Mohon tunggu...
Syukron Hasibuan
Syukron Hasibuan Mohon Tunggu... Mahasiswa - menulis

mendengarkan sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Semantik Menurut Tosihiko Izutsu dan Kontribusinya terhadap Penafsiran Al-Quran

26 Juni 2024   16:27 Diperbarui: 26 Juni 2024   16:31 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: Dokumentasi Penulis

Ketika Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Rasulullah SAW melalui malaikat Jibril AS, Dia memilih bahasa yang sesuai dengan pemahaman penerima wahyu pertama, yaitu masyarakat Arab pada waktu itu. Pemilihan bahasa ini bukan tanpa alasan, melainkan karena bahasa berfungsi sebagai alat sosial yang sangat penting dalam memahami dan mengatur dunia.

Dalam proses ini, Allah SWT berperan sebagai komunikator atau pengirim pesan aktif, sedangkan Rasulullah SAW bertindak sebagai penerima pesan, dengan bahasa Arab sebagai media komunikasi yang digunakan. Kompleksitas bahasa dalam Al-Qur'an menjadikannya tidak bisa diterjemahkan secara literal tanpa mengorbankan kedalaman maknanya. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan konteks budaya dan sejarah antara umat Islam saat ini dengan umat Islam pada masa lalu ketika Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa mereka.

Oleh karena itu, dibutuhkan metode khusus untuk mengkaji dan memahami makna-makna yang terdapat dalam Al-Qur'an. Di sinilah peran semantik menjadi sangat penting. 

Semantik secara umum berarti menganalisis makna kata-kata dalam suatu konteks tertentu. Dalam konteks ini, penulis berupaya memahami analisis semantik yang dikembangkan oleh Toshihiko Izutsu, seorang profesor ternama dari Jepang yang melanjutkan studi Islam di McGill University, Montreal, Kanada. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas pemahaman semantik menurut Toshihiko Izutsu serta langkah-langkah yang diambilnya dalam menafsirkan kata-kata dalam Al-Qur'an.

Izutsu menawarkan pendekatan yang mendalam terhadap analisis makna kata dalam Al-Qur'an dengan memperhatikan konteks historis dan budaya pada saat kata-kata tersebut diturunkan. Dengan cara ini, kita dapat memahami makna asli yang dimaksudkan dalam Al-Qur'an dan menerapkannya dalam konteks yang lebih luas dan modern. Penulis berharap dapat menguraikan metode dan langkah-langkah yang digunakan Izutsu dalam menganalisis teks-teks Al-Qur'an, sehingga memberikan pemahaman yang lebih baik dan menyeluruh tentang makna yang terkandung di dalamnya.

Pengertian semantik masih menjadi perdebatan di kalangan ahli linguistik. Setiap ahli bisa memberikan definisinya sendiri mengenai semantik. Dalam bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik Terhadap Al-Qur'an (1997, 1), Toshihiko Izutsu menguraikan pemahamannya tentang semantik.

Izutsu menjelaskan bahwa semantik adalah bidang studi analitik yang mengkaji istilah-istilah kunci dalam suatu bahasa, dengan tujuan akhirnya memahami pandangan dunia (Weltanschauung) masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut. Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi dan berpikir, tetapi juga sebagai sarana untuk mengonsep dan menafsirkan dunia.

Dalam pengertian ini, semantik adalah studi tentang sifat dan struktur kata-kata dalam pandangan dunia suatu masyarakat, baik saat ini maupun di masa lalu. Pendekatan ini menggunakan metode analitis untuk memahami konsep-konsep utama yang terkandung dalam kata-kata kunci bahasa tersebut.

Jelas bahwa istilah "Al-Qur'an" dalam frasa "Semantik Al-Qur'an" harus dipahami dalam konteks pandangan dunia yang diungkapkan oleh Al-Qur'an, yaitu perspektif Al-Qur'an mengenai alam semesta. Semantik Al-Qur'an akan berfokus pada analisis bagaimana alam semesta ini diciptakan, apa saja elemen-elemen yang menyusunnya, serta bagaimana semua elemen tersebut saling berinteraksi menurut pandangan Al-Qur'an. 

Dalam kerangka ini, semantik Al-Qur'an merupakan kajian tentang keberadaan yang nyata, hidup, dan dinamis. Ini berbeda dengan studi yang cenderung statis dan abstrak yang mungkin dilakukan oleh seorang filsuf dalam kerangka pemikiran yang sangat teoretis. Semantik Al-Qur'an menekankan pada pemahaman tentang realitas yang konkret dan interkoneksi elemen-elemen alam dalam pandangan yang holistik dan integral sebagaimana dijelaskan dalam teks suci Al-Qur'an.

Analisis semantik ini bertujuan untuk membantu kita memahami keberadaan dan eksistensi secara konkret, seperti yang tercermin dalam ayat-ayat Al-Qur'an. 

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengungkap jenis pemahaman tentang keberadaan yang hidup dan dinamis sebagaimana disampaikan oleh Al-Qur'an, melalui kajian analitis dan metodologis terhadap konsep-konsep utama yang membentuk visi Al-Qur'an mengenai alam semesta. Toshihiko Izutsu membagi prinsip-prinsip utama dalam semantik Al-Qur'an menjadi tiga bagian sebagai berikut:

1. Keterpaduan Antara Konsep Invidual 

Prinsip pertama yang diuraikan oleh Toshihiko Izutsu adalah bahwa makna suatu kata muncul dari interaksinya dengan kata-kata lain. Dengan kata lain, makna kata akan menjadi jelas apabila kata tersebut dikaitkan dengan kata lain. Sebagai contoh, Izutsu menggunakan kata "Allah" yang dipadukan dengan konteks zaman "Jahiliyah" dan kata "Allah" yang dikontekstualisasikan dengan "Al-Qur'an." 

Izutsu memilih kata "Allah" karena kata ini telah digunakan sejak sebelum datangnya Islam. Pada zaman Jahiliyah, kata "Allah" berkaitan dengan istilah "Alihah" yang bermakna tuhan-tuhan, mencerminkan pandangan dunia politeistik yang dianut oleh masyarakat Jahiliyah. Sebaliknya, dalam konteks Al-Qur'an, kata "Allah" merujuk pada "Ahad," yang berarti Tuhan Yang Esa, menunjukkan pandangan dunia monoteistik.

 

2. Makna Dasar dan Makna Relasional 

Prinsip kedua berkenaan dengan pembedaan antara makna leksikal dan makna kontekstual. Makna leksikal adalah makna yang inheren dan selalu melekat pada suatu kata, terlepas dari situasi atau konteks penggunaannya. Misalnya, kata "yaum" yang berarti hari, yang secara umum kita pahami sebagai pergantian antara siang dan malam. Makna kontekstual, di sisi lain, adalah makna spesifik yang muncul dalam konteks penggunaan tertentu. 

Contohnya adalah frasa "yaumul akhir" dalam Al-Qur'an. Kata "yaum" tetap mempertahankan makna leksikalnya, yaitu hari atau waktu, namun dalam konteks "yaumul akhir," kata "yaum" mengacu pada hari kiamat atau akhir zaman, menunjukkan makna yang lebih spesifik dan kontekstual.

3. Kosa kata dan Weltanschaung

Prinsip ketiga berfokus pada hubungan antara kosakata dan pandangan dunia (Weltanschauung). Kosakata yang dimaksud adalah seluruh kata dan bahasa yang digunakan oleh seseorang atau suatu komunitas. Pada dasarnya, setiap kosakata dan bahasa mencerminkan budaya dari penggunanya. 

Budaya ini menunjukkan bagaimana pengguna kosakata atau bahasa tersebut memahami dunia dan pandangan hidup mereka. Dengan demikian, analisis kosakata dalam konteks semantik Al-Qur'an juga membantu dalam mengungkap pandangan dunia yang dianut oleh masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut.

Dengan memanfaatkan prinsip-prinsip semantik yang diuraikan oleh Toshihiko Izutsu ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan komprehensif mengenai makna kata-kata dalam Al-Qur'an serta bagaimana kata-kata tersebut mencerminkan pandangan dunia Qur'ani yang dinamis dan integral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun