Tanggal 20 Juli hari ini, genap 50 tahun yang lalu, misi angkasa luar Apollo 11 berhasil mendaratkan manusia pertama di Bulan. Neil Armstrong adalah manusia pertama yang menginjakkan kaki di Bulan. Kemudian disusul oleh Buzz Aldrin, 19 menit setelahnya.
Apollo 11 meninggalkan bumi menuju ke orbit menggunakan roket Saturn V, yang diluncurkan dari Kennedy Space Center milik NASA di Florida. Peristiwa pendaratan manusia pertama di bulan ini dipancarkan secara live ke seluruh dunia, untuk menunjukan bahwa Amerika lah yang lebih digdaya dalam hal persaingan teknologi angkasa luar dibandingkan dengan rivalnya yaitu Uni Soviet (yang sekarang kita kenal sebagai Rusia).
Persaingan antarnegara adidaya mewarnai perkembangan bisnis angkasa luar pada abad ke-20. Namun saat ini, angkasa luar bukan hanya domain dari negara saja. Angkasa luar telah berubah dari domain "negara", menjadi persaingan antar pihak "swasta" pada abad ke-21, termasuk juga sumber pendanaan.
Misi pendaratan Amerika ke Bulan yang terakhir adalah Apollo 17, yang terjadi pada bulan Desember 1972. Berarti, sudah 47 tahun lamanya Amerika tidak mempunyai misi untuk pendaratan di Bulan.
Ada berbagai macam alasan kenapa Amerika tidak berusaha untuk kembali ke Bulan. Alasannya bukanlah hal-hal yang bersifat teknis, akan tetapi diluar itu, seperti masalah dana, juga alasan politis.
Namun Wapres Amerika Mike Pence mengatakan pada bulan Maret tahun ini, bahwa Amerika akan kembali ke Bulan dalam rentang waktu 5 tahun ke depan. Ini berarti, Amerika akan kembali ke bulan lebih cepat dari perkiraan atau rencana semula, yaitu pada tahun 2028.Â
Untuk mempercepat terlaksananya hal tersebut, Pence menyadari bahwa diperlukan anggaran yang tidak sedikit, plus SDM juga perlu dipersiapkan dengan matang.
Kalau berbicara mengenai misi ke Bulan maupun misi angkasa luar lain, maka mau tidak mau kita harus berbicara tentang roket. Karena roket merupakan bagian terpenting untuk membawa pesawat ulang alik atau beban lain misalnya satelit, ke angkasa luar.Â
Roket berkekuatan tinggi amat diperlukan sebagai daya dorong untuk melawan gaya gravitasi bumi, sehingga bisa membawa satelit atau muatan yang dibawanya ke angkasa luar, untuk kemudian menempati orbit yang telah ditentukan.
Jumlah ini adalah lebih banyak 40 persen dari jumlah roket yang diluncurkan pada tahun 2017. Jumlah roket yang diluncurkan itu juga melampaui rekor jumlah roket yang diluncurkan pada tahun Apollo 11 mendarat di bulan (1969), yaitu sebanyak 125 buah.