Kemudian upaya selanjutnya yaitu pertemuan kedua negara yaitu Kamboja dan Thailand dalam General Border Committee atau GBC pada 21 Juli 2008 di Beijing China sehingga juga melibatkan perdana menteri China yaitu Wen Jiabo. Dengan tujuan pertemuan agar dapat mendapatkan jalan keluar dari konflik antar kedua negara ini secara damai. Namun, dalam upaya pertemuan ini belum dapat menemukan titik terang terkait masalah perbatasan ini. Menurut (Farida, 2014)selain upaya penyelesaian secara bilateral juga melalui organisasi regional ASEAN. Seperti perundingan pada pertemuan KTT ASEAN dengan adanya sidang darurat. Pada saat upaya penyelesaian yang dilakukan untuk kasus Kamboja dan Thailand ini Indonesia sebagai pemimpin ASEAN pada 2011 berusaha berperan proaktif dalam menghadapi konflik perbatasan antara Thailand dengan Kamboja ini. Hal ini diperlihatkan dengan pemberlakuan Shuttle diplomacy setelah baku tembak antara Kamboja dan Thailand oleh masing-masing negara di daerah perbatasan sekitar wilayah Preah Vihear.
Selain itu upaya lain yang berusaha untuk dilakukan adalah dengan mempertemukan menteri luar negeri Kamboja dengan Thailand. Kemudian juga digelar pertemuan informal para mentri luar negeri ASEAN dalam Informal ASEAN Foreign Minister’s Meeting pada 22 februari 2011. Dalam perundingan ini, pihak yang terlibat dalam konflik ini memutuskan untuk menjalankan 3 koridor yaitu perdamaian melalui cara kerja TAC, kemudian gencatan senjata secara permanen dan keterlibatan ASEAN dalam menengahi konflik. Sehingga Indonesia yang pada saat itu sebagai pemimpin ASEAN yang menjadi fasilitator. Selain menjadi Fasilitator Indonesia juga diminta oleh kedua negara untuk mengirim militernya sebagai pemantau lokasi sengketa. Dan setelah itu keadaan berangsur-angsur membaik dan akhirnya dapat dikatakan kedua negara telah menerapkan kebijakan gencatan senjata. Kemudian pada 18 Juli 2012, kedua negara sama-sama menarik pasukan dari wilayah Kuil Preah Vihear. Dengan adanya konflik yang terjadi antara Kamboja dengan Thailand ini pastinya juga menurut (Nurfadhilah, 2017) akan berdampak pada perekonomian kedua negara, selain itu juga berdampak pada pembatalan MoU atau Memorandum Of Understanding antara Thailand dengan Kamboja. Namun, selain itu ketika hubungan antara kamboja dan Thailand telah membaik maka hal ini juga berdampak baik bagi kedua negara misalnya terwujudnya Kerjasama perkembangan Kawasan antara kedua negara yaitu Kamboja dan Thailand
DAFTAR RUJUKAN
Budiana, M. (2013). POLITIK DAN PEMERINTAHAN SERTA PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM DI KERAJAAN KAMBOJA. 12(2), 365–378.
Farida, E. (2014). Penyelesaian Sengketa Perbatasan Antara Thailand Dan Kamboja Melalui Mekanisme Asean. Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 43(1), 57–66. https://doi.org/10.14710/mmh.43.1.2014.57-66
Jihan, M. (2012). Peran Indonesia Dalam Upaya Mengatasi Konflik Perbatasan Thailand-Kamboja.
Nurfadhilah, T. (2017). Hubungan Bilateral Thailand dan Kamboja Pasca Penyelesaian Sengketa Kuil Preah Vihear. Bilateral Relations Thailand and Cambodia AfterCompletion Of The Preah Vihear Temple Dispute. Program Studi Ilmu Hubungan Internasioan, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia.
Pratama, F. D. Y. (2019). Wat Arun Sebagai Daya Tarik Wisata Di Kota Bangkok Thailand. 1–13. https://doi.org/10.31219/osf.io/yncke
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H