Mohon tunggu...
Syibbli Zainbrin
Syibbli Zainbrin Mohon Tunggu... -

Psychology, Yarsi University https://www.youtube.com/channel/UCdyw0QB70mdgmwrGBjXJz1A http://syibblizainbrin.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Perspektif Pedofil

26 Oktober 2015   02:39 Diperbarui: 26 Oktober 2015   02:54 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana jalan fikiran pedofil itu ?

Pedofilia berasal dari bahasa yunani, paidos atau pedo yang berati "anak" dan philia yang berarti "cinta". Pedofilia termasuk gangguan parafilia. Pedofilia merupakan gangguan psikologis dimana penderitanya memiliki ketertarikan seksual secara menetap terhadap anak dibawah umur biasanya dibawah usia 13 tahun. Usia dapat berbeda sesuai konteks dan kebudayaan yang berlaku di daerah tertentu. Secara klinis terdapat berbagai syarat seseorang dapat dikatakan menderita pedofilia (baca DSM-V, PPDGJ, dst). Seseorang yang tampak melakukan pelecehan seksual terhadap anak kecil belum bisa disebut seorang pedofil melainkan telah melakukan perbuatan asusila.

Ingat pengertian pedofilia secara konsisten mengatakan "ketertarikan" yang berarti mengukur konstruk yang tidak dapat dilihat dengan mata sehingga orang awam sebenarnya tidak memiliki hak untuk melabel seseorang sebagai pedofil, namun lebih tepat mengatakan telah melakukan tindakan pedofil. Salah satu kesalahan umum masyarakat adalah mengatakan pedofil pada seorang laki-laki berumur 40an tahun yang menikah dengan wanita berumur remaja akhir berkisar 16-19 tahun, perlu diketahui sang laki-laki bukanlah pedofil. Ingat fantasi seksual terhadap orang yang lebih mudah jauh berbeda dengan fantasi seorang pedofilia.

Gangguan pedofilia mendorong individu untuk memunculkan fantasi seksual yang berujung pada perilaku mendekati anak kecil kemudian melampiaskan dorongan imajinasinya menjadi realita terhadap anak kecil tersebut. Pedofil biasanya mendekati anak kecil dengan berbagai cara sehingga didapatkan penderita pedofilia biasanya memiliki apa yang anak kecil sukai seperti mainan, makanan, games dan sebagainya, hal tersebut untuk mendatangkan anak kecil dan membuat anak kecil merasa nyaman berada didekat pelaku. Anak kecil / dibawah umur merupakan individu yang belum sepenuhnya matang secara kognitif dan cenderung masih bersifat hedonik sehingga menyukai apa yang sensasinya terima sebagai hal yang menyenangkan.

Termasuk dalam hal seksual, anak dibawah umur ternyata didapatkan bisa berlaku aktif secara seksual (Departement of Human Service, 2012) hal ini secara psikologis dipandang perilaku yang tidak pantas dilakukan anak kecil. Dalam kasus pedofilia, anak pernah dilecehkan secara seksual namun ketika anak mendapatkan sensasi yang menyenangkan terhadap perlakuan tersebut maka anak akan kembali kepelaku dan secara tidak langsung meminta dirinya untuk dilecehkan demi mendapatkan kenikmatan yang sama dengan pelecehan sebelumnya (dalam hal ini anak memandang pelecehan tersebut sebagai hal yang menyenangkan / insentif internal). Hal ini membuka mata mengenai anak dibawah umur yang telah memiliki perilaku seksual aktifnya tersendiri, dan hal ini menunjukkan perspektif pedofil yang sangat menerima perilaku anak kecil seperti ini.

Namun, bagaimana sebenarnya pedofilia ini tetap salah walaupun anak tersebut menikmati perlakuan pelaku kepadanya ?

Dapat dikatakan kasus pemerkosaan jika korban merasa dipaksa dan tidak ada keinginan namun pelaku masih menjalankan aksinya, apakah hal tersebut dapat disamakan dengan pedofilia ? Anak juga menikmati sehingga pedofil tidaklah sepenuhnya salah, begitukah ?

