Jepang mengalami "penderitaan berat" saat dua kotanya Hiroshima dan Nagasaki hancur lebur akibat perang.
Dalam pidato Santo Yohanes Paulus II di monumen peringatan perdamaian saat kunjungannya ke Hiroshima, dia mengingatkan bahwa perang, adalah ulah manusia, yang akan membawa manusia itu sendiri kepada kehancuran. Dia mengatakan juga bahwa, pada akhirnya, perang akan membawa kematian bagi kehidupan.
Memang perang yang terjadi saat itu adalah perang antar negara, karena ketamakan manusia untuk menguasai dan sekaligus menghancurkan lawan (Kota Hiroshima merupakan salah satu saksi bisu dari sisi gelap perang) .
Walaupun saat ini dibeberapa tempat masih terjadi perang (yang sesungguhnya), untungnya baik di Jepang maupun di Indonesia, tidak terjadi perang seperti saat Perang Dunia ke-2 atau saat perang untuk merebut kemerdekaan.
Namun, saya memaknai pidato Santo Yohanes Paulus II tersebut masih relevan saat ini. Kita memang masih harus terus ber"perang".
Bedanya, "perang" disini adalah tidak untuk melawan, menaklukkan, bahkan bukan untuk menyakiti orang lain, apalagi menyakiti orang yang berbeda pandangan dengan kita.
Melainkan kita harus terus "perang" melawan diri kita sendiri. "Perang" untuk mengalahkan hawa nafsu pribadi atau kelompok.
Kita harus bisa berperang melawan egoisme, sehingga diharapkan kita punya lebih banyak waktu untuk menjaga dan memberi nilai bagi kehidupan. Karena kehidupan itu penting, bukan saja untuk kita sendiri, melainkan juga bagi semua makhluk hidup di atas bumi, yang diciptakan olehNya.
Saya sebagai orang Katolik, dengan momentum Natal ini akan berusaha agar bisa "terlahir" kembali menjadi "manusia baru". Manusia baru yang bisa memberikan manfaat selain bagi diri kita sendiri, tentunya juga bagi sesama, tanpa memandang "baju" yang dipakainya.
Dan yang terpenting, ketika terlahir kembali sebagai manusia baru, orang (Katolik) diharapkan bisa memberi nilai dan menghargai kehidupan, atas semua makhluk hidup ciptaanNya di bumi, dimanapun kita berada.