Pengantar
Agroindustri kelapa sawit di Indonesia telah memberikan banyak kontribusi pada ekonomi negara. Wujudnya antara lain, perluasan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat dan pengusaha, serta pemasukan devisa, penggerak ekonomi daerah dan pajak bagi negara (Sipayung, 2012). Namun demikian, sawit masih harus berhadapan dengan isu-isu perusakan lingkungan dan aspek sosial seperti akibat konversi hutan menjadi perkebunan, pencemaran akibat limbah sawit yang tak terolah bahkan sampai pada perampasan lahan petani oleh perusahaan perkebunan.
Penjelasan awal ini menunjukkan bagai agroindustri sawit bagai memiliki tiga ujung pisau, satu sisi tajam pada peningkatan ekonomi, namun pada dua sisi lain masih tumpul pada sisi lingkungan dan sosial. Kondisi “Tri Sula” ini perlu diperbaiki supaya ada keseimbangan ketajaman mata pisau untuk mencapai keberlanjutan agroindustri sawit Indonesia. Alasannya, keberlanjutan itu hanya dapat tercapai bukan saja pada kemampuan menyeimbangkan kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial tetapi agroindustri sawit juga harus mampu memenuhi tercapainya target sebagai penyedia pangan, papan, dan energi (istilah populernya Food, Fiber, Fuel) seperti yang dikonsepkan oleh National Research Council, Amerika Serikat (2010).
Untuk mencapai target pemikiran tersebut, agroindustri kelapa sawit Indonesia harus mampu mengubah paradigma pengelolaannya. Titik perubahan itu dimulai dari hanya memproduksi CPO dan membiarkan limbah industrinya, ke arah pendayagunaan limbah pabrik sawit menjadi produk bioenergi dan biokimia serta menjadi produsen listrik selama proses produksi berlangsung.
Perubahan paradigma ini berarti bahwa agroindustri sawit harus mampu menggali sendiri atau menyerap kemajuan teknologi terkini dalam menghadapi masalah lingkungan dan sosial Perubahan paradigma ini akan melahirkan strategi pendayagunaan teknologi dan sumberdaya manusia, pembukaan celah pasar dan peluncuran produk baru, serta intensifikasi perkebunan sawit sebagai bahan baku energi dan pangan. Singkat kata, perubahan paradigma itu menggiring masalah dan tantangan menjadi peluang bisnis baru di bidang energi tanpa meninggalkan bisnis utama dibidang perkebunan sawit.
Artikel ini akan memaparkan perubahan paradigma agroindustri sawit disertai dengan pilihan teknologi, estimasi kebutuhan modal investasi dan modal kerja, alternatif pembiayaan investasi, potensi pasar, serta manfaat sosial dan lingkungan yang akan dicapai oleh industri tersebut.
Artikel ini dapat diakses ke penulis: http://syukrimnur.academia.edu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H