Secara tidak sadar pedofilia dikatakan penyakit di masyarakat karena masyarakat tahu bahwa anak dibawah umur belum pantas untuk melakukan tindakan seksual karena genital yang belum matang dan mental yang belum siap, pedofil memaksa anak dibawah umur untuk melakukan kegiatan seksual yang tidak seharusnya dilakukan sehingga pedofil dalam hal ini melakukan tindakan yang salah secara norma. Ingat, anak dibawah umur tidak pantas melakukan perilaku seksual ataupun mencari kepuasan seksual secara aktif dengan cara apapun dan hal itu dianggap gangguan perkembangan. 

Bagaimana seseorang dapat menjadi pedofil ?

Secara keilmuan, pedofilia disamakan dengan homoseksual dan biseksual dimana pedofil dipertimbangkan bukanlah sesuatu yang dapat dipilih melainkan dorongan tersebut muncul dengan sendirinya. Namun, perilaku pedofilia menyebabkan keburukan dan kerugian yang besar terhadap lingkungan sehingga digolongkan menjadi orientasi seksual yang tidak normal atau parafilia. Korban pelecehan seksual, yang mengalami penolakan dan diabaikan dalarn keluarganya, berpotensi menjadi pelaku pedofilia pada masa remaja atau masa dewasa mereka (Nurmalawaty, SH. M.Hum).

Hal tersebut membuka pikiran bahwa pedofil juga merupakan korban dari lingkungan. Didapatkan bahwa pedofil ternyata memiliki ciri psikopatologis yang kuat bersamaan dengan berbagai kelemahan psikologis seperti kecemasan, depresi, dan harga diri rendah. Pedofil juga memiliki kecenderungan anti-sosial yang tinggi. Dapat dilihat bahwa pedofil merupakan korban lingkungan yang membuat dirinya tidak mempunyai kepercayaan diri untuk memiliki hubungan dengan seusianya melainkan dengan anak kecil karena dia tahu bahwa dengan mendekati anak kecil maka dia sudah jelas mendapatkan power. Setiap orang membutuhkan dorongan kekuasaan namun pada pedofil dengan harga diri yang rendah secara irasional mencari kekuasannya sendiri dengan cara yang tidak pantas.

Pada International journal of ssexual health melakukan survey dan menemukan bahwa mayoritas pedofil ternyata sangat merencanakan untuk bunuh diri dan sebagian diantaranya telah mencoba bunuh diri. Pedofil memang memiliki ciri kecemasan yang tinggi dan depresi. Pedofil sadar akan perilakunya yang menyalahi norma, buktinya para pedofil melakukan aksinya secara sembunyi-sembunyi karena mereka individu yang masih tersentuh dengan realita, berbeda dengan skizofrenia (bahasa awam : gila). Aksinya yang tersembunyi memunculkan indikasi jika pedofil masih memiliki sebuah kecemasan sosial dimana ia sadar akan kesalahannya. hal ini dapat dijadikan dasar bahwa pedofil sebenarnya masih dapat dipulihkan dengan mengembangkan tanggungjawab moral yang dimilikinya.

Satu hal yang paling mengganggu pedofil adalah dorongan atau impuls yang mereka dapat terhadap anak kecil, apakah masih bisa dihilangkan ?

Iya, sangat bisa dilihangkan karena impuls merupakan hal yang dapat dikontrol. Melihat dinamika psikologis yang terjadi dalam mental pedofil maka banyak hal yang bisa disadarkan dan dikembangkan seperti meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri, meningkatkan pemahaman moral dan mungkin memunculkan dorongan religiusitas. Hal tersebut tentunya butuh proses yang panjang dimana manifes seorang pedofilia menjadi PEDOFIL tidaklah cepat begitupun pemulihannya.

Namun, karena pedofilia merupakan gangguan disadari bahkan oleh pelakunya, maka para pelaku harusnya dapat diajar dan dapat melihat konsekuensi hukum sehingga memberikan hukuman yang berat seharusnya dapat menjadi alat prevensi perilaku pedofilia (fokus perilakunya terlebih dahulu), kemudian menyediakan promosi suatu program pendampingan kepada para pedofil untuk dibimbing agar menghilangkan impulsnya (hal ini masih sangat kontroversial menilai kemungkinan kecil pedofil untuk mengakui diri pada ahlinya).

Tulisan ini hanya berusaha untuk membuka pikiran mengnai dinamika psikologis dari seorang pedofilia, dan perspektif lain dari yang masyarakat ketahui, bukan untuk mengarahkan persetujuan kepada hukuman apa yang harusnya diterapkan. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan. Terimakasih.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun