Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menyoal "Baliho Man" di Tengah Masa Kampanye

13 April 2019   05:30 Diperbarui: 15 April 2019   07:23 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alat Peraga Kampanye (APK) yang semrawut di kawasan Taman Makam Pahlawan, Kalibata (kumparan.com)

Pelaksanaan pilpres dan pilkada tinggal menghitung hari. Media, mulai dari televisi, koran cetak maupun portal berita di internet, termasuk juga blog kesayangan kita semua Kompasiana, mulai marak dengan topik atau tulisan yang membahas tentang calon maupun paslon dari masing-masing partai politik untuk pilpres dan pilkada.

Saya tidak begitu tertarik untuk menuliskan tentang calon (paslon) alias orangnya, karena seperti yang saya tulis dialenia awal, sudah banyak orang yang membicarakan tentang itu, baik dari calon (paslon)nya sendiri, maupun dari para simpatisan.

Ketertarikan saya adalah pada alat peraga kampanye, atau salah satu bentuk kampanye yang digunakan untuk secara tidak langsung memperkenalkan calon (paslon), yaitu baliho. Karena, baliho ini lah sebenarnya yang "berjuang" setiap hari tanpa lelah, baik siang maupun malam (istilah kerennya 24/7). Di hari panas terik matahari yang menyengat, bahkan saat hujan deras mengguyur maupun angin kencang, "dia" tetap tidak peduli dan bergeming. 

Jadi saya anggap, "dia" adalah "hero" yang sesungguhnya dari pemilu ini. Karena itu, kasihan kan kalau tidak kita perhatikan. Karena saya anggap hero, maka izinkan saya menamainya sebagai "Baliho Man". Sama seperti penamaan hero lain yang pakai akhiran "man", misalnya superman dan batman.

Pembaca tentu sudah kenal baik dengan baliho. Karena baliho sudah menjadi pemandangan yang tidak asing lagi, bukan hanya saat ini, namun sejak dahulu. Yaitu kalau sudah masuk masa pilpres, atau pilkada (pemilu), maka di gang-gang lingkungan RT/RW, di setiap sudut jalan, bahkan di sepanjang jalan yang ramai dilalui kendaraan, kita bisa melihat banyak baliho yang dipasang.  

Sama seperti keadaan menjelang pilpres dan pilkada 2019 saat ini. Ketika mudik diawal tahun 2019 yang lalu, saya sempat juga melihat banyak sekali baliho yang dipasang di jalan. Bahkan ada baliho yang dipasang bertumpuk-tumpuk, seperti yang saya lihat di sekitar daerah Pasar Minggu sampai ke daerah Kalibata.

Saya tidak tahu pasti apakah mereka dengan sengaja memasang baliho secara bertumpuk. Padahal, baliho yang dipasang secara sembarangan (bertumpuk) itu, susah sekali untuk dikenali. Lagipula, baliho bertumpuk itu selain membuat suasana menjadi sumpek, gelap dan kumuh sehingga bisa menjadi sarang nyamuk, dari segi estetika juga "merusak" pemandangan. 

Apalagi saya membaca, ada juga yang memasang baliho di sekitar tempat pariwisata. Saya tidak tahu apakah orang yang memasang baliho (maupun orang yang fotonya ada di baliho) sudah mengecek (alias paham) aturan pemasangan alat peraga kampanye yang sudah dirilis oleh KPU. Atau dia tidak acuh? Walaupun, tidak bisa ditampik kemungkinan bahwa peraturan ini memang kurang disosialisasikan kepada masyarakat.

Selain pemilihan lokasi yang tidak boleh sembarangan, pemasangan baliho harus memikirkan juga sisi keamanannya. Saya melihat ada beberapa baliho yang miring dan talinya menjulai sampai dijalan. Hal ini bisa membahayakan penjalan kaki, atau kendaraan terutama sepeda motor, yang lewat di depannya. Jangan sampai baliho itu kemudian mencelakai orang, atau lebih buruknya ketika baliho itu merenggut nyawa orang.

Kemudian tentang baliho itu sendiri. Baliho dibuat dengan berbagai ukuran serta bentuk, juga dengan menggunakan bermacam-macam warna yang mencolok. Tetapi kalau boleh berkata jujur, saya terkadang tersenyum ketika memandang baliho-baliho tersebut. Bahkan saat ini juga, terasa agak geli ketika saya melihat beberapa baliho "unik" lewat internet.

Kenapa saya bisa merasa geli sewaktu memandang baliho, atau ketika mengingatnya saat ini? Karena, tampang-tampang (atau foto) yang terpasang di sana memang terlihat lucu (tentunya ini bagi saya pribadi).

Misalnya saya mulai dari foto (yang dicetak di baliho) dengan bentuk standar. Yaitu foto orang memandang ke depan (ke arah kamera), dengan senyum tersungging di bibir. Menurut saya, seumumnya senyuman foto orang-orang di baliho itu boleh dibilang agak kaku. 

Sebenarnya, saya maklum juga kalau senyuman terlihat agak kaku. Karena pengalaman saya sendiri ketika membuat foto untuk KTP atau ijazah, agak sulit memang untuk membuat senyuman sewaktu difoto. Saya merasa sedikit malu, apalagi di depan tukang potret. 

Memang sih, foto tidak harus senyum kalau tidak bisa. Akan tetapi, kalau fotonya cemberut kan juga tidak enak untuk dilihat.

Lalu ada lagi, yaitu selain foto yang diambil dari arah depan, ada juga foto yang diambil dari arah sisi kiri atau kanan badan. Entah mengapa posisi arah pengambilan fotonya seperti itu. Mungkinkah dia mau menyembunyikan sesuatu, di sisi yang tidak terlihat pada foto? Sehingga, arah foto dari salah satu sisi badan menjadi pilihannya?

Bahkan ada yang unik, yaitu foto di baliho sengaja dipasang secara terbalik. Entah apa yang dipikirkan sehingga memasang fotonya terbalik. Kalau dilihat kata-kata yang ditulis, calon yang fotonya dipasang di baliho "katanya" siap kerja jungkir balik untuk rakyat.

Boleh juga sih idenya untuk mengungkapkan bahwa dia mau jungkir balik bekerja dengan memasang foto terbalik. Tetapi apakah kerja jungkir balik (nantinya kalau dia terpilih), semudah memasang foto dengan terbalik di baliho? Tentu hal itu tidak bisa kita lihat (buktikan) sekarang. Harapan saya sih, mudah-mudahan saja bukan jalan pikirannya yang jadi terbalik, setelah terpilih nanti.

Baliho terbalik (liputan6.com)
Baliho terbalik (liputan6.com)

Ada juga yang berpose dengan tangan mengepal, atau tangan terangkat ke atas seperti orang yang ingin menghentikan angkot. Bahkan ada yang tangannya memberi hormat. Ada juga yang membuat simbol-simbol dengan jari tangan. Jumlahnya pun bermacam-macam, ada yang tiga, empat, bahkan dengan dua tangan untuk bilangan enam, tujuh dan seterusnya.

Saya teringat, dahulu sewaktu masih kecil saya senang mainan bayangan. Caranya dengan menyinari tangan dan melihat bayangannya. Jari-jari dibentuk sedemikian rupa, sehingga kalau senter diarahkan ke tangan, maka bayangannya bisa terlihat seperti (menyerupai) burung, Kelinci, Banteng dan sebagainya.

Kemudian saya membayangkan, mungkin kalau jari-jari yang diperagakan oleh orang yang fotonya ada dibaliho itu disinari dengan senter dan kemudian kita melihat bayangannya, maka jumlah jari dibayangan bisa saja lebih atau kurang dari yang sebenarnya. Atau, mungkinkah bayangannya bisa berubah menjadi wujud makhluk yang mengerikan? Kalau itu terjadi, seram juga ya.

Namun walaupun seram, saya ingin tertawa membayangkannya (jangan larang saya tertawa ya?). Kenapa ingin tertawa? Karena kita tahu orang-orang yang fotonya ada dibaliho itu, setelah mereka terpilih nanti, terkadang apa yang diucapkan (janji), lain dengan apa yang dilakukan (perbuatan). Jadi bisa dikatakan bahwa, apa yang tampak dari luar (seperti bilangan yang dibentuk dengan jari-jari mereka itu), bisa saja merupakan kamuflase dari jati dirinya.

Saya teringat perkataan pengemudi grab yang saya gunakan ketika mudik 4 bulan yang lalu. Dia bilang sambil tertawa kekeh "pilkada dan pil KB hanya beda tipis mas. Pil KB kalau lupa jadi, sedangkan pilkada kalau jadi lupa."

Ada pula beberapa calon yang memasang foto pahlawan nasional, selebriti dunia dan bahkan foto orang lain di baliho, bersama dengan foto dirinya. Entah apakah calon itu kurang pe-de sehingga harus foto dengan orang lain? Atau mungkin dia ingin dianggap memiliki semangat ataupun pemikiran (kalau menggunakan tren bahasa sekarang, mempunyai "DNA") yang sama dengan orang yang di"catut" fotonya disitu? Atau, ada tujuan lain yang kita tidak tahu?

Saya pikir sih sah-sah saja mereka menggunakan foto orang lain. Tapi syaratnya, harus izin dahulu. Misalnya ijin keluarga/kerabatnya kalau foto yang dipasang adalah orang Indonesia, atau ke agen yang bersangkutan kalau yang dipasang foto orang asing. Jangan sampai nanti setelah men"catut" foto orang, malah cuma menjadi bahan cemohan dan ujung-ujungnya minta maaf atas kelakuannya itu.

Lalu, mungkin kita juga tidak boleh baper kalau baliho kemudian dirusak oleh orang lain. Memang perbuatan merusak baliho adalah perbuatan yang tidak bertanggung jawab dan harus dijauhi. Namun kalau berlebihan seperti menangis dan sebagainya, sepertinya tidak perlu.

Kalau kita lihat dari sisi lain, misalnya pembuatan baliho, tentunya memakan biaya yang tidak sedikit. Saya tidak tahu ke mana perginya baliho-baliho itu setelah pilpres/pilkada usai. Bisa dibayangkan, apabila tidak bisa digunakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan yang lainnya, maka dipastikan ada tambahan sampah yang jumlahnya tidak bisa dibilang sedikit.

Bahkan sebelum pilpres/pilkada usai pun, saya agak kaget karena ternyata banyak juga tumpukan beberapa baliho yang disita dan dibongkar karena melanggar peraturan. Itu baru di suatu daerah saja. Belum di daerah lain, di mana baliho yang melanggar peraturan juga disita dan ditumpuk di suatu tempat. 

Apalagi nanti setelah pilpres/pilkada usai. Bisa kah dibayangkan, berapa meter tingginya bila semua baliho diseluruh Indonesia itu kemudian ditumpuk di satu tempat?

Pada hari Sabtu yang cerah ini, saya punya angan-angan. Ke depan andaikan nanti saat pemilu diadakan, bisakah diupayakan agar tidak perlu ada pemborosan biaya lagi untuk membuat baliho? Lho, kalau tidak ada baliho, lalu bagaimana cara calon "menjual diri"? 

Kita bisa tiru Jepang. Cukup membuat poster yang tidak besar (seukuran kertas A4), lalu diatur pemasangannya di satu tempat seperti bisa dilihat pada foto di bawah. Di sana ada nomornya, sehingga nanti calon yang mau pasang poster bisa mendaftar, mendapat nomor, lalu memasangnya pada nomor yang telah ditentukan. Dan tidak boleh menggunakan alat kampanye selain di tempat yang telah ditentukan seperti itu. Simpel kan?

Dengan cara ini, selain bisa menghemat biaya, juga dari segi estetika tidak "merusak" pemandangan. Apalagi, dengan cara ini maka sampah tidak akan bertambah, sehingga lebih ramah lingkungan.

Semoga saja bisa terwujud. 

Pemasangan poster seukuran A4 yang disatukan untuk semua calon di satu tempat pada pemilu di Tokyo (dokpri)
Pemasangan poster seukuran A4 yang disatukan untuk semua calon di satu tempat pada pemilu di Tokyo (dokpri)

Panel yang sudah ditempeli poster caleg di Tokyo (dokpri)
Panel yang sudah ditempeli poster caleg di Tokyo (dokpri)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun