Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Matinya Hukum Moore, Lahirnya Proses 7nm dan Setelahnya

6 Oktober 2018   12:30 Diperbarui: 8 Oktober 2018   05:40 4575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Menarik untuk menyimak bagaimana penyair dan ilmuwan mempunyai pandangan yang berbeda tentang butiran pasir.

Jika Willam Blake seorang penyair berkebangsaan Inggris bisa melihat dunia dari butiran-butiran pasir, maka Gordon Moore seorang ilmuwan melihat bahwa tiap 2 tahun, kepadatan transistor dalam cip dimana cip dibuat dari bahan dasar silikon yang juga berasal dari butiran pasir akan berlipat ganda.

Awalnya, Moore memprediksi bahwa kepadatan transistor dalam cip akan berlipat ganda tiap 18 bulan, dalam tulisan ilmiah yang diterbitkan pada tahun 1965. Namun kemudian direvisi, bahwa kepadatan transistor dalam cip akan berlipat ganda tiap 2 tahun. Inilah yang kita kenal sekarang dengan nama Hukum Moore.

Sejak tahun 1960, selama 50 tahun lebih industri elektronika semikonduktor memakai Hukum Moore sebagai referensi mereka untuk memperbaharui teknologi dalam memproduksi cip. Bahkan mereka menjadikan Hukum Moore sebagai acuan untuk membuat road map rencana produksi cip mereka di masa depan.

Artinya, secara tidak langsung produsen cip akan berusaha untuk mencari terobosan baru, jika teknologi yang ada sekarang tidak memungkinkan lagi untuk membuat cip dengan kepadatan transistor seperti yang telah diramalkan dalam Hukum Moore. 

Bagi orang-orang yang berhubungan dengan industri manufaktur cip, pemenuhan dari Hukum Moore adalah tujuan akhir.

Untuk mewujudkan kepadatan transistor berlipat ganda tiap 2 tahun, maka para produsen cip harus bisa memperkecil jarak antara komponen transistor (pitch) dalam cip. Spesifikai jarak pitch ini tentunya berbeda antara satu produsen cip dan lainnya. Terlebih lagi, proses pembuatannya pun oleh masing-masing produsen diberi nama yang berbeda. 

Sampai dengan tahun 2017, proses pembuatan cip yang bernama process rule 10nm (nanometer atau sepermiliar meter) populer dipakai. Kemudian tahun ini, dengan dipelopori oleh TSMC (produsen cip asal Taiwan), dunia cip memasuki era process rule 7nm.

Mungkin banyak yang tidak tahu, bahwa dibalik ingar-bingar peluncuran produk iPhone terbaru oleh Apple pada tanggal 12 September lalu, cip yang dipakai pada produk-produk Apple itu dibuat/diproduksi dengan process rule 7nm. Apple menamai cip yang dipakai pada produk iPhone terbarunya dengan nama A12 Bionic. Ini merupakan cip pertama di dunia yang dibuat dengan process rule 7nm, dan dipergunakan dalam produk yang sudah dirilis kepasaran.

Produsen lainnya seperti Huawei, juga merilis cip yang dibuat dengan proses yang sama dan dinamai Kirin 980, dimana cip ini rencananya akan dipakai pada produk smartphone Huawei Mate 20. Sementara itu, Qualcomm juga mengumumkan akan meluncurkan cip baru mereka yang dibuat dengan process rule 7nm tahun depan, yang rencananya akan dipakai pada produk handset (smartphone) untuk menunjang sistem 5G.

Keuntungan dari process rule 7nm ini adalah, seperti yang diungkapkan Huawei, mereka dapat memperluas die space (jarak antara tumpukan layer transistor) sebanyak 60 persen. Sehingga dari ruangan yang tersisa itu, mereka bisa menambahkan NPU (Neural Processor Unit), yang dapat menunjang kecepatan respon dari proses yang berbasis AI (Artificial Intelligent).

Jumlah transistor yang dapat ditaruh dalam cip dengan proses ini juga mengalami kenaikan yang signifikan. Misalnya saja, pada Kirin 980 jumlah transistornya ada sekitar 6,9 miliar. Sementara pada cip A12 Bionic, jumlah transistornya sekitar 6,8 miliar. 

Peningkatan jumlah transistor ini tentunya berbanding lurus dengan kemampuan kecepatan proses dalam cip. Huawei mengatakan bahwa cip Kirin 980 bisa memproses sebanyak 600 miliar OPS (Operation Per Second, atau operasi per detik).

Melalui proses pembuatan cip yang semakin canggih, maka selain memperbanyak jumlah transistor didalamnya, ukuran dari cip itu sendiri juga semakin kecil.

