Mohon tunggu...
Syta Dwy Riskhi
Syta Dwy Riskhi Mohon Tunggu... Administrasi - Move

Simpel dan santai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Episode Masa Lalu

24 November 2018   10:42 Diperbarui: 24 November 2018   11:33 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Resah dan gelisah menunggu disini di sudut sekolah tempat yang kau janjikan ingin jumpa denganku walau mencuri waktu berdusta pada guru".

Sepenggal lirik lagu Kisah Kasih di Sekolah yang banyak di nyanyikan beberapa penyanyi. Entah beberapa detik lalu ku ingat kembali masa dimana aku masih menggunakan seragam putih abu-abu itu.

Dia menatapku, iya dia menatapku pandangannya lurus menuju ke arahku, apa ? apa ada yang salah? Aku sudah menyiapkan semuanya rambut kepang sesuai tanggal lahir, pitah merah putih, kaos kaki panjang, tas punggung dari kardus, apa lagi, aku sudah menuruti semuanya.

Dia mendekat, iya dia mendekat ke arahku, tepat ke arahku, iya langkahnya lurus menujuku. Apa ? apa lagi sekarang ?

Bukankah kamu harus masuk ke barisan ? dia, bertanya padaku, iya tepat di hadapanku dia memang bicara padaku, aku menegakkan kepala memastikan apa yang telah dia katakan.

Tangannya menunjuk ke arah sampingku, tangan itu menunjukkan sesuatu padaku, aku menoleh mengikuti arah tangannya.

Aah.... aku mengerti sekarang mengapa ia sedari tadi menatapku, aku berdiri diluar barisan, apa yang ku lakukan, aku lari menuju barisan, berharap tak ada hukuman bagiku. Yaa masa orientasi ini sudah membuatku tertekan, hari pertama aku selamat, hari kedua aku juga harus selamat.

Waktu makan siang semua duduk ditengah lapangan, di bawah terik matahari itu semua siswa baru, menyantap makan siangnya, tak ada waktu istirahat tak ada.

Teriakan demi teriakan sudah mulai terdengar, menyuruh semua untuk berbaris. Barisan harus rapi dan tertib, perintah berhitung ku teriakan nomor yang harus ku sebut, semua berteriak akupun berteriak.

Limaaa....!!!!!!!! ku teriak dengan sekuat yang ku bisa, itu adalah teriakan terkeras ku, iya aku berteriak, aku tidak mau di hukum aku tidak mau melakukan hukuman-hukuman konyol apapun jenisnya, aku tidak mau.

Disana, aku melihat lagi dia, iya lagi-lagi dia menatap ke arahku, pasti dia menatap ke arahku aku yakin. Sudah berteriak sekencang itu masih saja suruh mengulangi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun