"Resah dan gelisah menunggu disini di sudut sekolah tempat yang kau janjikan ingin jumpa denganku walau mencuri waktu berdusta pada guru".
Sepenggal lirik lagu Kisah Kasih di Sekolah yang banyak di nyanyikan beberapa penyanyi. Entah beberapa detik lalu ku ingat kembali masa dimana aku masih menggunakan seragam putih abu-abu itu.
Dia menatapku, iya dia menatapku pandangannya lurus menuju ke arahku, apa ? apa ada yang salah? Aku sudah menyiapkan semuanya rambut kepang sesuai tanggal lahir, pitah merah putih, kaos kaki panjang, tas punggung dari kardus, apa lagi, aku sudah menuruti semuanya.
Dia mendekat, iya dia mendekat ke arahku, tepat ke arahku, iya langkahnya lurus menujuku. Apa ? apa lagi sekarang ?
Bukankah kamu harus masuk ke barisan ? dia, bertanya padaku, iya tepat di hadapanku dia memang bicara padaku, aku menegakkan kepala memastikan apa yang telah dia katakan.
Tangannya menunjuk ke arah sampingku, tangan itu menunjukkan sesuatu padaku, aku menoleh mengikuti arah tangannya.
Aah.... aku mengerti sekarang mengapa ia sedari tadi menatapku, aku berdiri diluar barisan, apa yang ku lakukan, aku lari menuju barisan, berharap tak ada hukuman bagiku. Yaa masa orientasi ini sudah membuatku tertekan, hari pertama aku selamat, hari kedua aku juga harus selamat.
Waktu makan siang semua duduk ditengah lapangan, di bawah terik matahari itu semua siswa baru, menyantap makan siangnya, tak ada waktu istirahat tak ada.
Teriakan demi teriakan sudah mulai terdengar, menyuruh semua untuk berbaris. Barisan harus rapi dan tertib, perintah berhitung ku teriakan nomor yang harus ku sebut, semua berteriak akupun berteriak.
Limaaa....!!!!!!!! ku teriak dengan sekuat yang ku bisa, itu adalah teriakan terkeras ku, iya aku berteriak, aku tidak mau di hukum aku tidak mau melakukan hukuman-hukuman konyol apapun jenisnya, aku tidak mau.
Disana, aku melihat lagi dia, iya lagi-lagi dia menatap ke arahku, pasti dia menatap ke arahku aku yakin. Sudah berteriak sekencang itu masih saja suruh mengulangi.
Limaaaa.......!!!!!!!!!!!!! itu sudah paling keras yang ku bisa, mataku melirik ke arahnya, dia dia dia tersenyum ke arahku, bukan! dia tertawa dia tertawa melihatku, entah aku belum mengalihkan pandanganku.
Limaaa...!!!!!!!!!!!!!! sudah hampir habis suaraku, tapi masih berlanjut sampai kakak OSIS itu puas, aku harus tetap berteriak. Dia tertawa, dia tertawa setelah aku meneriakkan nomor barisanku.
Senja yang melelahkan, kakiku berat, mataku berat, bahuku berat, ahhh.... masih ada satu hari lagi, masih satu hari.
Apa..!!! apa..!!! aku terlambat, aku terlambat.
Di gerbang itu aku tidak sendiri banyak yang berlarian karena terlambat, aku berlari masuk gerbang yang entah mengapa hanya dibuka pintu kecil yang hanya muat untuk satu orang, mengapa tida dibuka lebar dengan semestinya.
Gubraaakkkkkk.... !!!!!!!!!!!!! bukan aku yang terjatuh, aku tidak merasa tubuhku  jatuh, ku menoleh ke belakang siswi itu yang terjatuh, ku lanjutkan berlari menuju lapangan.
Benar-benar tak ada barisan, hanya papan nama kelas ini yang ada, semua kena hukuman, semua di hukum ? hingga tak ada kakak OSIS yang menyadari keberadaanku.
Aku tersenyum, meski aku terlambat tidak ada yang menghukumku, semua sibuk dengan siswa-siswi yang di hukum. Aku berdiri sendiri tapi aku bahagia, dan dia iya dia dia menatapku lagi, membuat ku tidak nyaman, apa lagi yang salah, ahh dia menyadari aku baru datang, pasti dia mau menghukum ku.
Aku menundukkan kepala, tidak ada yang datang, tidak satupun tidak dia atau yang lainnya. Aku selamat,,, yaaa aku selamat hingga hari terakhirku, semua bebas, semua sudah menjadi siswa SMA sekarang.
Hari ini seragam itu sudah sah ku pakai, dan dia dia menghampiriku dia menyapa namaku, mengajakku ngobrol dan meminta nomor hp ku. Tiada malam tanpa pesan darinya, membicarakan apapun yang dapat kami bicarakan.
Entah mulai dari mana kita jadi sedekat ini, hari-hari di sekolah begitu indah dan ceria, dengan dia kakak kelas yang membuat hatiku berbunga-bunga.
Senyumanku di buyarkan dengan guncangan hebat, sedang menghayalkan apa ? seorang teman mengganggu pikiranku yang tengah memutar episode masa lalu di mana seragam putih abu-abu ku kenakan untuk menoreh kisah kasih di sekolah itu.
Tidak ada apa-apa, hanya mengingat masa indah yang telah lalu. Siapa ? seseorang ? mantan ? temanku mencerca pertanyaan. Bukan, bukan siapa-siapa hanya kakak kelas yang pernah ada. Ku jawab dan kembali tersenyum mengingat wajah dan segala sikapnya padaku, mungkin itu hanya mimpi atau kenyataan yang sudah berlalu.
Yogyakarta_24Nov 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H