Mohon tunggu...
Syukron Adzim
Syukron Adzim Mohon Tunggu... Freelancer - Menuliskan imajinasi

Surel : syukronadzim@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Indonesia Open: Potret Kegagalan bagi Indonesia

20 Juli 2019   13:51 Diperbarui: 23 Juli 2019   20:59 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulutangkis merupakan salah satu olahraga populer selain sepak bola di Indonesia. Sampai sekarang bulutangkis masih menjadi andalan Indonesia di ajang olahraga Internasioanl seperti Olimpiade, Asian Games, maupun SEA Games. Dari olahraga inilah lahir atlit-atlit yang mengharumkan nama bangsa seperti Cristian Hadinata, Rudi Hartono, Susi Susanti, Taufik Hidayah, sampai idola anak muda sekarang Kevin dan Marcus. Sehubungan dengan itu, bulan ini ada salah satu event bulutangkis yang digelar di Indonesia. yap, betul Indonesia Open 2019. Namun tahukan kamu dari mana kamu tahu asal-usulnya dan potret kegagalanya?

Menilik sejarah, olahraga bulutangkis masuk ke Indonesia tahun 1930 ketika Ikatan Sport Indonesia (ISI) mulai memperkenalkan olahraga tersebut ke masyarakat luas. Atas respon masyarakat yang luar biasa kemudian dibentuk Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) pada tanggal 5 Mei 1951 guna mewadahi bulutangkis dari pembinaan, pembiayaan dan kompetisi. 

Sejak dibentuk PBSI, tim bulutangkis Indonesia terus mengikuti kejuaraan baik lokal bahkan internasional. Hal ini terbukti dari prestasi para atlitnya yang berhasil menjuarai berbagai kejuaraan seperti All England, Piala Thomas, hingga mendali emas Olimpiade.

Dalam perkembangan perbulutangkisan nasional, ada kejuaraan yang wajib di gelar di Indonesia yakni Indonesia Open atau Indonesia terbuka. Indonesia open merupakan rangkaian kejuaraan bulutangkis dunia berbintang enam  yang berstatus super series dibawah naungan BWF. 

Kejuaraan tahun ini merupakan edisi ke-29 dari awal penyelenggaraan di tahun 1990. Sepanjang sejarah penyelenggaraan tercatat Ardy B Wiranata dan Taufik hidayat yang masing-masing sudah mengoleksi sebanyak 6 gelar juara. Selain kedua atlit tersebut ada Alan Budi Kusuma, Lee Chong Wei, dan lain-lain.

Secara keseluruhan ndonesia tercatat masih menjadi negara peraih gelar juara terbanyak dengan total 82 gelar sepanjang penyelenggaraan, disusul oleh China dengan 45 gelar, Korea Selatan 14 gelar dan Malaysia 11 gelar. 

Di tahun 1983, 1996, 1997, dan 2001 Indonesia bahkan berhasil menyapu bersih seluruh gelar juara. Mengutip PBSI, dalam kejuaraan tahun ini Indonesia menurunkan 10 wakil di berbagai kelompok. Nama-nama terkenal seperti Jonatan Christie, Anthony S Ginting, Fajar/Rian, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya masih menjadi andalan.

Hasil dari babak 1 menghasilkan 6 dari 10 wakil Indonesia lolos ke babak selanjutnya. Sampai hari ini ketika semifinal akan dimulai, tersisa hanya dua ganda putra yakni pasangan Macus dan Kevin serta Ahsan dan Hendra. 

Selebihnya sudah gugur seperti Jojo kalah atas Chou Tien Chen, Anthony kalah atas Kantaphon Wangchroen dan yang lebih mencengangkan adalah tidak adanya wakil putri baik tunggal maupun ganda.

Kejadian ini merupakan kegagalan kesekian kali bagi Indonesia di ajang Indonesia Open. Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia hanya 5 kali memboyong kemenangan yang terdiri Simon Santoso (2012), Ahsan/Hendra (2013) Tantowi/Liliana (2017,2018) dan Marcus/Kevin (2018). 

Dari data tersebut, masalah Indonesia sepertinya masih di sektor tunggal putra dan putri serta ganda putri. Meskipun mendapatkan stok yang melimpah dari pembinaan, PBSI sepertinya belum menemukan atlit yang bisa berbicara lebih di kancah internasional. Hal ini mungkin bisa dimaklumi karena para atlit belum sepenuhnya mendapat pengalaman banyak dan masih sering gonta-ganti pasangan. Namun mau sampai kapan kegagalan demi kegagalan seperti ini ?

Lin Dan merupakan salah satu pebulutangkis dari generasi emas pebulutangkis Tiongkok
Lin Dan merupakan salah satu pebulutangkis dari generasi emas pebulutangkis Tiongkok

Mungkin kita harus belajar banyak dari Tiongkok. Negeri tirai bambu ini menjadi kiblat bagi perbulutangkisan dunia. Tiongkok berhasil menciptakan kultur bulutangkis dengan pembinaan modern yang dilengkapi fasilitas modern dan pelatih hebat. Lebih lanjut, mereka juga memiliki liga bulutangkis profesional dan program latihan panjang sejak usia dini. 

Tengok saja, hasil dari kerja keras mereka dalam 10 tahun terakhir berhasil mendominasi berbagai kejuaraan dan melahirkan generasi emas seperti Lin Dan, Chen Long, Wang Lin, Xie Xingfang, Zhang Ning dan lain-lain.

Mudahnya, kegagalan demi kegagalan harus segara diakhiri. Sudah saatnya masyarakat bersuka cita menyambut pahlawan mereka membawa kemenangan pulang ke tanah air. Ayo Indonesia, Kamu pasti bisa..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun