Dengan bantuan AI/ML, maka pekerjaan pembuatan "signature" atau "pattern" akan menjadi lebih cepat dan cermat. Dengan kemampuan AI/ML untuk memperbaharui data dan membuat "signature" atau "pattern" sendiri dari data yang ada, membuat pekerjaan manusia untuk meng-update "signature" atau "pattern" itu dengan berkala secara manual menjadi tidak diperlukan lagi.
Dalam 2 atau 3 tahun terakhir, vendor software sekuriti (khususnya antivirus), telah mengumumkan bahwa mereka memakai teknologi AI pada produknya. Karena tidak diperlukan update secara berkala (oleh user/manusia), maka produk sekuriti berbasis AI ini sangat cocok digunakan misalnya pada alat-alat yang menunjang teknologi IoT (Internet of Things), dimana jika manusia harus mengupdatenya akan memerlukan waktu lama karena banyak jumlahnya. Apalagi, kebanyakan dari alat itu hanya mempunyai memori yang terbatas untuk menyimpan data, sehingga tidak memungkinkan untuk meng-update ataupun menambah data baru pada sistem softwarenya.
Kalau ada pembaca yang gemar menonton film Harry Potter, tentunya pernah melihat episode "Half-blood Prince" dimana saat Ministry of Magic mengunjungi Muggle Prime Minister dan mewanti-wanti akan adanya serangan orang jahat, Muggle Prime Minister dengan entengnya menjawab kekhawatiran Rufus dkk dengan "Kamu kan bisa menanganinya menggunakan ilmu sihir?". Namun, Ministry of Magic menjawab "Bagaimana kita nggak khawatir, karena mereka juga pakai ilmu sihir untuk menyerang kita!"
Begitu juga halnya dengan pemanfaatan AI/ML untuk membuat antivirus. Walaupun teknologi AI/ML membantu vendor untuk membuat antivirus yang lebih andal, celakanya para pembuat virus tidak mau kalah. Mereka pun memanfaatkan teknologi yang sama untuk membuat virus.
Sehingga, selain pembuatan antivirus menjadi lebih sulit, kemungkinan efek yang ditimbulkan oleh virus yang dibuat dengan bantuan AI/ML tersebut bisa berakibat fatal, misalnya bisa membahayakan jiwa manusia.
Contohnya dalam teknologi self-driving yang telah digunakan secara terbatas di beberapa produk mobil. Kalau virus menginfeksi database gambar yang berguna sebagai referensi untuk mendeteksi rambu-rambu lalu lintas di jalan, maka sistem bisa saja salah dalam menentukan keputusan.
Bagaimana itu bisa terjadi? Kita ambil satu contoh, ada rambu yang mengharuskan kendaraan "berhenti". Jika database gambar sebagai referensi dari sistem untuk menentukan keputusan bahwa mobil harus berhenti sudah terjangkit virus, maka bisa jadi database referensi yang dipakai dalam sistem self-driving menjadi kacau (rancu). Akibatnya, rambu yang seharunya dideteksi sebagai "berhenti", namun bisa menjadi sebaliknya, yaitu terdeteksi oleh sistem sebagai "jalan terus".
Tentu sudah bisa dibayangkan jika rambu berhenti yang salah terdeteksi itu, terpampang di perempatan jalan atau di area penyeberangan pejalan.
Contoh lain lagi, saat ini suara banyak dipakai untuk mengoperasikan berbagai macam alat, contohnya smart (intelligent) speaker. Jika ada orang dengan niat jahat dan menggunakan teknologi AI/ML untuk memodifikasi atau membuat virus yang bisa mengacaukan database sistem yang dipakai untuk referensi suara, maka orang itu bisa mengelabui sistem pendeteksian suara.
Pengaplikasian teknologi berbasis AI/ML pada sistem yang berhubungan dengan sekuriti, khususnya untuk antivirus memang baru saja dimulai. Namun kita juga tahu bahwa para hacker (cracker) yang mempunyai niat jahat, juga tidak ketinggalan memanfaatkan teknologi yang sama untuk mewujudkan niat jahatnya.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa selalu ada efek samping dari setiap teknologi baru, dimana efek samping itu tidak melulu positif.