Kita bisa mengamati, bahwa PC (Personal Computer) yang booming di era 80-an, rata-rata mempunyai cip dengan ukuran 10^6 mm3 (10 pangkat 6 milimeter kubik). Kemudian ukurannya mengecil pada cip yang dipakai pada laptop menjadi sekitar 10^4 mm3, lalu mengecil lagi menjadi hanya 100 mm3 pada cip yang dipakai pada smartphone, dan seterusnya.

Perkembangan ukuran cip dari tahun ke tahun (i.gzn.jp)
Perkembangan ukuran cip dari tahun ke tahun (i.gzn.jp)
Meskipun produsen industri elektronika semikonduktor berhasil memperkecil ukuran cip, namun teknologi yang digunakan untuk memperkecil ukuran cip (sekaligus juga memperbanyak jumlah transistor di dalamnya) bukanlah suatu hal yang sederhana dan mudah untuk dilakukan. 

Selain itu, teknologi tersebut mempunyai beberapa kendala. Salah satunya adalah, makin kecil ukuran cip (dan makin padat jumlah transistor di dalamnya), maka otomatis makin susah juga untuk menyalurkan daya, yaitu arus listrik ke transistor yang menjadi komponen dari cip. Karena makin rapat (banyak) kandungan transistornya, maka dalam cip akan tercipta area yang tidak bisa dialiri arus listrik yang disebut area dark silicon.

Kalau produksi cip diharuskan terus menuruti Hukum Moore, maka pada tahun 2030, ilmuwan memprediksi bahwa mau tidak mau produsen cip harus mengimplementasi process rule 2nm. Seberapa kecilkah ini?

Kita bisa membayangkan bahwa ukurannya hanya sebesar 10 atom yang dijejerkan. Tentunya dengan ukuran sekecil ini, maka selain persoalan dark silicon seperti yang sudah saya tuliskan pada paragraf sebelumnya, persoalan stabilitas komponen yang membentuk cip juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Jadi sekarang, masalahnya bukan hanya terbatas pada, makin diperkecil ukurannya maka semakin bagus performanya (misalnya kecepatan dalam proses data).

Terlebih, biaya untuk membuat (mulai dari biaya riset untuk merancang, kemudian membuat prototipe dan testing) cip dengan ukuran makin kecil dan kepadatan transistor yang tinggi, amat mahal. Oleh sebab itu, seperti yang sudah diberitakan media, salah satu dari produsen foundry (yang menghasilkan lempengan cip) yaitu GlobalFoundries, bahkan sudah memutuskan untuk menghentikan riset dan rencana produksi cip dengan process rule 7nm karena masalah biaya.

Dengan kenyataan tersebut, maka kita bisa melihat bahwa ada keterbatasan kemampuan dari produsen cip untuk mewujudkan Hukum Moore. Sehingga, mau tidak mau Hukum Moore diprediksi akan berakhir. Lalu, apakah kemudian kemampuan cip juga akan terhenti?

Dokpri
Dokpri
Tentunya tidak, karena pusat perhatian produsen cip sekarang bukan hanya pada ukuran dan kerapatan transisornya saja. Mereka mulai memusatkan perhatian pada hal lain, misalnya upaya penghematan daya yang dipakai oleh komponen (terutama cip) dalam alat elektronik. 

Karena kita tahu, bahwa ketahanan daya baterai adalah hal yang paling utama yang diinginkan oleh pengguna. Tentunya menjadi kurang sreg kalau, misalnya kita bisa menggunakan smartphone yang tercanggih, tapi baterainya cepat habis bukan?

Untuk mengatasi hal itu pada tahap permulaan, ada upaya dari produsen untuk menyatukan berbagai cip terpisah yang dipergunakan oleh masing-masing komponen. Karena kita tahu bahwa masing-masing komponen yang membentuk komputer (atau smartphone), misalnya CPU, memori, komponen wireless, komponen grafik, mempunyai cipnya masing-masing. Dengan menyatukan cip yang terpisah dari masing-masing komponen itu, maka diharapkan bisa menghemat daya yang dipakai.

Peneliti saat ini juga sedang berusaha mencari bahan baru yang lebih efektif untuk mengganti silikon, yang saat ini menjadi bahan dasar semikonduktor yang utama. Kandidat bahan baru selain silikon diantaranya adalah carbon nanotube, graphene maupun silicene.

Hukum Moore memang mau tidak mau akan ditinggalkan, dengan alasan yang sudah saya tuliskan diatas. Namun itu bukanlah akhir dari kemajuan teknologi, terutama teknologi elektronika semikonduktor, dan secara khusus cip. 

Manusia tentunya akan terus berusaha menemukan teknologi baru, juga tidak lupa untuk melakukan prediksi-prediksi baru lagi agar kehidupan yang kita jalani di masa depan menjadi lebih praktis dan lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun