Saat ini orang-orang yang tinggal di daerah sekitar reaktor nuklir di Fukushima, harus meninggalkan dan mungkin tidak akan bisa pulang lagi ke daerah kelahiran mereka.
Tidak ada kampung halaman bagi mereka untuk bisa kembali merasakan dan mengenang berbagai kejadian, baik suka maupun duka, saat mereka kecil maupun saat mereka tinggal disana.
Paus Fransiskus mengingatkan agar Jepang memperhitungkan kembali dengan saksama, sehingga pada masa mendatang PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) tidak menyebabkan kesengsaraan terutama bagi manusia, dan bagi makhluk hidup yang menghuni daerah sekitarnya.
Memperhitungkan dengan saksama dan bijak, adalah kunci yang tidak boleh dilupakan. Ini tentu juga bisa diterapkan dalam segala hal, terutama dalam kehidupan kita sebagai makhluk sosial.
Untuk informasi, dari 13 lokasi PLTN di Jepang, saat ini yang beroperasi hanya di 3 lokasi saja.
Jepang sebagai negara industri, selain memproduksi barang-barang yang bisa digunakan untuk meningkatkan taraf hidup, tentunya secara tidak langsung juga menghasilkan sampah.
Sampah bisa berasal dari bekas pembungkus barangnya, dari produk sampingan, bisa juga dari barang itu sendiri ketika rusak atau tidak bisa digunakan lagi.
Lebih jauh mengenai sampah, mungkin pembaca juga sudah tidak asing lagi dengan masalah sampah plastik, karena ramai dibicarakan di media sosial.
Saya yakin pembaca tentu pernah merasa terenyuh karena melihat foto burung atau ikan mati, dan kedapatan banyak sampah plastik di perutnya bukan?
Yang membuat lebih ngeri adalah, kalau membaca tentang mikroplastik. Yaitu plastik yang terurai menjadi bagian sangat kecil (tidak kasat mata).