Mohon tunggu...
Syukron Hasibuan
Syukron Hasibuan Mohon Tunggu... Mahasiswa - menulis

mendengarkan sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Semantik Menurut Tosihiko Izutsu dan Kontribusinya terhadap Penafsiran Al-Quran

26 Juni 2024   16:27 Diperbarui: 26 Juni 2024   16:31 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: Dokumentasi Penulis

Analisis semantik ini bertujuan untuk membantu kita memahami keberadaan dan eksistensi secara konkret, seperti yang tercermin dalam ayat-ayat Al-Qur'an. 

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengungkap jenis pemahaman tentang keberadaan yang hidup dan dinamis sebagaimana disampaikan oleh Al-Qur'an, melalui kajian analitis dan metodologis terhadap konsep-konsep utama yang membentuk visi Al-Qur'an mengenai alam semesta. Toshihiko Izutsu membagi prinsip-prinsip utama dalam semantik Al-Qur'an menjadi tiga bagian sebagai berikut:

1. Keterpaduan Antara Konsep Invidual 

Prinsip pertama yang diuraikan oleh Toshihiko Izutsu adalah bahwa makna suatu kata muncul dari interaksinya dengan kata-kata lain. Dengan kata lain, makna kata akan menjadi jelas apabila kata tersebut dikaitkan dengan kata lain. Sebagai contoh, Izutsu menggunakan kata "Allah" yang dipadukan dengan konteks zaman "Jahiliyah" dan kata "Allah" yang dikontekstualisasikan dengan "Al-Qur'an." 

Izutsu memilih kata "Allah" karena kata ini telah digunakan sejak sebelum datangnya Islam. Pada zaman Jahiliyah, kata "Allah" berkaitan dengan istilah "Alihah" yang bermakna tuhan-tuhan, mencerminkan pandangan dunia politeistik yang dianut oleh masyarakat Jahiliyah. Sebaliknya, dalam konteks Al-Qur'an, kata "Allah" merujuk pada "Ahad," yang berarti Tuhan Yang Esa, menunjukkan pandangan dunia monoteistik.

 

2. Makna Dasar dan Makna Relasional 

Prinsip kedua berkenaan dengan pembedaan antara makna leksikal dan makna kontekstual. Makna leksikal adalah makna yang inheren dan selalu melekat pada suatu kata, terlepas dari situasi atau konteks penggunaannya. Misalnya, kata "yaum" yang berarti hari, yang secara umum kita pahami sebagai pergantian antara siang dan malam. Makna kontekstual, di sisi lain, adalah makna spesifik yang muncul dalam konteks penggunaan tertentu. 

Contohnya adalah frasa "yaumul akhir" dalam Al-Qur'an. Kata "yaum" tetap mempertahankan makna leksikalnya, yaitu hari atau waktu, namun dalam konteks "yaumul akhir," kata "yaum" mengacu pada hari kiamat atau akhir zaman, menunjukkan makna yang lebih spesifik dan kontekstual.

3. Kosa kata dan Weltanschaung

Prinsip ketiga berfokus pada hubungan antara kosakata dan pandangan dunia (Weltanschauung). Kosakata yang dimaksud adalah seluruh kata dan bahasa yang digunakan oleh seseorang atau suatu komunitas. Pada dasarnya, setiap kosakata dan bahasa mencerminkan budaya dari penggunanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun