Jepang akan bertarung dengan Kolombia, hari ini Selasa 19 Juni jam 21:00 (Japan Standard Time, JST) sebagai pertandingan pertama babak penyisihan FIFA Piala Dunia (selanjutnya akan saya tulis FPD) grup H.
Bagi Jepang, tentunya Kolombia bukanlah tim yang asing. Bahkan kalau memakai satire, boleh dibilang Jepang "kenal dengan baik" Kolombia karena penah menelan pil pahit darinya pada pertandingan FPD 2014 di Brasil, setelah kalah dengan skor 0-4.
Entah karena fobia akan rasa pil pahit yang pernah ditelan itu, atau karena hal yang lain, Asosiasi Sepak Bola Jepang (Japan Footbal Association, JFA) memberhentikan dengan tiba-tiba pelatih tim nasional Jepang Vahid Halilhodzic pada tanggal 9 April yang lalu. Padahal Halilhodzic, yang menjadi pelatih sejak tahun 2015, sudah bersusah payah untuk mendesain tim sepak bola Jepang agar bisa menjadi tim yang handal, dan membuktikan "kehandalannya" dengan membawa tim Jepang lolos dari babak kualifikasi Asia untuk FPD yang sedang diselenggarakan saat ini.
Alasan pemberhentiannya adalah karena komunikasi yang tidak terjalin dengan baik dengan pemain maupun dengan JFA. Polemik banyak bergulir di masyarakat tentang pemberhentian ini. Ada yang pro, dan tentu ada juga yang kontra. Di antara pendapat yang kontra adalah, memang sulit bagi JFA maupun bagi pemain Jepang sendiri untuk memahami taktik sepak bola yang dipakai oleh Halilhodzic. Terutama karena "buah" dari strategi yang didesain oleh Halilhodzic, tidak akan bisa dinikmati secara instant, melainkan dalam jangka panjang.
Seperti yang pernah ditulis oleh Michael Cox (jurnalis koran The Guardian), Halilhodzic adalah seorang "arsitek" yang ahli dan terampil dalam menggunakan stategi pertahanan. Stategi ini bisa terlihat dengan jelas saat pertandingan terakhir FPD kualifikasi Asia bulan Agustus 2017, di mana Jepang berhadapan dengan Australia.
Halilhodzic bisa menyusun pertahanan yang membuat penyerang tim Australia frustasi, dan memanfaatkan keadaan itu untuk melakukan serangan balik. Hasilnya, seperti yang kita tahu, Jepang menang 2-0 atas Australia dan kemudian bisa melenggang sebagai salah satu wakil Asia pada FPD 2018.
Saat ini, tim nasional sepak bola Jepang diasuh oleh pelatih baru yang bernama Nishino Akira. Dia bukan orang baru dalam persepakbolaan Jepang. Nishino, selain sebelumnya duduk sebagai pengurus di JFA, pernah juga melatih tim nasional Jepang U-20, U-23, serta pelatih di beberapa klub yang bernaung dibawah Liga Jepang (J-League) di antaranya seperti Gamba Osaka dan Nagoya Grampus.
Samurai dan olah raga di Jepang
Julukan bagi tim sepak bola nasional Jepang adalah "Samurai Blue". Nama Samurai memang digemari dan mudah untuk diingat bagi warga dunia, karena banyak film yang beredar di pasaran dengan tema "samurai". Bahkan, ada orang yang menganggap bahwa saat ini di Jepang masih berkeliaran samurai dengan model kepala chonmage dan pedang di pinggang lho!
Nama samurai sebenarnya bukan hanya dipakai untuk tim sepak bola saja. Baseball, olah raga yang populer terlebih dahulu sebelum sepak bola, juga menjuluki tim nasionalnya dengan sebutan "Samurai Japan".
Istilah Samurai populer pertama kali setelah keluarnya buku yang berjudul "Bushido: The Soul of Japan" karangan Nitobe Inazo, yang dicetak pada tahun 1905. Buku ini menceritakan tentang cara hidup seorang samurai, yang pertama kali dikeluarkan justru dalam edisi Bahasa Inggris (edisi Bahasa Jepangnya diterbitkan kemudian).Â
Kemudian nama Samurai kembali populer pada tahun 1954, setelah Kurosawa Akira merilis film yang berjudul "Shichinin no Samurai" (7 orang Samurai). Yang terakhir dan mungkin masih dalam ingatan kita adalah, Hollywood meluncurkan juga film yang bertema Samurai dengan judul "The Last Samurai", yang dibintangi oleh Tom Cruise.