Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pajak Turis dan Peraturan Akomodasi Baru di Jepang, Bak Buah Simalakama?

15 Juni 2018   19:48 Diperbarui: 15 Juni 2018   20:56 3678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tari Yosakoi yang banyak diminati oleh turis (Dokumentasi Pribadi)

Bulan Mei yang lalu, A.T. Kearney--perusahaan konsultan manajemen global-- merilis dokumen tentang Global City Index (GCI) yang menunjukkan berapa "unggul"nya sebuah kota dalam hal seperti kemudahan melakukan bisnis, kecanggihan pertukaran informasi, pengalaman budaya dan lainnya yang kriterianya dibagi lebih detail menjadi 27 butir.

Tokyo menempati urutan ke-4 untuk CGI yang dirilis itu. Meskipun bukan yang terbaik, namun Tokyo bisa menduduki posisi tersebut selama 6 tahun berturut-turut.

Kita semua tahu bahwa Tokyo hanyalah salah satu nama dari kota besar di Jepang, selain misalnya Sapporo, Sendai, Nagoya, Kyoto, Osaka, Fukuoka, dan Okinawa yang berlokasi di paling selatan. Kota-kota tersebut selain menjadi pusat bisnis, tentunya juga menjadi tujuan wisata, baik bagi turis lokal maupun mancanegara.

Menurut data yang diolah oleh Litbang JTB (data asalnya dari Badan Pariwisata Jepang), total jumlah turis mancanegara yang masuk ke Jepang pada tahun 2017 adalah sekitar 28,7 juta orang. Dari data yang sama, kita bisa melihat bahwa total jumlah turis yang berkunjung ke Jepang dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang signifikan, terutama lonjakan drastis total jumlah turis yang masuk ke Jepang dimulai pada tahun 2013.

Tahun ini saja, sampai bulan April 2018 yang lalu, sudah tercatat total kira-kira 3 juta orang yang berkunjung ke Jepang. Jumlah ini lebih banyak sekitar 12,5 persen dibandingkan jumlah total turis yang berkunjung pada bulan April tahun 2017.

Dalam hitungan 3 juta orang itu, termasuk juga sekitar 43 ribu orang Indonesia. Tampaknya memang Jepang menjadi salah satu destinasi favorit orang Indonesia saat ini, di Asia selain Singapura. 

Saya sering berpapasan dengan rombongan (saya sebut rombongan karena memang kebanyakan turis Indonesia yang saya temui bergerombol lebih dari 2) orang Indonesia saat pergi ke kantor, maupun saat jalan-jalan pagi (atau sore) di hari libur. 

Sekadar catatan, jumlah turis yang masuk ke Jepang dari negara tetangga kita Singapura--yang merupakan salah satu negara tujuan favorit orang Indonesia untuk berlibur--masih dibawah Indonesia, yaitu tercatat sebanyak 37,6 ribu orang.

Roppongi Hat, Tokyo (Dokumentasi Pribadi)
Roppongi Hat, Tokyo (Dokumentasi Pribadi)
Pariwisata Jepang 2020

Tahun 2020 merupakan saat yang ditunggu bukan hanya oleh Jepang beserta warganya, juga oleh warga dunia karena pesta olahraga paling bergengsi musim panas yaitu Olimpiade, akan dibuka dan diselenggarakan di Tokyo.

Untuk mengantisipasi momen tersebut, Badan Pariwisata Jepang (Japan Tourism Agency) telah mencanangkan visi yang jelas yaitu menjadikan pariwisata sebagai salah satu industri penunjang pertumbuhan ekonomi Jepang. 

Pemerintah Jepang tidak main-main dalam hal ini, karena mereka mencanangkan target jumlah total kunjungan wisatawan pada tahun 2020 sebanyak 40 juta orang! Padahal, total jumlah turis yang berkunjung pada tahun 2017 "hanya" sekitar 28 juta orang. Ini artinya, (pemerintah) Jepang hanya memiliki waktu kurang lebih 2 tahun untuk "mendongkrak" tambahan 12 juta orang wisatawan sampai tahun 2020.

Untuk mencapai target itu, salah satu usaha pemerintah adalah membangun infrastruktur penunjang industri pariwisata. Terutama yang menjadi perhatian pemerintah adalah infrastruktur di titik masuk wisatawan, yaitu pada antrean imigrasi, baik itu di darat (bandara) maupun laut (pelabuhan). 

Pemerintah Jepang menggelontor dana sekitar 2 milyar yen untuk pembangunan infrastruktur yang digunakan di pos-pos imigrasi. Dana itu selain digunakan untuk menambah personel yang menangani CIQ (Custom, Immigration, Quarantine) di titik masuk turis, juga digunakan untuk penambahan alat baru. Misalnya instalasi gate elektronik, dimana pemerintah rencananya akan memasang sekitar 137 alat baru untuk deteksi wajah otomatis agar arus antrian di imigrasi bisa menjadi lebih cepat dan lancar. 

Salah satu sudut pemandangan area di Yuurakucho-Ginza (Dokumentasi Pribadi)
Salah satu sudut pemandangan area di Yuurakucho-Ginza (Dokumentasi Pribadi)
Aplikasi baru untuk smartphone juga akan dibuat agar memudahkan orang saat mengantre di Bea dan Cukai, dimana (calon) wisatawan, misalnya  bisa melakukan proses administrasi Bea Cukai diperjalanan (di dalam pesawat terbang maupun dalam kapal laut).

Keamanan tentu juga menjadi bagian yang penting. Saat ini Jepang sedang membuat alat deteksi baru yang berbentuk terowongan besar dengan menggunakan X-Ray, yang diharapkan bisa dengan efektif dan cepat (serta tepat) mendeteksi semua barang bawaan yang dibawa turis. 

Tidak ketinggalan akomodasi, yang tentunya menjadi salah satu hal yang perlu dipersiapkan. Setelah Tokyo ditetapkan sebagai tempat penyelenggaraan Olimpiade pada tahun 2013, maka langsung tahun berikutnya para pelaku bisnis perhotelan merencanakan untuk membangun kurang lebih 50 hotel baru di Tokyo. 

Daerah penyangga sekitar Tokyo seperti Saitama, Kanagawa, Chiba, bahkan sampai daerah yang agak jauh seperti Nagano, Gunma, Niigata dan Yamanashi juga membenahi sarana akomodasi mereka untuk menampung turis yang diprediksi akan meningkat.

Konektivitas merupakan bagian yang penting dari pola hidup masyarakat modern saat ini, sehingga pemerintah Jepang pun sedang berusaha untuk menambah lokasi (spot) yang menyediakan koneksi WiFi gratis. Lebih dari itu, bahkan Jepang akan menjadikan Olimpiade 2020 sebagai showcase-nya teknologi telepon seluler 5G!

Bagi anda yang sering tersesat ketika bepergian, tidak perlu khawatir lagi. Saat ini Google Map sudah menyediakan street view untuk 13 stasiun kereta bawah tanah Tokyo Metro. Jadi tidak perlu takut soal kehabisan energi, bingung mondar-mandir di stasiun kereta bawah tanah di Tokyo, karena bisa pakai fasilitas ini untuk panduan menuju ke pintu keluar stasiun.

Penari Awa Odori (Dokumentasi Pribadi)
Penari Awa Odori (Dokumentasi Pribadi)
Dilema Pariwisata Jepang

Mulai Januari tahun 2019, Jepang akan memberlakukan pajak baru yang bernama International Tourist Tax. Sistemnya, turis yang akan meninggalkan Jepang ditarik biaya 1000 yen saat keberangkatan. Walaupun namanya pajaknya "International", namun bagi orang Jepang yang akan bepergian keluar negeri pun juga dibebani biaya ini.

Sebenarnya banyak polemik yang terjadi sebelum pajak ini disahkan di Parlemen. Misalnya belum ada informasi yang jelas tentang bagaimana rencana penggunaan dana yang terkumpul dari pajak ini. Lalu tentang besaran pajak sebesar 1000 yen, masyarakat masih belum paham bagaimana hitungannya sehingga bisa keluar angka "1000." 

Ada juga orang yang heran, apa alasannya pajak ini dipukul rata untuk semua turis tanpa melihat jenis kelas tiket yang dipunyai. Misalnya turis yang menggunakan LCC (Low Cost Carrier) dengan harga tiket 8000 yen tentunya "berat" untuk membayar 1000 yen karena besarannya mencapai 12,5 persen dari harga tiket. Dibandingkan dengan turis yang menggunakan kelas bisnis dengan harga tiket 200.000 yen, besarannya "hanya" sekitar 0,5 persen dari harga tiket.

Kemudian pada tanggal 15 Juni 2018, pemerintah juga memberlakukan undang-undang baru untuk minpaku, yaitu bagi orang yang ingin berbisnis menyewakan rumah/apartemennya untuk penginapan. Peraturan minpaku yang baru sangat ketat, misalnya pemilik apartemen hanya bisa menyewakan apartemennya selama 180 hari dalam setahun. 

Banyak efek negatif yang ditimbulkan akibat peraturan baru ini, sehingga jumlah apartemen yang tadinya disewakan untuk penginapan menjadi berkurang drastis. Contohnya, salah satu site yang terkenal untuk minpaku yaitu airbnb, dikatakan menghapus setengah dari apartemen yang terdaftar karena pemilik apartemen tidak bisa memenuhi syarat dari undang-undang baru itu.

Tari Yosakoi yang banyak diminati oleh turis (Dokumentasi Pribadi)
Tari Yosakoi yang banyak diminati oleh turis (Dokumentasi Pribadi)
Turis biasanya senang dengan akomodasi murah, karena yang mereka inginkan hanya mau jalan-jalan. Sehingga kualitas tidur tidak menjadi pertimbangan utama, tentunya bagi sebagian orang. Lalu bagi turis yang senang menggunakan LCC, maka beban tambahan 1000 yen bisa membuat pening kepala. Apalagi turis yang biasanya liburan rombongan dengan keluarga.

Pemerintah bak makan buah simalakama

Di satu sisi, dana (yang segar dan baru) mutlak dibutuhkan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi turis. Kalau masalah pelayanan, memang tidak usah diragukan lagi, Jepanglah jagonya. 

Pengalaman saya sendiri, kata-kata "pembeli (baik jasa, barang, makanan dan lainnya) adalah raja", bukanlah isapan jempol karena nyata bisa kita rasakan disini.

Di sisi lain, dua hal telah saya bahas di paragraf sebelumnya (pajak turis dan undang-undang baru minpaku), bisa membuat turis yang ingin mengunjungi Jepang berpikir dua kali. Bahkan bisa saja terjadi kemungkinan yang terburuk, yaitu mereka membatalkan kunjungannya.

Nah, apakah "magnet daya tarik" Jepang masih tetap bisa mendongkrak jumlah kunjungan turis pada tahun-tahun berikutnya, mengalahkan fobia (calon) turis pada pajak turis dan undang-undang baru minpaku, yang dikhawatirkan akan menjangkit warga dunia? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun