Dan yang terutama, untuk menjaga harmoni, maka anggota orkestra harus mematuhi aba-aba dari konduktor.
Begitu juga bagi para menteri dalam kabinet. Jika ada menteri yang bekerja tidak sesuai "ritme" kabinet, apalagi menyimpang dari arahan presiden, maka selain hubungan menjadi tidak harmonis, hasil kerja tidak akan bisa maksimal.
Contohnya, jika presiden memberikan arahan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan cepat, maka dia harus segera mengambil langkah yang tepat dan efektif untuk menyelesaikannya.
Jangan lupa, menikmati pertunjukan orkestra tidak bisa gratis. Orang diharuskan untuk membayar harga tanda masuk. Sehingga jika pertunjukan disajikan secara tidak rapi, misalnya ada kesalahan atau musik tidak enak untuk didengar, maka penonton akan merasa tidak puas. Yang paling apes adalah, penonton bisa menuntut pengembalian uang.
Hal yang sama berlaku juga untuk kabinet. Kalau prestasi kerja kabinet dipandang (secara objektif--ini penting) tidak bagus, maka rakyat pasti tidak puas. Kalau sudah begini, bolehkah kita menuntut pengembalian uang yang sudah kita bayar (misalnya pajak), kalau kita tidak puas akan kerja kabinet?
Satu hal yang harus diingat, ketidakpuasan tersebut harus diungkapkan dengan etika. Tidak bisa hanya dengan asal nyerocos tanpa masukan yang bersifat konstruktif.
Seperti telah saya tulis sebelumnya, konduktor memegang peranan yang amat penting dalam suatu orkestra. Kita mengenal ada beberapa konduktor handal di dunia, seperti Karajan, Karl Bohm, Ozawa Seiji, dan sebagainya. Tiap konduktor punya keahlian dan kemahiran tersendiri untuk "menterjemahkan" karya komposer kelas dunia. Ini bisa menjadi ciri sang konduktor.
Sehingga, untuk komposisi yang sama (karya komposer yang sama), harmoni yang diciptakan oleh beberapa orkestra akan berbeda, yang dipengaruhi juga karena ciri masing-masing konduktor.
Presiden sebagai "konduktor" dari kabinet, punya caranya sendiri untuk merekrut siapa yang layak menjadi "pembantu" untuk mengurusi jalannya roda pemerintahan nanti. Tiap presiden mempunyai gaya dan caranya sendiri, yang menjadi cirinya dalam memimpin dan mengatur kabinet.
Bagi presiden yang akan menjalankan masa pemerintahan periode keduanya, tentu beliau sudah punya pengalaman. Sehingga akan lebih mudah baginya untuk memilih siapa saja yang kompeten untuk menempati beberapa posisi di kementrian yang ada di Indonesia.
Sebagai penutup, analogi orkestra dan kabinet dalam pelaksanaannya tidak mudah, dibanding kalau cuma menuliskan seperti artikel ini.