena bisa menjepret suatu momen pada segala medan tanpa ribet mengatur ini dan itu.
Namun ketika saya ingin menjepret bunga sakura yang meliuk-liuk tertiup angin seperti foto di bawah, saya lebih suka dengan "rasa" dari hasil foto hasil jepretan kamera analog.Â
Saya tidak menampik jika Anda mempunyai pendapat lain karena sekali lagi, ini pendapat yang sangat subjektif.
Oh ya, bunga sakura selain indah dan enak dipandang ketika sedang mekar, orang Jepang juga sangat suka melihat bunga sakura yang sedang rontok ketika tertiup angin. Momen ini disebut sakura-fubuki dalam bahasa Jepang.
Sakura-fubuki adalah momen yang sangat berharga dan langka (terutama bagi saya) karena butuh paling tidak dua syarat.
Pertama, untuk bisa rontok dengan elegan, kelopak bunga sakura biasanya butuh waktu 2 sampai 3 hari dari saat bunga sakura mekar total. Kedua, harus ada tiupan angin yang lumayan besar agar kelopak bunga sakura menari-nari di angkasa dengan jumlah banyak.
Bagi pekerja rodi seperti saya, bertemu dengan dua kondisi di atas ditambah dengan momen posisi dekat dengan pohon sakura yang besar adalah suatu hal yang (boleh dikatakan) mustahil. Apalagi saya hanya punya waktu "berburu" sakura hanya pada saat akhir pekan.
Oleh karena itu, saya harus puas dengan mendapat momen pohon sakura yang bergoyang ketika ditiup angin.