Mohon tunggu...
Syurawasti Muhiddin
Syurawasti Muhiddin Mohon Tunggu... Dosen - Psikologi

Berminat dalam kepenulisan, traveling, pengabdian masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Fleksibilitas Mental, Modal Penting untuk Menjalani Kehidupan yang Serba Cepat

2 Januari 2024   21:54 Diperbarui: 2 Januari 2024   22:00 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Pernahkah Anda bekerja dengan seseorang yang kelihatan mudah melakukan multi-tasking? Apakah Anda memiliki rekan yang tiba-tiba datang dengan ide brilian ketika berada dalam tekanan deadline? Apakah Anda memiliki teman yang dapat beralih dari satu tugas ke tugas lain yang berbeda dan memberikan respon yang sesuai? Ini adalah contoh yang dapat menggambarkan fleksibilitas mental atau diistilahkan juga dengan fleksibilitas kognitif. 

Fleksibilitas kognitif umumnya mengacu pada kemampuan kita untuk beradaptasi secara fleksibel dengan lingkungan kita yang terus berubah. Ini adalah kemampuan unik yang dimiliki oleh manusia. Kita dapat bertahan dengan strategi perilaku saat ini untuk pencapaian tujuan dalam waktu lama, namun kita juga dapat memperbarui strategi kita secara fleksibel ketika dibutuhkan suatu perubahan. Secara khusus, fleksibilitas kognitif adalah kemampuan untuk mengalihkan perhatian antara beberapa tugas, atribut stimulus, tanggapan, perspektif, ataupun strategi (Miyake et al., 2000; Zelazo, 2015).

Fleksibilitas kognitif sangat terkait dengan kemampuan kognitif lain seperti penghambatan (inhibisi), perencanaan, dan memori kerja (working memory). Inhibisi adalah kemampuan untuk menekan aspek-aspek dari suatu stimulus atau rangsangan untuk berfokus pada informasi yang relevan. Perencanaan (planning) adalah kemampuan untuk membuat dan menerapkan rangkaian respon baru. Sementara itu, working memory atau memori kerja adalah kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi di kognisi seseorang dalam waktu singkat. Fleksibilitas mental juga dikaitkan dengan hasil yang menguntungkan di sepanjang kehidupan, misalnya resiliensi yang lebih tinggi terhadap peristiwa hidup negatif dan stres di masa dewasa; tingkat kreativitas yang lebih tinggi pada masa dewasa, serta kualitas hidup yang lebih baik pada individu yang lebih tua (Dajani & Uddin, 2017; Selig, 2022). 

Mengapa penting untuk mengoptimalkan kemampuan ini?  Tanpa fleksibilitas mental, kamu tidak akan dapat 'mengalihkan' otak dari situasi ke situasi. Selain itu, akan sulit untuk berkonsentrasi pada tugas dan melakukannya secara efektif. Pada level yang lebih luas, fleksibilitas kognitif juga dibutuhkan ketika memikirkan tentang produk dalam industri, orang-orang dalam suatu tim, serta pemecahan masalah yang kompleks. 

Selain itu, fleksibilitas mental dapat membantu seseorang untuk mengembangkan toleransi atas ketidakpastian yang diketahui dapat mengurangi level stres, kecemasan serta perilaku yang membuang-buang waktu. Mereka yang memilikinya akan merasa nyaman dengan kontradiksi, ambiguitas, dan paradoks, serta menghargai atau bahkan belajar dari ketidaknyamanan dalam mencapai berbagai tujuan. Dengan demikian, fleksibilitas kognitif dapat membantu menjaga kesejahteraan mental.

Lalu bagaimana mengembangkan fleksibilitas mental? Mulailah dari hal yang kecil. Anda dapat mengekspos diri pada situasi baru dan konteks yang berbeda tanpa terlalu jauh keluar dari zona nyaman kamu. Bangun empati Anda dengan memahami pengalaman, proses, rutinitas, dan metode orang lain sehingga Anda tidak terjebak pada pemikiran yang rigid. Interupsi dan arahkan kembali pikiran, terutama bagi orang-orang yang cenderung berkutat dengan pikiran negatif tentang diri mereka sendiri. Lalu, tanyakan pada diri sendiri tentang cara apa lagi yang mungkin benar? Hal ini membantu untuk menemukan opsi-opsi lainnya. 

Belajarlah untuk berselancar di tengah gelombang yang tak terprediksi!

Referensi

Dajani, D. R., & Uddin, L. Q. (2015). Demystifying cognitive flexibility: Implications for clinical and developmental neuroscience. Trends in neurosciences, 38(9), 571-578. 

Ionescu, T. (2012). Exploring the nature of cognitive flexibility. New ideas in psychology, 30(2), 190-200

Miyake, A., Friedman, N. P., Emerson, M. J., Witzki, A. H., Howerter, A., & Wager, T. D. (2000). The unity and diversity of executive functions and their contributions to complex "frontal lobe" tasks: A latent variable analysis. Cognitive psychology, 41(1), 49-100.

Ritter, S. M., Damian, R. I., Simonton, D. K., van Baaren, R. B., Strick, M., Derks, J., & Dijksterhuis, A. (2012). Diversifying experiences enhance cognitive flexibility. Journal of experimental social psychology, 48(4), 961-964.

Selig, M. (2022). Think Different: 10 Ideas for More Mental Flexibility. Diakses dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/changepower/202206/think-different-10-ideas-more-mental-flexibility

Zelazo, P. D. (2015). Executive function: Reflection, iterative reprocessing, complexity, and the developing brain. Developmental Review, 38, 55-68.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun