Mohon tunggu...
Syukrie Patria
Syukrie Patria Mohon Tunggu... pegawai negeri -

\r\nSaya hanya seorang pria dengan Jutaan Kekurangan.\r\n^____^"

Selanjutnya

Tutup

Drama

Tetesan Darah Kehormatan (Part-1)

7 September 2012   12:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:48 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kita selesai. Hubungan ini tidak bisa kita lanjutkan lagi," kataku datar.

"Kau kejam Arya. Aku merasa hubungan kita tidak memiliki masalah apapun. Mengapa kau memutuskan hubungan ini secara sepihak?"  Ujar Ria sambil terisak.

"Kita sudah tidak sejalan."

"Klise!!! Bilang saja kau sudah bosan denganku." kata Ria setengah berteriak.

"Yaaaaaaaaa!!! Aku sudah jengah meladeni sikap manja dan kekanakanmu selama ini." Emosiku mulai meninggi.

"Hebat!!! Setelah kau meniduriku dan merenggut mahkota kesucianku dengan bujuk rayu bernama cinta, kini kau mencampakkanku? Biadab kau Arya!" derai air mata Ria membasahi wajahnya.

"Terserah apa katamu. Aku tak perduli," aku berkata seraya membalikkan badan dan beranjak pergi dari hadapannya.

"Kau akan menerima karma atas apa yang kau perbuat selama ini terhadap kami, kaum perempuan Arya! Ingat!!! Ibumu juga wanita, saudaramu, keponakanmu dan orang-orang yang berada di sekelilingmu banyak wanita. Karma itu berlaku Arya, Tuhan Maha Tahu dan Maha Adil!!!" Sumpah serapah Ria mengiringi langkahku.

Itu hari terakhir aku bertemu dengan Ria. Beberapa bulan kemudian aku mendengar kabar, bahwa dia telah mati dengan cara menenggelamkan diri di sungai. Jasadnya ditemukan terapung oleh penduduk di sekitar sungai. Menurut pihak kepolisian, kematiannya diperkirakan sudah satu minggu yang lalu dan merupakan tindak bunuh diri murni, dengan latar belakang menutupi rasa malu akan aib kehamilannya di luar nikah. Namun tidak ditemukan petunjuk dan bukti-bukti apapun, tentang siapa ayah dari calon jabang bayi yang berada di kandungannya itu.

Ria hanya salah satu dari puluhan wanita -mungkin juga ratusan, karena aku tidak pernah menghitungnya secara pasti- yang sempat hadir di hidupku. Bahkan aku tak pernah menganggap mereka sebagai mantan pacarku, walau tidak begitu menurut mereka. Bagiku, mereka tidak lebih dari sekedar tempat pelampiasan hasratku akan sex. Hubunganku dengan wanita-wanita itu tidak pernah bertahan lebih dari tiga bulan dan kemudian kami putus. Terlepas dari alasan kejenuhanku atau karena ketidaksabaran mereka menghadapi sikapku, kami pasti putus.

Teman-temanku menjulukiku sebagai Playboy, atau lebih parah lagi Penjahat Wanita atau Penjahat Kelamin.Julukan itu melekat padaku karena tabiatku yang sering berganti-ganti pasangan dalam waktu yang relatif singkat. Mereka tidak sepenuhnya salah atau benar saat memberikan julukan itu kepadaku. Terlebih lagi, aku juga tidak begitu menghiraukan perkataan mereka tentangku. Ini adalah hidupku, jalanku dan hanya aku yang tahu tentangnya.

Menurutku, wanita itu -bahkan ibuku, saudara-saudara perempuanku dan keponakan-keponakan perempuanku- tidak lebih dari seonggok daging berlubang yang bodoh dan naif, yang merelakan kehormatan dan kesuciannya direnggut karena alasan yang juga bodoh bernama sayang dan cinta. Sedangkan kami, para pria adalah makhluk liar yang menggunakan akal pikiran kami, dengan berbagai macam cara berselimutkan keindahan bernama cinta, untuk melampiaskan hasrat, nafsu dan birahi kami akan sex.

Aku bukanlah seorang yang munafik dan terlalu tabu untuk mengungkapkan ini semua kepada kalian. Apakah kemudian kalian menganggap kami, kaum pria sebagai makhluk biadab, semata-mata hanya karena alasan itu? Apakah kemudian kalian limpahkan kesalahan terhadap hilangnya kehormatan para wanita, sebagai kesalahan dan tindak amoral kami? Jika begitu, maka pantaslah aku mengatakan kalian itu bodoh dan naif.

Kalian para wanita memang tidak pernah belajar untuk jujur terhadap diri kalian sendiri. Coba kalian lihat kaum kalian? Buka mata kalian untuk melihat lebih jujur terhadap keadaan kaum kalian sendiri. Siapa yang justru mempertontonkan aurat dan lekuk tubuh dengan balutan kain tipis dan kurang bahan bernama tanktop, lekton, hot-pants, rok mini, lingerie, swim-suit dan sebagainya dengan dalih pujian, mode dan taburan kata-kata dan rasa sexy? Siapa yang justru merasa senang saat mata kami mulai melirik dan menatap nafsu melihat warna putih paha dan lekuk kemolekan dada kalian yang terbungkus kain tipis itu? Apa kalian pikir sex itu hanya kami lakukan sendiri? Tidak. Sex itu kita lakukan bersama. Jika kami lakukan sendiri itu namanya onani atau masturbasi.

Aku adalah Arya Satya Nugraha. Seorang anak pertama dan satu-satunya pria dari tujuh bersaudara yang dilahirkan oleh ibuku yang juga merupakan istri kelima dari ayahku. Ayahku adalah seorang saudagar kaya yang memiliki delapan istri dan tiga puluh enam anak. Bisa kalian bayangkan kehidupanku? Atau kalian pikir hidupku hanya sebuah dongeng busuk yang tidak mungkin terjadi di kehidupan nyata? Jika kalian berpikir seperti itu, maka kukatakan pada kalian semua, 'Hai bangsat!!! hidupku itu nyata!!! Akupun berandai aku tidak dilahirkan ke dunia dengan menanggung semua rasa malu dan sakit ini!!!'.

Satu hal lagi, kalian begitu menentang keras dengan seluruh upaya kalian melawan polygami. Tapi tidakkah kalian pernah berpikir, bahwa polygami itu tidak akan terjadi, jika kalian tidak membiarkan itu terjadi. Pada kenyataannya, kalian sendiri hanya diam dan diam, kemudian menerima kenyataan sebagai istri kedua, ketiga dan seterusnya, bahkan kalianpun terdiam saat menyadari bahwa kalian hanya menjadi istri simpanan yang tidak memiliki status secara agama terlebih di hadapan hukum dan negara.

Dan yang lebih bodohnya lagi, kalian berkoar-koar tentang persamaan. Kalian sering berdalih, jika saja para pria dapat dan boleh melakukan polygami, mengapa kami tidak boleh melakukan polyandri? Menurutku itu adalah pertanyaan terbodoh di dunia. Begini, saat keegoisan kami, para pria melakukan polygami, kemudian menghasilkan akibat berupa timbul atau hadirnya seorang anak, maka pengakuan dan status orang tua terhadap anak tersebut dapat diklaim secara mutlak dan valid. Sedangkan saat seorang wanita yang melakukan polyandri, kemudian menghasilkan anak dengan keadaan banyak pria yang menyetubuhinya, maka akan terjadi banyak penyangkalan terhadap pengakuan status orang tua anak tersebut, terlepas dari adanya teknologi penyelidikan genetik baik melalui darah maupun sel tubuh dewasa ini. Jelas hal ini akan menimbulkan chaos baik secara hukum maupun sosial. Tidakkah kalian ingat analogi tentang pria dan wanita? Bahwa seorang pria ibarat sebuah teko dan wanita ibarat cangkirnya. Adalah sebuah hal yang wajar apabila dalam satu teko memenuhi beberapa cangkir, namun apa jadinya jika satu cangkir diisi oleh beberapa teko? maka air dalam cangkir tersebut akan menjadi tumpah dan tidak memiliki kejelasan sifat.

Pada dasarnya aku percaya bahwa seluruh puncak kesucian dan kehormatan berada di atas pundak kalian, sayangnya kalian nodai itu semua dengan kebodohan dan kelemahan kalian sendiri. Selama ini, aku tidak pernah mendengar orang menyebutkan adanya Bapakkota ataupun surga di bawah telapak kaki ayah dan sebagainya. Yang aku tahu selama ini hanya Ibukota dan surga di bawah telapak kaki ibu. Namun sayangnya kalian sendiri yang merusak seluruh kesucian dan kebanggaan itu. Ada sebuah anekdot yang mengatakan bahwa, seorang pria ibarat sebuah uang, yang walaupun kotor dan lusuh, dia tetap memiliki harga. Sedangkan wanita ibarat sebuah tisu, yang apabila sudah terkena noda, maka dia menjadi tidak berharga dan kemudian dibuang atau dicampakkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun