Hari Anak Nasional, satu dari sekian banyak momentum untuk mengingat pentingnya melindungi hak-hak anak. Peringatan Hari Anak Nasional tahun ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengangkat tema "Peran Keluarga Dalam Perlindungan Anak" dengan pesan utama Kita Anak Indonesia, Kita Gembira! #KitaGembira.
Munculnya hari anak nasional berawal dari pemikiran dari Presiden Soeharto mengenai nasib anak-anak Indonesia sebagai aset berharga bagi bangsa dan sudah sepantasnya untuk dilindungi. Oleh sebab itu, Presiden Soeharto melalui  Kepres No. 44 Tahun 1984 tentang Hari Anak Nasional menetapkan tanggal 23 Juli sebagai hari anak nasional.
"[...] dari Istana Negara ini, saya ingin menyampaikan ucapan selamat kepada seluruh anak Indonesia. Bergembiralah dan tumbuhlah menjadi anak-anak yang sehat, cerdas, taat kepada orang tua, patuh kepada bapak dan ibu guru, taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan cinta kepada Tanah Air kalian yang indah dan luas ini," ujar Soeharto ketika meneken keputusan Hari Anak Nasional 1984.
Sejak saat itu hari anak nasional selalu diselenggarakan dengan mengangkat tema dan tempat yang berbeda setiap tahunya, misalnya Perlindungan Anak Dimulai dari Keluarga di Riau (2017), dan GENIUS (Gesit, Empati, beraNI, Unggul, Sehat) di Surabaya (2018).
Satu aspek yang penting dalam peringatan itu adalah wujud apresiasi pemerintah pada generasi anak-anak yang telah berkontribusi besar dalam catatan historis negara ini. Anak-anak telah terbukti memiliki tempat secara mutlak dalam hal ini.
Dimasa lalu, zaman penjajahan, anak-anak mengalami masa kelam. Ketika itu, belanda menjadikan anak-anak, laki-laki dan wanita, sebagai budak baik budak perkebunan, buruh bangunan maupun pelayan.
Sebagai budak, mereka bekerja siang-malam tanpa digaji, sering disiksa atau bahkan dibunuh. Selain itu, mereka juga tidak bisa bermain maupun mengenyam pendidikan karena waktu itu sekolah hanya diperuntukan untuk golongan bangsawan atau ningrat.
Keadaan seperti ini tidak jauh berbeda sampai kedudukan berpindah tangan ke Jepang. Dibawah tapuk kekuasaan jepang, perbudakaan masih berlangsung meskipun menunjukkan angka penurunan.
Ketika itu, Jepang memanfaatkan anak-anak sebagai tentara cadangan yang dilatih baris-berbaris guna mempersiapkan perang asia pasifik.
Sehingga dapat dikatakan kurun waktu penjajahan, belanda dan jepang, kekerasan, eksploitasi dan pemerasan merupakan bagian dari perbudakan yang menyebabkan belum adanya bentuk perlindungan terhadap anak-anak.
Setelah merdeka, tidak ada lagi perbudakan anak melainkan perlindungan terhadap anak-anak meningkat. Seperti sudah disinggung diatas, Kepres No. 44 Tahun 1984, merupakan wujud pemerintah untuk melindungi hak-hak anak. Kemudian Indonesia juga menjadi bagian konvensi hak-hak anak dunia tahun 1989 di New York.
Untuk lebih mempertegas tugasnya, pemerintah juga membentuk Komisi Perlindungan anak (KPAI) tahun 2002. Namun, selang hampir tiga dekade kemudian, anak-anak Indonesia justru terjerumus 'lubang' kekerasan.
Tidak lah berlebihan jika pada peringatan Hari Anak Nasional kali ini disebut bahwa situasi anak Indonesia masih belum terbebas dari kondisi darurat kekerasan.
Berdasarkan catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas Anak), jumlah kekerasan terhadap anak di tengah kehidupan masyarakat terus meningkat.
Sebanyak 52-58 persen pengaduan yang diterima didominasi kasus kekerasan seksual. Selebihnya sekitar 48 persen merupakan kasus kekerasan dalam bentuk lain seperti penganiayaan, penculikan, dan eksploitasi anak. Sebagian besar kasus kekerasan dilakukan oleh orang terdekat.Â
Hari Anak Nasional 2019
Terlebih perkembangan anak zaman sekarang tidak seperti dulu. Generasi anak-anak sekarang sering disebut pula generasi milineal yakni generasi yang akrab dengan teknologi. kehadiran memang menghadirkan kemudahan bagi anak namun nasionalisme, akhlak, maupun prestasi harus semakin meningkat.
Hal sedana juga diutara oleh Menteri PPPA Yohana Yambise bahwa tujuan hari anak tahun ini merupakan untuk satu misi jangka panjang yang ingin dicapai oleh KPPPA dan pemerintah secara umum, yakni Indonesia Layak Anak Tahun 2030.
"Mari berikan yang terbaik bagi 80 juta anak Indonesia. Mereka adalah generasi penerus bangsa kita ke depan. Mari wujudkan Indonesia layak anak tahun 2030, menuju Indonesia emas tahun 2045," kata Yohana.
Dari pernyataan itu dapat disimpulkan bahwa peringatan hari anak nasional tahun ini harus didukung oleh semua pihak termasuk orang tua untuk mengayomi dan memberi arahan kepada putra-putrinya sebagai generasi penerus bangsa supaya berguna kelak.
Perlu adanya perubahan paradigma pola pengasuhan dalam keluarga yang otoriter menjadi pola pengasuhan yang menekankan pada dialog partisipatif. Pola pengasuhan ini mementingkan adanya keterbukaan dan menjadikan keluarga sebagai guru utama bagi anak.
Diharapkan dari pola itu berhasil mencetak generasi yang berjiwa nasionalisme, berkahlak kuat, berprestasi serta bisa memajukan bangsa dan negara.
Untuk Hari anak nasional tahun ini rencananya akan  dipusatkan di Lapangan Korebosi, Kota Makasar dengan dihadiri oleh Presiden, menteri PPPA, serta peserta dari anak-anak dari berbagai sekolah.
Selamat hari anak nasional...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H