Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Buka Wawasan dari Kasus #BoikotBukaLapak

16 Februari 2019   08:57 Diperbarui: 17 Februari 2019   00:53 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya yakin perguruan tinggi di Indonesia pun sudah melakukan hal yang sama dengan melakukan kerjasama dengan pihak swasta dan dibantu oleh pemerintah untuk membiayai dan bersama-sama melalukan riset. Hal seperti ini mungkin bisa lebih digiatkan di tahun-tahun kedepan. 

Pemerintah bisa membantu dengan mendorong swasta untuk ikut berperan aktif, dengan memberikan kompensasi misalnya dana yang diinvestasikan untuk penelitian itu bisa bebas pajak, dan sebagainya.

Beberapa start up yang berhasil pun juga harus mau menggandeng start up lain yang prospektif, dan membantu (dalam hal ini mendanai)
agar start up tersebut bisa sama-sama sukses mengembangkan usaha bisnisnya. Bukalapak sebagai start up unicorn di Indonesia, tentunya bisa berperan untuk membantu start up lain, dan kalau bisa mendanai juga biaya R&D. 

Saya belum menemukan berita bukalapak turut mendanai start up lain atau memberi bantuan dana R&D (mungkin keyword yang saya gunakan tidak pas saat googling sehingga tidak ketemu beritanya). Sebenarnya, seperti sudah saya tulis sebelumnya, ada banyak keuntungan dengan memberikan pendanaan itu, misalnya hasilnya bisa dipakai untuk kepentingan diri sendiri juga nanti.

Mengenai besarnya nominal R&D yang menjadi perhatian itu, menurut saya juga tidak ada masalah. Kalau boleh cerita sedikit, walaupun dengan dana R&D yang minim, namun belum tentu hasilnya "minim" juga. 

Contohnya, tentunya pembaca sering melihat berita bahwa banyak ilmuwan Jepang meraih hadiah Nobel dalam bidang iptek. Keberhasilan mereka itu, berkat usaha atau penelitian yang dilakukan beberapa tahun, bahkan puluhan tahun yang lalu. 

Anggaran R&D Jepang pada saat itu tentunya juga terbatas dan tidak banyak seperti sekarang. Karenanya, beberapa dari penerima Nobel itu kemudian pindah ke perusahaan (atau perguruan tinggi) di Amerika, mengharapkan dana R&D yang lebih besar lagi.

 Akan tetapi, mengapa dengan dana yang terbatas itu, mereka bisa menemukan terobosan baru dan bahkan bisa meraih hadiah Nobel?

Kuncinya adalah, disamping kemampuan SDM, kemauan dan keuletan sangat menentukan. Jadi, tidak ada alasan misalnya karena dana yang sedikit maka tidak bisa berkembang. Walaupun dana memang diperlukan, tetapi tidak perlu berlebihan.

Lalu, saya juga kurang paham bagaimana hubungan dana R&D dengan Industri 4.0. Setahu saya, R&D itu tidak melulu tentang ICT (Information and Communication Technology) yang erat hubungannya dengan Industri 4.0.

Ada juga R&D untuk industri manufaktur, otomotif, ilmu-ilmu dasar seperti Kimia, Fisika, Matematika, lalu kedokteran, bahkan ada juga R&D untuk ilmu-ilmu sosial. Tentu porsi dari masing-masing berbeda berdasarkan kebutuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun