Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Buka Wawasan dari Kasus #BoikotBukaLapak

16 Februari 2019   08:57 Diperbarui: 17 Februari 2019   00:53 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi menurut bos bukalapak itu, dia maunya menaikkan dana R&D yang mana? Kalau maksud dia, maunya menaikkan anggaran R&D untuk ICT saja, nanti (bidang) yang lain bagaimana? Tentu harus ada keseimbangan, tidak boleh egois dengan mendahulukan bidang yang satu dan menelantarkan yang lain.

Yang terakhir, tentang Industri 4.0 itu sendiri. Sedikit kilas balik, Industri 4.0 pertamakali digaungkan oleh Jerman pada tahun 2011. Sebagai negara industri, mereka ingin membangun pabrik yang efektif dan efisien, mulai dari penyediaan energi, bahan baku sampai dengan distribusi hasil industri ke pengguna barang. Tentunya, mereka juga ingin menggunakan SDM (tenaga kerja) seefektif mungkin, terutama dalam hal penggunaan jam kerja.

 Singkatnya, pencanangan Industri 4.0 itu tujuan utamanya adalah, mereka ingin membangun smart factory.

Bagaimana mewujudkan itu semua? Caranya dengan memanfaatkan teknologi terkini, seperti yang sudah banyak kita tahu misalnya AI, Big Data, IoT, Deep Learning, Machine Learning, dan lainnya.

Jadi, yang ingin kita capai saya pikir bukan Industri 4.0 nya, karena butuh biaya yang tidak sedikit. Selain itu butuh waktu yang cukup untuk tahapan serta proses kesana. Saya juga heran kenapa istilah "Industri 4.0" yang digembar-gemborkan di Indonesia. 

Walaupun saya juga berharap agar kita bisa mencapai Industri 4.0 (alias membuat smart factory), tapi mungkin lebih baik kalau langsung saja istilah teknogi penunjangnya seperti "AI", "IoT" dan lainnya yang digunakan atau dipopulerkan (terutama oleh media). 

Saat ini, tiap negara (dalam hal ini negara industri) ikutan arus Industri 4.0 ini dengan mencanangkan program dengan tujuan yang sama, namun dengan nama yang berbeda. Misalnya, Amerika dengan Industrial Internet, Tiongkok dengan Made in China 2025, Jepang dengan Connected Industries, dan Indonesia dengan Making Indonesia 4.0.

Khusus untuk Indonesia, saya sudah baca penjelasannya disini. Tapi, hal-hal yang ditulis disana masih bersifat umum, dan kelihatannya seperti cuma "terjemahan" dari beberapa sumber yang banyak tersedia di Internet.

Sekali lagi, Industri 4.0 adalah suatu proses, dimulai dari Industri 1.0, 2.0, lalu 3.0 dan sekarang 4.0. Atau untuk lebih jelasnya, faktor penentu dari masing-masing Revolusi Industri itu (dari 1.0 ke 4.0) kalau diurutkan adalah, Mesin Uap->Listrik->Internet (CAE:Computer Aided Engineering)-> AI/IoT.

Kalau bos bukalapak bilang "Omong kosong Industri 4.0 kalau budget R&D negara kita kaya gini", tanggapan saya adalah, memang iya Indonesia kan bukan negara industri (walaupun, saya berharap suatu hari nanti kita bisa menjadi negara industri).

Sejak dahulu pabrik di Indonesia (dimana pabrik adalah subjek pokok dari Industri 1.0 sampai 4.0) memang banyak yang belum "beres". Sekarang saja masih sering para pekerja pabrik mogok kerja (demo), karena misalnya sengketa masalah gaji dan jam kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun